[𝐁𝐚𝐛. 𝟒] 𝐌𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡

139 93 107
                                    

Liora mengetuk pintu kamar Endrick dengan hati-hati, membawa perlengkapan untuk mengobati lukanya yang didapat saat mengejar buronan. Namun, saat pintu terbuka, Liora mendapati Endrick sedang duduk di tepi tempat tidur dengan wajah penuh senyum-senyum yang tampaknya sulit ia sembunyikan. Keadaan itu membuat Liora merasa aneh, mengingat mereka baru saja melewati pertempuran sengit.

"Kau bersikap aneh, Endrick," kata Liora dengan nada tidak sabar. "Pergilah ke tabib agar otakmu lebih baik."

Endrick, meskipun mencoba untuk tetap terlihat serius, tak bisa menahan senyumnya. Sikap Liora yang biasa dingin dan tegas membuatnya merasa bahwa sikapnya mulai berubah. Kenangan tentang pertemuan mereka sebelumnya muncul dalam pikirannya, dan ia merasa sedikit lebih dekat dengan wanita yang selalu tampak misterius itu.

"Apa kau serius? Aku baik-baik saja. Bukankah kita berhasil?" balas Endrick dengan nada santai, sambil mengingat kembali momen-momen mereka berdua.

Liora hanya menggelengkan kepala dengan sedikit kekesalan. "Pergi ke tabib, atau aku akan membawamu ke sana," ujarnya tegas, meskipun ia tahu Endrick tak akan langsung menurut.

Namun, di sisi lain, Liona saudari Liora yang masih terbaring tak sadarkan diri. Setelah membaca gulungan surat yang dikirimkan oleh seseorang dengan mengatasnamakan Liora, sesuatu yang tidak wajar terjadi pada dirinya. Surat itu seolah memberikan petunjuk atau pesan yang menyelipkan ketakutan di dalam hati Liona. Apa yang tertulis dalam surat itu telah membuatnya terkejut.

Liona, yang tak mampu menerima kenyataan ini, terjatuh pingsan seolah terperangkap dalam kebingungannya. Pikiran tentang saudari yang hilang dan surat yang tak bisa ia pahami mengaburkan segalanya. Dalam keadaan seperti itu, Liona tetap terbaring tak bergerak, seolah menunggu jawaban atas pertanyaan yang belum terjawab.

Sahi semakin khawatir dengan kondisi Liona yang terlihat semakin memburuk setiap harinya. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk mengirim surat ke desa tempat Liora ditugaskan. Namun, tindakan tersebut diketahui oleh kepala desa. Sang kepala desa segera memberikan peringatan keras kepada Sahi agar tidak bertindak bodoh dengan membahayakan lokasi desa yang seharusnya tetap tersembunyi.

Meski demikian, Sahi tidak menyerah. Ia menyewa seorang pengantar surat untuk mengirim surat penting tersebut kepada Liora. Ia tahu bahwa hanya Liora yang dapat memahami situasi ini dan mungkin bisa membawa harapan bagi Liona.

Di sisi lain, Sahi tidak pernah melepaskan pandangan dari Liona yang masih terbaring lemah. Ia tidak sanggup meninggalkan Liona tanpa pengawasan. Dalam keheningan, ia mengambil surat yang masih tergenggam erat di tangan kiri Liona. Sahi membacanya perlahan. Tidak ada ekspresi yang terlihat di wajahnya setelah selesai membaca surat itu, seolah-olah ia sudah mengetahui isi surat tersebut sejak awal.

Dengan nada pelan, Sahi berbicara sambil mengusap dahi Liona dengan lembut. "Cepatlah bangun, Liona. Apa kau akan terus seperti ini? Bukankah kau ingin membuktikan kepada saudarimu bahwa kau juga sehebat dirinya?"

Sementara itu, di tempat lain, Adrian dan Kiev sedang menghadapi kesulitan mereka sendiri. Mereka kesulitan mendapatkan makanan karena tidak diizinkan masuk ke pasar desa. Dengan terpaksa, mereka memilih berburu di hutan, meskipun hasilnya tidak banyak.

Zayden pun tidak bernasib lebih baik. Ia harus menerima kenyataan pahit dengan memakan masakan Raina, rekannya, yang terlalu banyak menggunakan garam.

"Umm, Raina... bagaimana kau belajar memasak?" tanya Zayden dengan wajah yang jelas menunjukkan ketidaknyamanan.

Raina berhenti sejenak, tampak berpikir, lalu menjawab dengan polos, "Aku hanya mengikuti apa kata hatiku."

Eternal Thirst : A Curse On The Red Moon [PEROMBAKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang