"Apa rasa masakanku enak hari ini?" Seorang gadis yang kini berusia dua puluh empat tahun itu bertanya pada seseorang yang duduk di hadapannya.
"Hem.. enak, Unnie." Balasan datar itu membuat Jennie mendengus sebal, tanpa perlu di tanya, yang ada di hadapannya tentu saja adalah Lisa, adik tanpa ikatan darah yang dia sayang itu sedang fokus menikmati masakannya pagi ini dengan dua alat makan yang berupa sendok dan garpu di kedua tangannya.
"Kau mengatakan enak tapi tidak menunjukkan ekspresi yang sama, Lili." Jennie mengeluarkan protesnya yang membuat Lisa kemudian mengangkat kepalanya, pipinya bergerak mengunyah makanan yang lezat di dalam mulutnya.
"Benar-benar enak, Nini." Lisa kembali memberikan komentar dan Jennie menghela nafasnya, "berikan senyumanmu jika masakanku benar-benar enak." Kedua mata Lisa langsung menyipit, namun dia memberikan senyuman paksaannya, membuat kakaknya langsung terkekeh.
"Cih, itu senyuman yang sangat terpaksa, jika kau menyukainya, kedepannya aku akan sering membuat lauk ini untukmu." Lisa hanya berdehem pelan, dia kembali melanjutkan makan paginya.
Jennie hanya mampu menghela nafas panjang, perubahan sikap Lisa benar-benar dapat dia rasakan sedari hal yang paling menyakitkan terjadi di kehidupan mereka berdua.
Kejadian dimana mereka harus kehilangan orang tua mereka, selama-lamanya.
Jarang rasanya ada percakapan yang hangat menyelimuti ruang makan seperti dulu kala, tidak ada lagi Appa yang selalu menjadi sosok inspirasi untuk mereka berdua, yang biasanya selalu memberikan banyak nasihat untuk keduanya, tidak ada lagi Eomma yang setiap paginya memasak dan mempersiapkan sarapan untuk ketiganya, kini, kedua gadis muda itu benar-benar hidup berdampingan, berdua.
Lisa sendiri baru menyelesaikan studinya enam bulan yang lalu, sedangkan Jennie sudah sedari satu tahun yang lalu, siapa yang menyangka jika orang tua angkat mereka ternyata sudah mempersiapkan pendidik mereka dengan baik sampai ke jenjang perkuliahan? Jennie dan Lisa sendiri bahkan tidak menyadari hal itu, mereka awalnya berpikir keduanya hanya akan bersekolah sampai sekolah menengah atas.
Bahkan, meski hanya putri angkat, nama keduanya tercatat sebagai pewaris resmi keluarga Song dengan pembagian yang adil dan rata, lima puluh persen untuk Lisa, lima puluh persen untuk Jennie.
Namun itu semua rasanya tidak berarti apa-apa karena yang di inginkan keduanya adalah orang tua mereka yang bisa kembali berada di sisi mereka meski kenyataannya tidak mungkin, kedua orang tua angkat mereka sudah meninggal dunia sedari tujuh tahun yang lalu.
Bukan waktu yang singkat namun keduanya sampai kapanpun tidak akan bisa merelakan kepergian orang tuanya, terlebih lagi si bungsu, Lisa sangat terpukul dengan kepergian kedua orang tua angkatnya yang sudah membesarkannya selama dua belas tahun.
Jennie juga sama, dia merasakan kesakitan yang mendalam, apalagi di tahun pertama dan tahun kedua, rumah besar yang mereka tempati berdua rasanya begitu kosong, hampa dan dingin tanpa adanya kedua orang tua mereka, tidak ada lagi bagaimana hangatnya kasih sayang keluarga yang semestinya di dalam rumah ini.
Duka ini jelas mengubah Lisa seratus delapan puluh derajat, dia tidak lagi menjadi seorang gadis yang jahil dengan kakaknya, Lisa menjadi pribadi yang jarang berbicara, bahkan untuk tersenyum saja, Lisa juga sangat jarang, seolah dia sudah kehilangan separuh nyawanya.
Jennie awalnya bisa memaklumi hal itu, si sulung berpikir seiring berjalannya waktu Lisa bisa kembali seperti semula, Lisa yang ceria, Lisa yang menyebalkan karena meledeknya dengan sebutan Nini ataupun mencium pipinya sebelum mereka masuk ke dalam sekolah, tapi ternyata tidak, adiknya yang begitu riang dan menempel padanya itu terlalu nyaman dalam dengan sikap barunya, Lisa seperti orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOGETHER - JENLISA [G×G]
FantasyDibesarkan dari panti asuhan yang sama membuat Jennie dan Lisa sedari kecil tidak bisa terpisahkan, bahkan saat Jennie diadopsi oleh seorang keluarga berada, Lisa yang lebih muda juga ikut bersama mereka. Keduanya di tengah-tengah keluarga Song seba...