3
• Perfect •
.
.
.
.Nama Ameira Adiatama secepat kilat bersarang di telinga Uji sejak aksi heroik gadis itu menolong timnya. Rumor-rumor tentang Eira menyebar hingga sampai kepada Uji silih berganti sejak Arun --teman satu timnya-- memberitahu bahwa gadis itu ternyata anak seorang rektor.
Selain informasi yang telah Arun ceritakan tentang Eira yang diduga masuk kampus lewat jalur orang dalam, Eira juga pernah nyaris di DO gara-gara aksi vandalisme di gedung sekolahnya sendiri. Gadis itu juga pernah viral dan masuk televisi gara-gara statusnya sebagai ketua OSIS tapi kontra terhadap kebijakan kepala sekolah, bahkan seringkali mengujarkan kebencian hingga menyulut tawuran sampai akhirnya lengser paksa dari jabatannya sebagai ketua OSIS saat itu.
Nama Ameira Adiatama memang sudah mendapat atensi lebih bahkan sejak gadis itu duduk di bangku SMA. Sekarang rumor-rumor tentang Eira terasa makin gila setelah gadis itu kuliah di kampus tempat ayahnya bekerja.
Dari banyaknya selentingan rumor jelek tentang Eira, ada satu hal yang menjadi tanda tanya besar bagi Uji. Eira yang katanya banyak meraih prestasi serta memiliki latar belakang keluarga elit ternyata diduga sering melakukan self harm.
Satu lagi hal paling tolol untuk Uji percayai tentang gosip itu adalah alasan di balik tindakan gadis itu melakukan self harm. Orang-orang berasumsi gadis itu ingin fokus belajar lebih dari dua belas jam sehari. Jadi, setiap kali gadis itu merasa lelah, dia akan menyakiti dirinya entah dengan cara cutting atau menggigit tubuhnya sendiri.
"Goblok, dia pikir ini the Poppy War apa?" Ekspresi Uji kaget sekaligus heran. Dia baru mendengar ada orang segila itu dalam belajar. Seambisius apapun teman-temannya di kelas akselerasi dulu, dia tidak pernah menemukan kasus seperti Eira ini.
Sore menjelang malam, Uji bersama ketiga temannya berjalan menuju aula. Mereka masih punya waktu tiga puluh menit lagi sebelum melaksanakan penutupan OSPEK malam ini, jadi keempat pria itu berjalan cukup santai sambil berbisik-bisik mengenai gosip yang belum selesai dibicarakan sejak kegiatan pos to pos tadi pagi.
"Ya mana gue tahu, mungkin dia emang segila itu soal belajar." Arun meringis.
"Dan lo percaya gosip itu?"
Bahu Arun terangkat, "ya gue sih antara percaya ga percaya, lagian itu udah jadi rahasia umum."
"Itu cuma perspektif orang-orang doang. Belum tentu juga bener. Lagian lo tahu dari mana sih info tentang cewek itu?" Mata Uji menyipit ke arah Arun. Sejak pertama kali mendengar cerita tentang Eira, air muka Uji memang terlihat agak sangsi.
"Arun si paling tahu banget tentang dia." Mutha tertawa. Meledek.
"Arun itu sebenernya fans berat Eira, tapi gara-gara ga kejangkau makanya gitu." Kali ini Banu yang menjawab disertai kekehan kecil. "Abis cakep banget sih." imbuhnya.
"Kaya ga pernah liat cewek cakep aja. Sampe orang-orang pada heboh banget ngurusin hidup dia. Udah merasa paling bener aja ngurusin diri sendiri." Persetan dengan gadis yang dipuji-puji cantik itu, dia hanya kurang suka karena rumor ini cepat sekali menyebar.
"Kalo lo ga terima ya tutup telinga aja. Ribet banget, anjing." Nada suara Arun naik satu oktaf.
"Kok lo yang nyolot?"
"Santai, bro. Ga lucu banget kalo kita ribut gara-gara gosip." Mutha angkat bicara begitu mendengar sinyal-sinyal keributan.
"Lagian bukan karena lo pernah satu SMA sama dia, lo jadi merasa paling tahu tentang kehidupan pribadi dia. Sampe nyebarin rumor ga jelas" Lagipula ada apa sih dengan Eira Eira ini? Hampir semua orang membicarakannya bahkan sampai menggali masa lalu gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSPEKTIF
Teen FictionRetorika kosong. Opini-opini gila menghantam ego-ego yang lupa mengamati. Penghakiman menjadi jongos para nurani yang menolak mengerti. Segala sesuatu yang orang lain lihat dianggap kebenaran, bisa jadi itu hanyalah perspektif. Tidak ada yang benar...