- 018 -

213 30 2
                                    











- 018 -

Junhao sedikit mengernyit, tubuhnya bergetar hebat, dan dia terus mengerang untuk melampiaskan rasa sakitnya. Junhao menyadari bahwa dia terluka parah, tetapi dia hanya bisa menangis dan tidak bisa menahan diri.

"Dasar bocah sialan!"

Setelah disiksa dengan kejam, Junhao hanya bisa memeluk kakinya dan terisak pelan.

Pintu di depan nya kembali tertutup, dan wanita itu telah pergi entah kemana, dan selang beberapa detik, teriakan yang familiar mulai terdengar, itu adalah teriakan Zhicheng.

Junhao segera berdiri dan menghapus kedua air mata nya, dia membuka pintu dengan paksa, dan berlari kecil menuju ruangan Zhicheng berada. Junhao tidak sengaja melihat pisau tergeletak di lantai, sejenak dia hanya mengamati sebelum akhirnya mengambil pisau itu.

Pintu di depan nya terbuka lebar, Junhao dapat melihat wanita jahat itu sedang membelakangi dirinya, leher Zhicheng di cengkram erat, membuat dirinya hampir kehabisan nafas.

Dengan kekuatan yang tersisa Junhao menancapkan pisau itu ke bagian belakang tubuh wanita itu.

Suara kesakitan menggema di seluruh ruangan, Junhao takut, dia mundur beberapa langkah, bibir nya bergetar dan linangan air mata turun kembali, menjadi semakin deras.

Beberapa detik menjadi hening, dan Junhao mengira kalau wanita sudah tewas, namun tangan nya masih bergerak untuk perlawanan. Dengan pikiran yang panik, Junhao segera mengambil paksa pisau yang masih menancap, membuat darah mengucur lebih deras membasahi lantai. Dan barulah pada saat itu, wanita itu sudah tak bergerak lagi.

Zhicheng melihat itu semua, tingkah sadis Jun Hao tepat di hadapannya, dan meski lehernya sudah terlepas dari cengkraman erat, oksigen tetap saja membuatnya sulit bernapas.

Junhao melirik Zhicheng dan perlahan mendekat, "Aku tidak membunuh siapa pun, kan?"

"Berhenti!" teriak Zhicheng, menyebabkan Jun Hao berhenti.

"Kenapa?" Junhao memiringkan kepala nya dengan bingung, pisau di genggaman nya semakin erat.

Dia juga takut, tapi dia tidak ingin terlihat salah.

"Aku tidak membunuh." Suara lain mulai terdengar, Zhicheng merasa takut saat suara itu tertawa memecah keheningan.

Karena cahaya redup, Zhicheng tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Kamu seorang pembunuh." Suara Zhicheng tercekat oleh isak tangis, dan ketika dia mendongak, sebuah pisau hampir menyentuh matanya.

"Aku akan melindungi mu dari mereka." Anak laki-laki yang seumuran dengan Zhicheng menatap Zhicheng tanpa belas kasihan.

Zhicheng tidak menjawab lagi, seluruh tubuhnya gemetar dan hanya bisa menangis, meskipun dia membenci suara tangisannya sendiri.

"Zhicheng, aku bukan monster, kan?"

"Kau monster— ... "

Junhao menjatuhkan pisau di tangan nya, dengan jemari berlumuran darah, dia membekap mulut Zhicheng, "Ssst.. Jangan berbicara lagi, kali ini aku yang membantumu."

Zhicheng sudah tidak bisa mengingat apapun, karena setelah itu kegelapan menyambar kesadarannya, akibat benturan keras di bagian kepala.


















Zhicheng merasa pusing menyengat kepala nya, saat obsidiannya terbuka, yang terlihat hanyalah seberkas cahaya yang masuk.

Zhicheng menoleh ke samping dengan lemah, dia melihat Xinhao yang sedang duduk dan setengah tertidur.

"Dokter Su," panggil Zhicheng dengan lemah, dia menjadikan tangan kanan nya sebagai tumpuan untuk bangun.

Untung nya Xinhao langsung terbangun, sehingga Zhicheng tidak perlu bersusah payah lagi. "Kenapa? Apakah kamu baik - baik saja."

Bibir kering Zhicheng tersenyum, Zhicheng menggeleng kecil. "Bagaimana mungkin aku bisa baik - baik saja."

Mendengar ucapan Zhicheng, Xinhao mendekatkan tubuh nya dan berbisik, "Apakah kamu ingin menceritakannya?"

"Tianrun memaksaku untuk melakukan hal mengerikan itu, semua nya rusak, aku payah, rasa nya sekarang aku yang tidak bisa bertahan di samping Junhao."

Setiap kata di ucapkan dengan penuh putus asa, Xinhao memang sudah menebak, tapi dia masih tidak menyangka, bagaimana mungkin Tianrun melakukan hal sebejat itu, memenuhi tubuh Zhicheng dengan tanda kemerahan yang membiru.

"Lalu apa yang kamu inginkan sekarang?"

Zhicheng menggelengkan kepalanya, "Menurutku Junhao bisa melakukan semua nya lebih baik tanpaku."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak ingin dia mengetahui semua ini, atau Tianrun terkena getah— ..."

"Tunggu sebentar, apakah kamu membela Tianrun?" Xinhao menyela Zhicheng.

"Tidak ... Aku hanya bingung ..."

Xinhao menghela nafas dan meletakkan tangannya di dadanya. "Mu Zhicheng, ini masalahmu. Tolong pikirkan baik-baik dengan siapa kamu ingin bersama. Aku tahu kamu mencintai Junhao, tapi hatimu masih berlabuh di Tianrun. Aku tahu situasi sekarang sangat sulit."

"Jangan salah paham, aku mengatakan ini bukan untuk memaksamu, tapi demi kebaikanmu sendiri," timpal Xinhao.

Zhicheng terdiam, "Bisakah kamu memberitahu Junhao untuk tidak datang kepadaku? Aku khawatir dia tidak akan menjadi pilihanku."

Soal pilihan, memang tidak ada habisnya, Zhicheng mengaku, ia sangat labil, seseorang yang bahkan belum bisa memutuskan siapa yang akan dipilihnya.

Tapi bagaimana jika dia tidak mau memilih? Bagaimana jika dia tidak ingin bersama siapa pun? Bukankah itu lebih baik?

- Desire Or Love -







Desire Or Love [ Zhang Junhao x Mu Zhicheng ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang