Taj 1

4 3 0
                                    

Melalui fatamorgana kulukiskan betapa indah kata katamu saat memberi, namun tak kasat hingga nyaris seperti ilusi
.
.
.
.

Sepagi ini aku masih ingin menanti surya dibalik tirai terbit menyilaukan mata.
Meski harus menunggu, namun cahayanya kupastikan ada.
Sama halnya dengan penantianku padanya yang entah kapan akan mulai menjadi nyata.
Namun ikatannya meyakinkanku bahwa 'dia' akan segera hadir sesuai janji terakhir di penghujung surya saat itu.
Dan benar saja kini semburat cahaya sudah mulai merambat menusuk mataku, begitu menyilaukan hingga mampu membuatku tersenyum dengan sendirinya.
Sebab aku mulai membayangkan kehadirannya seperti sang Surya dipagi hariku, begitu menyinari hingga membentuk senyuman yang mungkin akan bertahan sepanjang hari.
.
.
Baiklah..
Aku harus cepat menunaikan shalat duha, karna aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhanku.
Sebab aku bukanlah anak manja yang paginya akan disambut hangat masakan bunda, disapa lembut suara ayah. Ah tidak tidak, aku tidak boleh larut dalam hayalan lalu itu.

Oke, pashmina menutup dada, kemeja putih, Juga dipadukan rok plisket berwarna coksu, sudah berpadu indah di tubuhku. Ya, setidaknya menurutku ini sudah cukup indah walaupun sederhana.
.
.
Risa tiba di sebuah bagunan minimalis dua lantai bergaya modern. Dan di sana terdapan tulisan besar disebuah papan nama yang terletak di samping kanan bangunan yang tidak berjendela kaca ' kiana boutique'.
R

isa berjalan menjauh dari mobilnya setelah ia memastikan bahwa mobil miliknya sudah terparkir aman di tempat yang semestinya.
.

"Risa, kamu udah datang? Padahal aku baru aja mau nitip sarapan, soalnya tadi ga sempat."
Risa tersenyum menatap sahabatnya yang sudah terduduk dengan anggun dimeja kerja yang persis terletak berhadapan dengan pintu masuk utama.
Ia bergegas menutup pintu yang terbuat dari kaca itu dan sekilas melirik ke arah wall sign yang sudah berbalik memperlihatkan tulisan 'open' .

"Waalaikumsalam nim, tenang aja aku bawa sarapan kok, buat kamu juga ada nih, aku udah hafal kalo kamu sering lupa sarapan" risa berucap sambil terus berjalan kearah hanim yang barusan a dah menyapanya lebih dulu.
"Hehhe.. thanks risa, baik banget sahabatku"
Risa hanya tersenyum dan mengangguki perkataan sahabatnya itu. Ia sudah sangat memaklumi kebiasaan hanim, yang sering lupa atau mungkin malas sarapan pagi itu.

Mereka mulai melakukan ritual sarapan dengan khitmat dan sambil sesekali melempar canda, dan tertawa bahagia bersama.
Tak berapa lamapun sudah banyak karyawan yang mulai berdatangan, para pegawai yang datang terus menyapa mereka saat masuk, dengan tak lupa mengucap salam.
Setelah menyelesaikan sarapannya, risa bergegas pamit pada hanim untuk menuju ke ruang kerjanya

"Nim, aku ke atas ya, ada design yang harus aku selesaikan, sama mau cek pemasukan minggu ini"
Ruangan risa memang berada dilantai dua, memilih sarapan di meja kerja sahabatnya karna selain bisa sarapan bareng dengan hanim, dan merasakan sedikit kehangatan kasih sayang dalam persahabatan, risa juga sangat suka memandang jalanan dibalik pintu masuk yang terbuat dari kaca saat sarapan pagi bersama hanim sahabatnya.

"Oh, oke selamat bekerja sahabat" respon hanim sambil mengacungkan gepalan tangan, seolah sedang menyemangati. Tak lupa ia menampilkan senyuman ceria ala pepsodent dengan tampilan gigi putih berbaris ia perlihatkan kepermukaan.

Risa tersenyum mengacungkan jempol dan mulai berbalik badan melangkahkan kakiku menaiki tangga satu per satu.
.
.
.
Ternyata sudah sejauh ini aku melangkah, sendirian membawa gelar yang kau tinggalkan bersama harapan bahwa kau akan kembali.

Menatap jalanan dari arah balkon ruang kerjaku, menjadi rutinitas saat ingin mencari inspirasi untuk designku.
"Huuffhht, seperti apa kabarmu sekarang, aku tak ada apapun untuk mengetahui bagaimana kehidupanmu setelah kamu pergi 2 tahun lalu"

Terpaut Akan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang