Aleana Visola (Part 3)

147 101 141
                                    

Surya sudah mulai mewarnai langit yang awalnya gelap. Secercah cahaya jingga mulai bersinar dari ufuk timur, tak lupa suara merdu nyanyian burung mulai terdengar bersaut sautan.

Aleana Visola gadis tambun ini masi berkutat dengan seragam putih dongkernya, tak lupa senyum lebar yang merekah indah.

"Pagi" sapanya riang sambil duduk di meja makan, di sana sudah ada adik bungsunga yang berusia 1 tahun yang duduk di meja khusus bayi.

"nasi goreng"  girangnya lalu memgambil nasi goreng itu, akan tetapi suasana kembali berubah di kala sang Ibu menyaut dari dapur

"Badan itu udah kaya gentong, masi aja makan." Ucap sang ibu menghina badan Ana yang memang terbilang gendud

Mata Ana bekaca kaca, akan tetapi Ana mencoba menepis fikiran sedihnya, perkataan sang ibu ada benarnya, lalu Ana mengurangi nasi itu.

"Telur nya untuk Satria." Suara tadi kembali terdengar, Ana yang ingin memgambil telur itu pun terhenti mendengar ucapan sang Ibu.

"Selamat pagi ganteng mama." Seorang anak lelaki yang tampak sepantaran dengan Ana datang  lalu di sambut hangat oleh wanita paruh baya yang mereka semua memanggil mama.

"Nih mama buatin nasi goreng sama telur ceplok untuk kamu." Ucap wanita itu lembut sambil mengambilkan sepiring naso dan tak lupa telur ceplok yang tadi.

Ana berusaha menahan bulir crystal  yang sudah terbendung di balik mata beloknya, sesekali ia menarik  nafas yang  terasa sesak.

'Apakah dunia ini hanya di ciptakan untuk lelaki saja?'

Ada yang bilang, anak perempuan dan anak pertama itu  bukan lah perpaduan yang menyenangkan, apalagi di tambah dengan sistem partiarki yang di anut oleh keluarganya.

'Tes'

Sebuah bangunan yang kokoh jika di terpa badai secara terus menerus pasti akan rubuh juga begitulah Aleana, sekuat dan seceria apapun topeng yang ia gunakan pasti suatu saat akan lepas juga

Ia menundukkan kepalanya dalam agar tak seorang pun sadar dengan bulir itu, sesekali ia mengusap pipinya sambil menyuapi mulutnya penuh dengan nasi goreng, makan sambil nangis merupakan hal yang paling menyakitkan.

Sekuat tenaga gadis 13 tahun itu menahan isakan karna perkataan menyakitkan yang sialnya di katakan oleh sang ibu, seorang yang harusnya memberikan ia rumah.

"Hey puso, makan tu liat badan." Ucap mamanya kembali melihat Aleana memakan nasinya dengan memaksakan  makanan itu masuk kemulutnya.

Tubuh Aleana bergetar, amarah mulai memuncak, dengan tatapam tajam ia melihat sang ibu, dan ya bom waktu itu meledak juga

"Iya, kenapa? Aku jelek karna mamanya jelek, sadar dirilah, kalo kau benci sama aku bilang."

"Melawan kau ya, anak durhaka sama kau kaya bapak kau tu" yap seperti yang ka duga, ini akan selalu  terjadi, orang tua terkadang tidak sadar akan sikap salahnya pada sang anak, tetapi selalu menyalahkan hal kecil apapun jika sang anak menyanggah.

Ana berjalan  menyusuri jalanan pagi, sesekali ia mengusap air mata yang tumpah membasahi pipi gembilnya, ia melihat kearah mobil sedan melaju keluar melewatinya yang berjalan di pinggiran jalan sendirian

'Berangkat kau sekolah sendiri, ga tau di untung jadi anak, urus sekolah kau sendiri'

Karna kejadian pagi ini menjadikan ia harus berjalan menuju sekolahnya sendiri, dan melihat kepergian mobil itu  dengan wajah yang sulit di artikan.

♡♡♡

Malam tiba, seperti biasa Aleana duduk di kursi khas anak kuliahan, bisa di tebak sekarang ia berada di tempat bimbelnya.

TULUS TERAKHIRKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang