•Selamat Membaca•
Namaku, Elin. Alumni SMA Darmawangsa. Aku kembali menapakkan kakiku di halaman sekolah itu setelah sekian lama.
Biasanya, aku sama sekali tidak pernah menghadiri acara reuni seperti saat ini. Karena paksaan dan bujukan dari teman-teman. Akhirnya aku kembali memasuki sekolah yang sama sekali tidak berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Hanya saja, bangunannya lebih ditingkatkan.
Kulangkah-kan kaki menuju lorong panjang. Sampai pada pertengahan, langkahku terhenti. Mengamati ruang kelas yang dulunya pernah aku tempati. Ruangan yang menjadi saksi atas pertemuan pertamaku dengan lelaki paling bandel di sekolah ini pada zamannya.
Bayangan itu seketika memenuhi isi kepalaku. Hatiku mulai bergetar, mataku pun mulai memanas mengingat sosok lelaki itu.
Lelaki yang pada saat itu telah mengisi hari-hariku di SMA Darmawangsa ini.
Awal mula pertemuanku dengannya memang tidak indah. Namun, dia lelaki terbaik, termanis, tersweet, termenyebalkan yang pernah aku temui. Namanya, Galang.
"Woy, Galang!"
Aku yang saat itu ditugaskan menjadi bendahara kelas. Harus menagih uang kas dari para murid. Diantara banyaknya murid. Cuma Galang yang paling susah untuk membayarnya.
"Bayar uang kas lo! Udah numpuk!"
Galang yang awalnya tengah tertidur dengan melipatkan tangannya di atas meja. Seketika langsung bangun dan melihatku dengan tatapan jengah.
"Udah berapa kali sih gue bilang? Nanti juga gue bayar, kok!"
"Nanti-nanti terus. Kapan?!"
"Nanti. Kalau gue udah lulus sekolah!"
Aku menghela. Mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Kok, ada ya orang seperti dia di dunia ini?
"Sekarang!" imbuhku.
Galang menggaruk kepalanya. "Lo kenapa bawel banget sih, jadi cewek?"
"Bayar!" kataku dengan sangat menekan.
Tiba-tiba kulihat dia menatapku dengan tatapan serius.
"Lo tau nggak? Ada cewek yang dibunuh gara-gara nagih uang kas secara terus-menerus?"
"Ya, tau. Makanya, buruan bayar sebelum gue bunuh lo, Galang!"
"Udah bawel, galak, serem pula! Salah gender kali lo!"
Mendengar hal itu. Aku langsung menjambak rambutnya tanpa ampun. Berani sekali dia berkata seperti itu!
Hari-hari terus berjalan. Namun, tak ada perubahan antara aku dengan Galang. Di sekolah, tiada hari tanpa ribut dengannya.
Seringkali Galang selalu menjahiliku sehingga aku dibuat kesal setiap hari olehnya.
Tanpa aku sadari. Rasa aneh mulai muncul pada perasaanku terhadap Galang. Mungkinkah aku telah jatuh cinta terhadapnya? Tidak!
Suatu hari, sekolah mengadakan camping di suatu tempat. Saat ada acara petualangan, aku kehilangan jejak dari teman-temanku. Akhirnya, aku tersesat sampai matahari tergantikan oleh bulan.
Tak banyak yang bisa kulakukan selain menangis ketakutan dan teriak meminta tolong. Karena lelah, aku pun beristirahat. Air mataku sedari tadi tak pernah berhenti. Keadaan yang gelap ditambah suara burung hantu menambah kesan horor.
Aku memeluk kedua kaki dan menundukkan wajahku sambil terus menangis. Berharap ada orang yang bisa menemukanku.
"Elin ...."
Aku mendongkak. Kulihat Galang yang berada di hadapanku. Lantas, aku pun langsung berdiri dan berhambur ke pelukannya.
"Gue takut ...."
Kurasakan, Galang mengelus pelan rambutku.
"Syukurlah lo baik-baik aja. Gue cemas. Gue takut kehilangan lo, Elin."
Aku melepaskan pelukan dan menatap kedua matanya. "Takut kehilangan? Kenapa?"
"Gue sayang lo, Elin."
"Kita -- kita pacaran?" tanyaku ragu.
"Emangnya lo mau?"
"Mau lah!"
Kami langsung beradu tatapan. Dan tak lama, kami tertawa dibuatnya.
Semakin hari aku dan Galang semakin dekat. Siapapun yang berani menggangguku, akan dia lawan meski guru sekali pun.
Seperti saat ini. Aku sedang diganggu oleh siswa laki-laki karena tak suka aku adukan kalau mereka sedang merokok di kelas.
Galang langsung datang dan menghajar mereka berlima.
Aku lihat Galang mulai mengeluarkan darah di sudut bibirnya. Sungguh, itu sangat membuatku pilu.
"Galang! Udah cukup!"
Perkelahian masih Galang teruskan sampai mereka berkelahi ke luar kelas. Karena satu lawan satu Galang yang menang. Mereka pun mulai mengeroyok Galang.
Galang sangat sigap menghindari pukulan mereka. Sampai akhirnya, kakinya terpeleset karena ditendang salah satu dari mereka yang mengakibatkan Galang terjatuh melewati pagar pembatas dan menyebabkan dirinya langsung terjun dari lantai tiga.
Aku membekap mulut kuat-kuat saat melihat Galang dipenuhi lumuran darah di bawah sana.
"Galaaaang!"
Sejak saat itu, aku tak pernah menapakkan kakiku di sekolah Darmawangsa. Ini kali pertama aku kembali lagi ke sini.
Kuberanikan diri untuk melawan ketakutanku selama ini. Kusalahkan diriku sendiri atas kematian Galang. Itulah ketakutanku selama ini.
~TAMAT~
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN
Cerita Pendek•KUMPULAN CERPEN• 1. MENGASUH BOCIL KEMATIAN 2. DARMAWANGSA DAN KENANGANNYA 3. TAKBIR TERAKHIR BAPAK