Daun, gugur & meninggalkan - ✓

122 4 0
                                    

01

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

01. Daun, gugur & meninggalkan.

×.

Dibawah rimbunnya daun pohon Kamboja, diatas dipan bambu yang sudah usang termakan usia, ditemani secangkir kopi hitam dan angin sore yang berhembus menerpa rambut-rambut hitam pekatnya.

Sastra Ardana --pemuda yang menempati dipan bambu itu-- menikmati kehidupannya. Entah apa yang sedang pemuda itu pikirkan, wajahnya terlihat muram seperti orang yang di landa peratapan berkepanjangan.

Sebentar lagi langit akan menggelap, bukannya bangkit dan beranjak untuk meninggalkan tempat itu, Sastra malah berbaring di sana.

Memandangi daun-daun Kamboja yang sebagian sudah menguning. Sastra rasa, jika angin semangkin kencang berhembus, daun-daun Kamboja itu pasti akan jatuh ke tanah.

Sastra ingat, pohon Kamboja ini di tanam secara pribadi oleh mendiang Bapaknya. Sebenarnya Sastra bingung, mengapa harus pohon Kamboja alih-alih pohon mangga seperti tanaman tetangga lainnya.

Pohon Kamboja yang Bapak tanam ini memang tidak tumbuh terlalu besar. Namun, cukup meneduhkan kala panas matahari menyengat area pelataran.

"Sastra?"

Merasa terpanggil, pemuda itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Dia sedikit menggeser bokongnya, mempersilahkan Mas Galang untuk duduk disebelahnya.

Galang Adinata, namanya-- anak pertama Bapak dan Mama. Beliau ini adalah saudara Sastra yang paling bisa diandalkan, ketimbang 2 saudaranya yang lain.

Dinda dan Nathan itu adiknya-- nanti akan Sastra ceritakan kalau dia bertemu dengan kedua manusia biang onar itu. Kalau tidak bertemu, ya tidak akan Sastra ceritakan.

Sekarang dia hanya ingin menceritakan tentang kepribadian Mas Galang. "Ngapain sendirian di sini?" Mas Galang bertanya.

Detik berikutnya, ia menyeruput kopi hitam Sastra yang masih banyak tersisa. Minuman itu sudah tidak lagi terasa hangat, mungkin karna terlalu lama didiamkan oleh sang pemilik.

Menurut Sastra sendiri, Mas Galang ini sebenarnya adalah sosok yang baik hati, penyayang dan penuh akan rasa tanggung jawab. Tapi sebagian orang berkata, bahwa Mas Galan ini orangnya mudah marah.

Ya memang sih, Sastra enggak menampik pernyataan itu. Sebab muka Mas Galang ini emang kelihatan sangar. Beliau ini jarang tersenyum, sekalian senyum malah membuat beberapa orang yang melihatnya kabur terbirit-birit.

Sastra tidak berbohong.

"Nggak ngapa-ngapain," balas Sastra seadanya.

"Masuk sana, udah mau magrib."

"Nanti aja, orang belum magrib juga."

"Ya udah." Mas Galang pasrah, dia memutuskan untuk berbaring diatas dipan, seperti yang tadi Sastra lakukan sebelum dia tiba di sana. Mas Galang menemani Sastra agar tidak lagi sendiri.

For all storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang