Nuri dan Agus terus menjalani hari-hari mereka bersama di Bandung. Pertemuan mereka di Café Aurora dan malam di bawah bintang telah menjadi rutinitas yang menyenangkan. Mereka menjadi teman yang tak terpisahkan, saling mengisi satu sama lain dalam cara yang mereka tidak pernah bayangkan sebelumnya.
Ketika Nuri merasa cemas atau depresi melanda, Agus selalu ada di sana untuk mendengarkan dan memberikan dukungan. Ketika Agus merasa terjebak dalam pikirannya yang gelap, Nuri membantunya merasa lebih ringan dengan cerita-cerita lucu dan kebahagiaan palsu.
Mereka menghabiskan waktu berjalan-jalan di Bandung, mengeksplorasi taman-taman yang indah, dan mencicipi makanan lezat di kaki lima. Terkadang, Nuri akan melukis pemandangan Bandung yang cantik, dan Agus akan menulis puisi tentang perjalanan mereka bersama.
Namun, eksistensi mereka yang rumit tidak pernah jauh dari permukaan. Nuri masih merasa kesulitan bergaul dengan orang lain di luar pertemanannya dengan Agus. Dia masih merasa terisolasi, bahkan ketika dia memiliki seseorang yang begitu dekat dengannya.
Suatu hari, ketika mereka duduk di Café Aurora, Nuri melihat sekelompok teman sedang tertawa-tawa dan bercanda di meja seberang. Matanya berkaca-kaca, dan dia merasa cemburu pada kebahagiaan mereka. "Mereka tampak begitu bahagia," bisiknya kepada Agus.
Agus meraih tangannya dengan lembut. "Kita pun bisa seperti itu, Nuri. Tidak perlu cemburu pada orang lain. Kita punya satu sama lain, dan itu sudah cukup."
Namun, Nuri masih merasa terganggu oleh rasa cemasnya. Dia ingin bisa hidup seperti orang lain, bersosialisasi tanpa takut, merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dia merasa dirinya masih belum siap.
Pada suatu malam, ketika mereka berdua duduk di bawah bintang, Nuri akhirnya bersedia berbicara tentang apa yang sebenarnya menghantui dirinya. Dia bercerita tentang perasaannya yang selalu bergejolak, tentang ketakutan-ketakutannya yang mendalam, tentang bagaimana bipolar mengendalikan hidupnya.
Agus mendengarkan dengan penuh perhatian, dan ketika Nuri selesai berbicara, dia berkata, "Nuri, kamu adalah seseorang yang luar biasa. Bipolar hanyalah bagian dari dirimu, bukan definisi tentang siapa kamu. Kamu bisa mengatasi ini, dan aku akan selalu ada di sampingmu."
Nuri merasa haru. Untuk pertama kalinya, dia merasa diterima apa adanya oleh seseorang yang sangat penting baginya. Dengan Agus di sisinya, dia merasa memiliki kekuatan untuk menghadapi krisis eksistensialnya, langkah demi langkah.
Mereka berpegangan tangan di bawah bintang-bintang, mengetahui bahwa eksistensi mereka yang rumit mungkin tidak pernah benar-benar hilang, tetapi bersama, mereka bisa menjalani hidup dengan lebih berani dan bersemangat. Bandung yang penuh cerita telah menjadi saksi dari pertemuan dua jiwa yang merindukan makna dalam kehidupan yang rumit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bintang di Kota Bandung
RomanceNovel ini, memperkenalkan kita pada kota Bandung yang memesona dengan latar belakang pegunungan dan hamparan sawah yang memeluknya. Di tengah kehidupan yang bersemangat di kota ini, sebuah kisah menarik tentang eksistensi, cinta, dan pertemuan tak t...