2
• Post to Post •
.
.
.
.
12 jam sebelumnya.."Menurut saya tidak perlu ada pembatasan menempuh pendidikan ke luar negeri. Bukannya lebih bagus jika pendidikan di Indonesia bercermin pada pendidikan negara maju? Setiap orang punya kesempatan untuk membangun relasi yang lebih luas dalam skala dunia. Siapapun bisa mengembangkan diri pada program leadership juga pengalaman luar negeri dalam lokakarya internasional, itu juga sekaligus meningkatkan SDM. Kenapa harus menjadi ancaman nasionalisme?"
Tanggapan Uji disambut hening oleh ketiga panitia penjaga pos unit lima dalam kegiatan post to post ospek jurusan psikologi. Dihadapan enam orang anggota timnya, Uji menatap ketiga panitia sambil berharap salah satu dari mereka akan memberi sanggahan atau respon mendukung.
Dengan kondisi setengah badan terendam air sungai, keringat mengucur terkena terik matahari juga napas naik turun melawan arus air. Hal itu tidak melonggarkan postur tubuh Uji yang masih berdiri tegak menunggu jawaban dari lawan bicaranya. Berbeda dengan teman satu timnya yang sudah terlihat kelelahan dengan kegiatan post to post siang ini.
Hari ini adalah hari terakhir mahasiswa baru jurusan psikologi melakukan kegiatan ospek jurusan. Setelah melalui rangkain kegiatan selama tiga hari, tiba waktunya mereka melakukan outbound sekaligus post to post yang dilakukan oleh kelompok kecil secara outdoor. Kegiatan ini menguji fisik, mental, sekaligus menjadi ajang adu kedalaman pengetahuan.
Kegiatan post to post kali ini dibagi menjadi lima pos. Setelah melalui pos olah rasa, korsa bela negara, ketangkasan, uji nalar, akhirnya tim Uji tiba di pos terakhir, yaitu pos pelajar pancasila. Di pos ini panitia memulai dengan pertanyaan mengenai pendidikan: Kalian setuju kalau minat pelajar untuk menempuh pendidikan ke luar negeri menjadi ancaman nasionalisme? Jadi lebih baik jika program semacam student exchange dan beasiswa atau yang lainnya dibatasi?
Di pos yang mereka lalui sebelumnya, panitia memberikan tantangan tentang kesetaraan gender vs patriarki. jika mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan maka setiap pos akan memberikan punishment yang berbeda. Karena di pos sebelumnya jawaban yang diberikan tim Uji berujung perdebatan maka mereka berakhir dengan hukuman push up 30 kali.
Karena tidak ingin dihukum lagi, Uji dan kawan-kawannya menjawab lebih tenang kali ini. Jawaban yang barusan diberikan Uji membuat panitia berpikir beberapa saat.
Setelah jeda beberapa lama, salah satu pemimpin dari panitia itu mulai angkat suara. "Maaf sodara Uji, kenapa harus bercermin pada pendidikan luar negeri padahal kurikulum pendidikan di Indonesia selalu diperbaharui berdasarkan perkembangan zaman?"
Panitia itu menjeda sejenak, baru saja orang di sebelah Uji ingin menyela, panitia itu kembali bicara, "sekarang itu justru banyak para pelajar yang belajar ke LN tapi mereka memutuskan untuk tidak kembali ke tanah air. Bukannya mereka sudah tahu kalau negara kita masih termasuk negara berkembang yang artinya masih butuh banyak inovasi dari para bibit unggul untuk mencapai kemajuan. Jadi harusnya setelah mereka dikirim ke LN, mereka bisa kembali untuk mengabdi dan melakukan perubahan di Indonesia."
Uji refleks tertawa renyah. Bukan bermaksud untuk memberikan penghinaan, tapi dia benar-benar merasa lucu atas tanggapan dari panitia ospek itu. "NAH, justru yang anda ucapkan itu mendukung pendapat saya. Bukannya anda sendiri yang setuju kalau Indonesia masih dikategorikan sebagai negara berkembang? Artinya fasilitas di negara kita itu masih kurang memadai, makanya banyak para pelajar yang ingin memperdalam ilmu di negara maju. Terkait kurikulum yang rutin diperbaharui, apakah sudah merata dan sesuai dengan keadaan di setiap pelosok Indonesia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSPEKTIF
Fiksi RemajaRetorika kosong. Opini-opini gila menghantam ego-ego yang lupa mengamati. Penghakiman menjadi jongos para nurani yang menolak mengerti. Segala sesuatu yang orang lain lihat dianggap kebenaran, bisa jadi itu hanyalah perspektif. Tidak ada yang benar...