[3]. Pertemuan Kembali

1.5K 292 30
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai, selamat berakhir pekan! Dan akhirnya aku malah update cerita ini dulu. >.<

Yang nungguin extra part Suddenly sabar, ya. Dalam proses nulis, semoga besok bisa publish biar kangen kalian ke Mas Tama dan Mbak Cha tersalurkan. ^_^

Happy reading, jangan lupa vote. :)


====***====


"Eh, coba tebak, Nia bilang umur Mama berapa?" Perempuan bertubuh pendek yang duduk di sofa sembari memeluk bantal itu melontarkan tebak-tebakan. Dua matanya berbinar sangat cerah hari ini. Satu pemandangan yang kadang Rendra rindukan selama tinggal di luar negeri dulu.

"Mmm, lima puluh tahun?" tebak Olivia, gadis berkacamata yang bersandar manja di lengan sang mama sembari menutup buku novel di pangkuan. Si bungsu yang masih duduk di bangku SMP mulai tertarik mengikuti alur kehebohan obrolan.

"No!" Nana menggeleng mantap.

"Enam puluh tahun," sahut gadis berlipstik merah yang duduk di sofa single sambil bersila dan memindah-mindah siaran TV tanpa minat. Namanya Isvara, adik Rendra yang hampir seumuran karena dulu usia dua tahun ia harus menerima kelahiran adik bayi perempuan. Keduanya tak begitu akur sejak ada selisih paham di antara mereka.

"Tua amat!" Sang mama protes berat dengan rengutan wajah yang teramat kentara dan membuat Rendra—yang sejak tadi menguping di balik meja bar—menahan gelak tawa.

"Oooph! Oooph! Stop! Nadiya tahu dan paling mengerti Mama." Gadis dengan rambut dicepol berantakan yang sejak tadi sibuk mengetik tugas kuliahnya mengangkat dua tangan. Anak ketiga dari keluarga Ravindra itu berusaha menginterupsi. "Pasti Sania salah menebak usia Mama jadi sepuluh tahun lebih muda. Benar?" Nadiya menjentikkan jari dengan alis mengedik-ngedik lucu.

"Owh, Nadiya sayangku! Tepat sekali!" Nana melonjak-lonjak gembira.

"Ngapain di sini? Senyum-senyum sendiri. Gabung sanalah! Mereka kangen sama kamu, lho!" Pria berpostur tegap meski sosoknya sudah berusia lima puluh delapan itu mengedikkan dagu ke arah ruang keluarga yang masih ramai dengan tawa berisik empat perempuan dalam keluarga Ravindra.

"Ini juga lagi gabung dari sini sambil liatin mereka, Pa." Rendra berkilah. Ia menyesap lagi kopi hangat di hadapan.

"Papa percaya nggak kalau Sania bilang Mama masih seperti berusia empat puluh tahun?" Nana melambaikan tangan ke arah Brian, suaminya.

Laki-laki bermata sipit itu mengangguk-angguk mantap.

"Aww, Papa memang suami paling pengertian sedunia!" Olivia melempar ciuman jarak jauh ke arah papanya, membuat Brian tertawa kecil karena bangga. Masih sama.

SaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang