Suara langkah kaki menggema di lorong panjang sebuah mansion mewah. Seorang pria muda berjalan tegap melewati koridor itu, menyatu dengan keheningan yang membalut tempat tersebut. Dialah Rashaka Chandrawana, seorang siswa kelas 12 yang kini hidup sendirian di mansionnya.
Ayah dan ibunya telah tiada, meninggalkan Rashaka dalam kecelakaan tragis beberapa tahun lalu. Meski memiliki kakek dan nenek yang menyayanginya, Rashaka memilih tinggal sendiri. Harta melimpah tak mampu mengusir rasa sepinya, bahkan di bawah pengawasan ketat kakek-neneknya.
Sesampainya di rumah, Rashaka melepas helm full face-nya dan menyimpannya di lemari kaca tempat koleksi helm. Langkahnya berlanjut ke pintu hitam yang merupakan pintu kamarnya. Ketika pintu itu terbuka, terpampanglah ruangan bernuansa hitam yang elegan dengan lampu besar di tengahnya. Aroma mawar memenuhi udara, aroma yang selalu menjadi penenang bagi Rashaka.
Kamarnya dipenuhi berbagai koleksi senjata seperti pedang, pistol, sniper, hingga pisau lipat—semua itu bukan sekadar pajangan, karena Rashaka gemar berlatih menggunakan senjata. Ia merebahkan diri di kasurnya, menatap langit-langit sambil menunggu maid mengantarkan makan malam.
Ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Permisi, Tuan. Ini makanan Anda," ujar maid dengan sopan. Rashaka hanya merespons dengan gumaman pendek. Makanan itu diletakkan di nakas sebelum maid pergi tanpa banyak kata.
Rashaka bangkit, membawa makanannya ke balkon. Sambil menikmati udang kesukaannya, ia memandangi langit malam yang tenang. Namun, kedamaian itu terusik saat tiba-tiba sebuah panah melesat cepat dan tertancap di pohon dekatnya.
Matanya menajam, mengamati panah tersebut. Sebuah gulungan kertas kecil terikat di ujungnya, membuat Rashaka memutuskan untuk mengambil panah itu.
Lo gak bakal bisa lari. Lo bakal mati di tangan gue! Tunggu waktunya, Rashaka Chandrawana!
Membaca pesan itu, Rashaka hampir tertawa. Baginya, mengirim ancaman semacam ini dengan panah terasa kekanak-kanakan. Ia meremas kertas tersebut hingga hancur dan melemparkannya sembarangan.
"No mental? Loser," gumamnya sambil menyeringai, lalu kembali menikmati makan malamnya seolah tak terjadi apa-apa.
---
**Pagi Hari**
Keesokan paginya, Rashaka sarapan dengan tenang di meja makan. Jam di tangannya menunjukkan pukul 06.12 pagi, tanda bahwa dia selalu menghargai waktu. Setelah selesai, ia berjalan ke garasi, memilih motor sport hitam dengan aksen navy, dan memacunya keluar mansion.
Pukul 06.20, jalanan masih sepi. Dalam waktu sepuluh menit, Rashaka tiba di sekolah dan memarkir motornya. "Setengah tujuh, masih sepi," gumamnya sambil memasukkan satu tangan ke saku celana.
Rashaka meletakkan tas di kelas sebelum melangkah menuju belakang sekolah. Tempat itu menjadi pelariannya dari hiruk-pikuk siswa lain. Namun, langkahnya terhenti ketika pendengarannya menangkap suara lirih.
"T-tolong..."
Suara itu berasal dari ruang musik. Pintu yang sedikit terbuka memancing rasa penasaran Rashaka. Ia berjalan mendekat, membuka pintu, dan menemukan seorang siswa tergeletak bersimbah darah di sudut ruangan.
Mata Rashaka menajam. Tubuh siswa itu penuh luka; tangannya terputus, perutnya robek, dan sebuah pisau panjang tertancap di dadanya. Namun, Rashaka tetap tenang.
Ia mendekati siswa tersebut dan mencabut pisau dari tubuhnya. Sang korban mengerang kesakitan.
"Pergi... dia berbahaya..."
Langkah kaki terdengar di belakang Rashaka. Ketika ia berbalik, sebuah pisau tajam menusuk perutnya.
"Argh..."
Pisau itu dilumuri racun. Rashaka jatuh lemas, tubuhnya tak sanggup menahan rasa sakit.
"Gue udah bilang, lo bakal mati di tangan gue," ujar pelaku dengan nada penuh kemenangan. Dia mengarahkan pistol ke kepala Rashaka dan menembaknya beberapa kali tanpa ragu.
Tubuh Rashaka tersungkur ke lantai, darah mengalir deras. Pandangannya kabur, dan rasa berat menyelimuti tubuhnya.
"Jangan mati... gue mohon," lirihnya sebelum kesadarannya perlahan memudar.
Hai, maaf ini saya revisi ulang (again... Hehe)
MAAF BANGET YAAAA :(
KAMU SEDANG MEMBACA
RASHAKA: Deep Revenge
Teen FictionRashaka kehilangan hidupnya dalam sebuah pengkhianatan. Ia dibunuh oleh teman sekolahnya, seseorang yang ia anggap saingan biasa. Namun, perasaan benci dan iri dari temannya itu telah memuncak, membuat Rashaka jadi korban kebencian yang tak terduga...