"HAVEN!."
Kantin menjadi sangat ribut melihat Haven tergelatak di lantai.
"Ada yang pingsan!."
"OH NOOO, si ganteng yang pingsan."
"Woi! PMR mana PMR?!."
"Minggir lo semua, biar gue yang gendong!."
"Lo cewek bego, mana bisa."
"Buruan tolongin elah, kasian kalau tiduran di lantai."
Keempat sahabat baru Haven langsung tersadar, dari rasa terkejutnya saat mendengar teriakan nyaring para siswi.
Mereka langsung membopong tubuh Haven dan membawanya ke UKS. Sesampainya disana, mereka menidurkan Haven ke salah satu ranjang.
"Akhirnya sampai juga."ucap Riza.
"Ni orang berat juga ya, apa kebanyakan dosa kali."ceplos Gema.
"Elo tuh yang kebanyakan dosa! Ga liat apa badan dia bongsor begini."ucap Riza dengan tatapan sinis.
"Ehehe iya ya."
"Terus sekarang gimana?."tanya Giro.
"Nunggu dia bangun."jawab Veru dan mendudukkan dirinya di kursi.
"Gue juga nunggu aja deh, males kalau ke kelas lagi."Riza membaringkan tubuhnya di ranjang kosong satunya lagi, seraya memainkan game.
Tak terasa setengah jam sudah berlalu, dan mereka masih sibuk dengan urusan masing-masing. Tanpa menyadari jika mata yang awalnya terpejam, kini mulai terbuka.
Haven mendesis pelan ketika pusing menyerang kepalanya. Mereka yang mendengar desisan nya mulai mengalihkan perhatian kepadanya.
"Bangun juga lo, Ven."Riza bangun dari acara rebahannya dan menghampiri Haven.
"Nih, lo minum."Giro menyodorkan gelas berisi teh hangat.
Bukannya menerima, Haven malah memasang wajah takut dan linglung. Dengan tangan yang gemetar.
Giro tersinggung dibuatnya, apa dia terlihat menyeramkan hingga dipandang seperti itu?. "Lo kenapa sih? Natap gue gitu amat. Gue baik loh padahal, nawarin lo minum."
Gema tampak berpikir sejenak, kemudian mengangguk paham. "Lo jangan khawatir, dia kagak gay kok. Meskipun wajahnya kek boti, tapi dia itu lakik tulen."
"Monyet lo, Gi. Heh, Haven. Kagak usah mikir aneh-aneh dah, gue lurus ya. Nih ambil cepet."
Haven tampak ragu untuk mengambil gelas tersebut, hal itu membuat Veru yang sedari tadi diam memperhatikan berdecak malas.
Veru bangkit dari duduknya, dengan cepat dia merebut gelas itu dari tangan Giro. "Minum."ucapnya penuh penekanan. Yang dibalas anggukan patah-patah dari Haven.
"Wajah lo kocak, segitu takutnya kah sama kaum pelangi? Kayak ga pernah liat aja."Riza terkikik geli melihat bagaimana reaksi Haven.
Nampak Haven menghela nafas panjang, menyimpan gelas yang sudah kosong di atas nakas. "Saya kan memang baru pertama kali liat, saya belum pernah menemukan yang seperti ini di kampung saya, wajar dong jika saya syok sampai pingsan. Lgbt itu mudah banget nyebar, takutnya saya ikut terjerumus jika tidak hati-hati."
"Yaudah entar juga biasa kok, santai lah. Btw, kita belum kenalan kan? Gue Giro, dia Gema, terus dia Veru."Giro menunjuk Gema dan Veru.
"Ah iya, salam kenal."balas Haven. Lalu setelahnya dia termenung.
•0•
"Assalamu'alaikum. Ibu, Bapak!."teriak Haven.
Arni dan Aryo yang sedang beres-beres, kaget mendengar suara menggelegar dari anaknya.
"Wa'alaikumussalam, Ibu sama Bapak ada di dapur, nak."teriak Arni.
Haven berlari dengan tergesa menghampiri Ibunya. Kemudian memeluknya erat, dan menumpahkan air mata sejadi-jadinya.
Dua pasutri itu khawatir melihat Haven menangis histeris, mereka mencoba bertanya, sebenernya apa yang terjadi.
"Nak? Kamu kenapa? Hei, jangan buat Ibu sama Bapak khawatir."ucap Arni.
"Haven? Jawab, kamu kenapa?."tanya Aryo yang tak kalah khawatir.
Haven mengangkat wajahnya, menatap mereka dengan sendu. "Ibu, Bapak. Maafin Haven, tapi Haven mau pindah sekolah."
Arni menatap Aryo bingung, kemudian menatap Haven. "Kenapa kamu ingin pindah? Apa teman-teman di sekolahmu, membully mu?."
"Tidak, Bu. Mereka baik, hanya saja..."
Melihat anaknya ragu-ragu, Aryo mengajak mereka untuk ke ruang keluarga.
"Sekarang jelaskan secara rinci, alasan kamu menangis dan ingin pindah."ucap Aryo.
Haven menceritakan tentang hal-hal yang dia alami disekolah nya, dia menjelaskan tanpa ditambah atau di kurang-kurangi.
Selesai bercerita, Arni menutup mulutnya syok. "Pak. Kita harus pindahin Haven, Pak. Lebih baik Haven kita masukin ke pesantren. Ibu takut Haven akan terkena dampaknya, apalagi LGBT begitu cepat menyebar bagai virus dan tidak bisa dicegah."kentara sekali jika Arni benar-benar ketakutan, takut jika putranya terjerumus dalam pergaulan yang salah.
Tampak Aryo termenung, dia begitu bimbang harus memilih keputusan apa. Menghela nafasnya, Aryo menatap Haven dengan pandangan bersalah.
"Maaf, nak. Kali ini Bapak tidak bisa mengabulkan permintaan mu, pindah sekolah tidak semudah itu. Banyak hal yang harus diurus. Mau tidak mau kamu harus tetap sekolah disana."ucap Aryo dengan perasaan bersalah.
Bahu Haven melemas mendengarnya, air mata pun semakin mengalir, bahkan Haven menangis sampai sesenggukan. "A–apa benar-benar tidak bisa?."
Aryo menggeleng lemah. Arni yang tak tega melihat putranya menangis, menarik kembali Haven dalam pelukannya. "Tak apa sayang, mungkin ini ujian yang Allah berikan kepada mu. Sudah, lebih baik kita sholat ashar."
Haven mengangguk singkat, lalu pergi menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu ke mushola bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haven Abigeo
Random[BUKAN BL] ⚠️ Diharapkan membaca tagar dan deskripsi sebaik mungkin, saya sedikit mengambil dari kejadian dilingkungan sekitar. Tegur jika saya salah ⚠️ 0•0 Haven, adalah seorang pemuda yang taat agama. Haven tinggal di desa namun pindah ke kota. Ha...