Love Story About Salsa

29K 830 105
                                    

-Salsa's Point of View-

"Sal, lo nggak ke kantin?" Tanya Novia sahabatku di kerjaan. Sejak pertama aku masuk kerja, dia yang dekat denganku hingga saat ini, karena kami memang satu divisi dan masuknya juga berbarengan. Hanya saja kami beda bagian. Kalau Novia dibagian pembuat laporan keuangan, sementara aku dibagian analisa laporan keuangan.

"Nggak deh. Gue bawa bekal. Nabila tadi sempat masak." Tolakku secara halus dengan pandangan masih fokus ke layar komputer.

"Kalau gitu makan di kantin aja. Daripada makan sendirian disini. Biasanya juga di kantin lo, walaupun bawa bekal." Balas Novia sambil membereskan meja kerjanya.

"Nggak bisa Nov. Lo lupa kalau gue harus nyiapin laporan siang ini? Kata pak Rama, anak si bos minta jam 2 ini harus beres." Kulihat Novia mengangguk. Sepertinya dia baru saja mengingat.

"Oiya, lupa gue. Yaudalah gue duluan ya. Semangat ya budak perusahaan." Ucap Novia sambil tertawa yang membuatku mendengus kesal. Kayak dia nggak budak saja.

Oh iya, sebelumnya kenalkan, aku Salsa Aliyyah. Aku anak sulung dari 2 bersaudara. Aku punya adik bernama Nabila Taqiyyah. Jarak umurku dan Nabila terpaut 5 tahun. Umurku 26 tahun, sedangkan Nabila 20 tahun. Saat ini adikku sedang kuliah semester 5. Aku sendiri bekerja sebagai staf keuangan di salah satu perusahaan besar bernama Dirgantara Corp. Gajiku lumayan besar di sini, tapi pengeluaranku pun besar. Aku harus membiayai keperluanku dan adikku, karena orang tua kami sudah tidak ada. Jadi, gajiku terbilang tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan.

Kedua orang tuaku meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan pesawat saat perjalanan dinas ke Kalimantan. Tapi, semua hartanya habis karena ternyata perusahaan Papaku diambang kebangkrutan, sehingga Papa terjerat hutang-hutang. Semua aset milik keluargaku disita oleh bank. Tidak ada satupun yang tersisa, bahkan rumah pun sudah tidak ada. Jadi, aku dan Nabila mengontrak di rumah sederhana, agar tidak terlalu banyak uang yang aku keluarkan untuk membayar sewa rumah.

Terkadang aku kasihan melihat adikku, karena dia tidak pernah hidup susah. Sebenarnya akupun tidak pernah hidup susah, tapi setidaknya aku jauh lebih kuat. Mungkin karena aku anak sulung. Berbeda dengan Nabila yang memang sangat manja dan lemah lembut. Kepribadianku dan Nabila memang sangat berbanding terbalik. Aku mewarisi sifat Papa, sementara Nabila mewarisi sifat Mama.

Kegiatan Nabila saat ini hanya kuliah. Aku tidak mengizinkan Nabila untuk bekerja dan mencari tambahan, meskipun akupun kesulitan membiayai kuliahnya. Nabila sudah terlanjur dikuliahkan jurusan kedokteran oleh orang tuaku. Adikku itu sempat ingin berhenti kuliah, tapi aku melarang keras.

Untungnya saja aku langsung mendapat pekerjaan 2 minggu setelah kepergian orang tuaku, sehingga kuliah Nabila masih bisa terus berlanjut. Meskipun beberapa biaya tetap saja ada yang tertunggak, karena memang biaya kuliah kedokteran yang sangat mahal. Untungnya lagi, adikku itu mendapat keringanan karena dia pintar. Kalau tidak, mungkin Nabila sudah dikeluarkan dari kampus.

"Sal, nggak makan? Makan bareng mau?" Aku langsung memalingkan wajahku menghadap kedepan, saat mendengar suara yang sangat aku kenali. Dia Fajar. Manajer pemasaran yang kata orang-orang menyukaiku. Tapi sebenarnya bukan hanya kata orang-orang, itu semua memang fakta.

Fajar pernah mengutarakan perasaannya, bahkan dia ingin menikahiku. Tapi aku menolak karena aku tidak memiliki perasaan dengan Fajar. Fajar merasa kecewa, tapi dia tidak berhenti untuk terus mendekatiku. Katanya dia akan mencoba untuk membuatku jatuh cinta. Aku tidak melarang, karena itu hak dia.

"Aku lagi ada kerjaan Jar. Kamu makan aja duluan ya. Soalnya aku buru-buru." Tolakku secara halus.

"Yah, padahal aku mau traktir kamu makan karena bonusanku keluar. Tapi okelah. Pulang kerja mau ya makan bareng aku?" Aku sedikit berpikir. Ingin menolak, tapi rasanya tidak enak.

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang