Rasa jatuh cinta - ✓

82 3 0
                                    

02

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02. Rasa jatuh cinta.

×.

Katanya hujan itu identik dengan kesedihan, kegalauan dan kehilangan. Padahal kalau manusia mau membuka matanya lebih lebar lagi, hujan akan terlihat seperti tawa.

Bukan duka tapi bahagia.

Fakta bahwa suasana hujan itu suram memang benar adanya. Pradikta Rizal Ardana-- enggan menampik kenyataan tersebut.

Sebab katanya, suasana hujan itu memang suram, seram dan menakutkan. Tapi walaupun begitu, pemuda yang kerap di sapa Dikta ini, memilih untuk berani menyukainya.

Tidak selamanya hujan itu membawa kabar duka, kadang ada hari di mana hujan datang dengan kata-kata mutiara yang dilontarkan Sadewa Argantara.

Seperti malam ini contohnya, dengan tampang jumawa yang tidak dapat Dikta lihat sebab memunggunginya. Sadewa berkata. "Cewek yang lu suka itu gobloknya minta ampun, sumpah. Nggak layak buat lo kejar-kejar."

Praktis membuat Dikta berbalik dan melempar kamus bahasa ke kepala Sadewa. Tertawa puas sebab Sadewa mengadu kesakitan.

"Cangkemmu, Sad!! Asal lu tahu ya, Kanaya itu masuk ke dalam list mahasiswi berprestasi. Udah mana cantik, bohai, santun, baik hati, ramah, dan tidak sombong lagi."

"Cewek kaya gitu mah, banyak."

"Mana ada, Kanaya itu limited edition."

"Halah, lo cari di simpang empat juga nemu. Lagian nih ya, Kanaya itu udah punya cowok. Anak farmasi, ganteng, tajir, nggak pinter-pinter amat sih. Tapi terkenal."

Tanpa harus Sadewa perjelas juga, Dikta sebenarnya sudah tahu. Lagian siapa sih yang tidak mengenal Galang? Pacar Kanaya yang bangsatnya minta ampun.

"Gue ngantuk, mau tidur."

Enggan menanggapi perkataan Sadewa yang berkesan menyudutkan. Dikta memilih beranjak dari posisi duduk. Melangkah untuk menaiki tangga besi yang terdapat di samping ranjang tingkatnya bersama Sadewa.

"Besok ngampus jam berapa?" Sadewa bertanya.

"11. Napa emang?"

"Lari pagi bareng gue, besok."

"Oke."

Setelahnya tidak lagi ada perbincangan. Suara game yang berasal dari ponsel Sadewa lebih mendominasi, ketimbang suara gemericik air di luar sana.

Dikta menarik selimut sampai sebatas dada, memejamkan mata sesaat sebelum berakhir kembali membukanya. Suara permainan digital Sadewa tidak lagi terdengar. Membuat Dikta bertanya-tanya. Apakah laki-laki itu sudah tidur?

"Sad?"

"Hemm." Dari bawah sana Sadewa merespon.

"Nggak, jadi." Samar-samar Dikta mendengar suara decakan kesal. Membuatnya tertawa kecil seorang diri. Tidak lama, karena dia memutuskan untuk memanggil Sadewa sekali lagi.

For all storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang