Dahulu • Harsa Adhiyasa

17 3 0
                                    

Bagian ini merupakan kisah kenangan dulu yang dikenang milik Lyanna Rosaline begitu pula dengan Harsa Adhiyasa.

...

"Mas."

"Lyanna ada buatkan roti untuk mas Dikta. Dimakan ya, mas. Selagi hangat," ucap gadis berparas cantik itu.

Pemuda manis itu tersenyum ramah sembari mengambil roti pemberian si gadis yang memiliki nama, Lyanna.

"Terimakasih, lho. Tahu saja mas belum sarapan pagi tadi," katanya.

"Iya, mas. Kalau mas mau, Lyanna bisa buatkan setiap hari makan pagi untuk mas, " ujar si gadis tersenyum malu. Lalu pamit kepada pemuda yang menjadikan suasana Lyanna senang pada pagi hari.

Setelah Lyanna keluar dari ruangan itu. Dirinya tak lanjut berjalan, melainkan berdiri mengintip ke arah jendela yang terhubung ke ruangan pemilik pujaan hatinya.

Asik memandangi paras pemuda tampan itu hingga ia tidak sadar ada yang menjaili dirinya dengan menempelkan sebuah roti pada bibirnya yang menganga.

"Hmp! Apa-apaan kau?" tanya Lyanna menatap tak suka si pelaku.

"Haha! Aku tahu roti dari, ku. Kau berikan pada mas Dikta," ejeknya.

"Diam kau. Lagi pula bukan aku yang menginginkan roti pemberian dari kau," ucapnya malas tapi memakan roti itu.

"Kalau begitu tak usah kau memakan roti ini. Biar aku saja," ujarnya malas merebut rotinya kembali dan berjalan meninggalkan Lyanna.

"Ish! Harsa kau tahu aku belum makan!"

Teriak Lyanna mengejar pemuda itu, bernama Harsa.

...

Kegiatan kesukaan Lyanna adalah menulis puisi.

Alasan mengapa karena puisi itu berisikan semua tentang mas Dikta.

Lyanna begitu menyukai kalimat yang berhasil ia rangkai mengenai mas Dikta.

Baginya, mas Dikta sangat membantu dirinya dalam berkarya.

Dan untuk Harsa, ia bercita-cita ingin menjadi tentara seperti ayahnya.

Dengan harana yang agung setiap kali pulang seusai bertugas demi negara ini merdeka.

Menurutnya menjadi seseorang yang mengabdi kepada negara, bukan hal yang buruk.

Jika berhasil pulang.

...

"Aku ingin menjadi tentara dan menguasai gana yang perkasa!"

"Sstt!"

"Harsa Adhiyasa kelak akan menjadikan negara ini merdeka!"

"Hey! Berisik tahu!"

Teriak Lyanna karena terusik saat sedang menulis karangan puisinya.

Ckrek!

"Huh? Kau memotret ku ya!"

"Pede sekali dirimu itu,"

Lyanna mendengus menghadapi Harsa yang memegang kamera pada tangannya. Harsa memotret bunga dan menyimpan keindahan yang nantinya pasti bunga itu akan layu.

"Harsa, bisakah kau kembalikan koleksi puisiku yang kau ambil itu?" tanya Lyanna menegakkan kepalanya menatap Harsa.

"Sekarang, ya?" tanya balik Harsa tanpa berpaling dari kegiatan yang ia lakukan.

"Lagian dirimu memikirkan apa sampai puisiku menjadi bahan taruhan, itu koleksi berharga ku. Cepat kembalikan!" ucap kesal Lyanna karena Harsa yang menganggap nya enteng.

"Aku tidak membawanya denganku sekarang, bagaimana jika besok saja?" nyengir Harsa menduduki dirinya di depan Lyanna.

"Kebiasaan!"

...

"Harsa pulang..."

"Nak, cepat bereskan keperluanmu," ucap sang ibu sembari tergesa-gesa memasukkan pakaian milik Harsa.

"Ada apa, bu?"

"Ayahmu berpesan hari ini akan membawa dirimu mengabdi negara."

...

"Mas Dikta, Lyanna punya hadiah untuk mas besok hari."

"Benarkah?"

Lyanna mengangguk dan tersenyum malu. Sekarang Dikta dan Lyanna sedang berjalan bersama tujuan untuk pulang.

Sudah hampir sampai ke rumahnya, Lyanna tak sengaja melihat temannya yang berpamitan dengan ibundanya. Dan juga tas besar yang sudah pasti berisikan pakaian.

Harsa menyadari keberadaan Lyanna lalu berjalan mendekati.

Mereka menatap satu sama lain.

"Mas bisa beri kita ruang?"

Dikta mengangguk lalu pamit untuk pulang.

Sedangkan Lyanna sedari tadi menatap sendu tas milik Harsa.

"Lyanna."

"Kau benar-benar akan pergi?" tanyanya lirih sembari menatap mata Harsa.

Harsa hanya mengangguk tak mengeluarkan suara.

"Kau benar-benar jahat. Kau tahu aku membenci tentara, membenci saat meninggalkan tempat tinggalnya, membenci saat meninggalkan perasaan harapan, membenci saat berpulang hanya bersisa surat kema-"

Harsa memegang bahu Lyanna dan menatapnya memohon seolah menjanjikan,

"Harsa berjanji akan pulang, Lyanna. Tolong percaya padaku bahwa aku akan pulang,"

"Kau tahu Harsa, menunggu kabar itu hal yang sulit dilakukan," tangis Lyanna.

"Bisakah dirimu mengharapkan aku untuk pulang dengan selamat?"

Lyanna menghapus air matanya, menepis tangan Harsa yang memegangnya tadi lalu mengulurkan tangannya, "Berikan koleksi puisi milikku, Harsa." ucapnya tanpa berpikir panjang.

Harsa menelan air liurnya gugup dan mengatakan, "Aku menghilangkannya, Lyanna. Maafkan aku," ucap lirih Harsa sambil menundukkan kepalanya.

Lyanna menatap nyalang kepada Harsa, bisa-bisanya Harsa memperlakukan dirinya seperti itu.

Lyanna berdecak kesal dan meninggalkan Harsa yang berdiri sendirian penuh penyesalan.

...

Helaan selamat tinggal di setiap langkah yang Harsa ambil menuju gerbong penuh orang-orang berpamitan sebelum pergi meninggalkan tempat ini.

Kalimat-kalimat menyedihkan Abhipraya menunggu kabar pulang dari perginya mereka yang mengabdi negara.

Harsa menghela napasnya, Harsa menatap kakinya yang sebentar lagi akan masuk ke dalam kereta dan pergi.

"Kuharap, diriku bisa berhasil menginjak kembali tanah air ini."

"Di tempat ini."

...

Kenangan Dakara (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang