part 2

309 40 0
                                    

Aku tersenyum lembut menatap hasil fotonya. Indah sekali, hatiku terasa sedikit memuai.

Kembali melangkah, tungkai ku menyusul dia yang masih belum beranjak. Pemuda itu nampak melamun, kali ini pandangannya tertuju pada batu-batu sungai yang aliran airnya mulai mengering. Satu tangannya dijadikan tumpuan kepala, aku yakin dibalik masker yang kembali dia pakai ada raut sedih yang sengaja disembunyikan.

"Kau tidak apa-apa?" Aku memastikan, ikut jongkok disampingnya.

Jihoon bergeser sedikit menyadari presensi ku. "Tidak, aku baik." Dia berdiri sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan memunggungi ku. Sengaja menyembunyikan air muka.

Aku tau dia bohong. Aku tau dia sedang menyembunyikan diri dari retakan kecil yang perlahan bisa membesar lalu remuk tak berbentuk.
Jihoon itu kuat, terlalu kuat sampai akan hancur karena terlalu lama bertahan. Memasang topeng manis dihadapan semua orang, termasuk ayah dan ibunya. Hatiku bisa merasakan kesedihan itu, pacaran matanya tidak bisa berbohong.

Jujur dengan seluruh kelembutan, aku ingin memeluknya, ingin sekali menyalurkan kekuatan. Memberikan sedikit sandaran, menyangga punggungnya yang lelah membawa banyak beban. Tapi itu mustahil, maksud ku dia mungkin tidak butuh pelukan dari orang sepertiku. Karena aku bukan siapa-siapa.

Menelan ludah, aku berdiri. Bersiap mengutarakan kalimat yang sejak tadi ku rangkai. "Anu, ada yang bisa ku bantu? maksud ku : aku tidak tau harus bagaimana untuk membuat perasaan mu lebih baik. Jadi mungkin kau mau : aku melakukan apa?"

Ah, sialan!

Aku mengutuk diriku sendiri. Lidahku rasanya kelu. Agaknya susunan diksi yang teruntai sedikit berceceran.

"Kau ini bicara apa, sih?" Jihoon tersenyum kecut sembari menggeleng. Seakan tak menyangka dengan kalimat yang ku lontarkan.

"Aku bilang temani aku saja. Tidak lebih."

Semilir angin datang membalut kami berdua. Satu detik kemudian dia memilih untuk menyebrangi jembatan menuju kuil tempat ibadah umat Buddha. Aku mengikutinya tanpa banyak bertanya lagi. Begitu sampai, dia menyatukan kedua tangan di depan dada, matanya memejam perlahan.

 Begitu sampai, dia menyatukan kedua tangan di depan dada, matanya memejam perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tau Jihoon pasti sedang berdoa, terlihat serius dan sangat tulus. Hatiku tergerus sendu, mengingat amin-ku dan amin-nya tidak akan pernah bersatu. Tanpa ku sadari tirta mengalir dari pelupuk mata. Tentang perasaan sepihak ini terasa sangat menyakitkan. Aku menyeka cairan bening yang merembes dipipi. Dalam perasaan yang masih kuyu, aku mengambil ponsel dan kembali mengabadikan gambarnya. Kali ini Jihoon yang biasanya kokoh, nampak begitu rapuh.

Biar aku yang menyimpannya sendiri, aku tidak akan memberitahu pada siapapun. Sisi Jihoon yang satu itu, aku berjanji akan menjaganya.

Setelah selesai dengan urusan ibadah, Jihoon mengajakku menyapa Biksu yang tinggal di sana. Aku meminta maaf tidak bisa ikut masuk, hanya menyapa dari luar. Mereka berbincang sebentar di dalam.Aku duduk dibawah pohon, menatap langit biru yang jernih menyebar luas, menegaskan siang yang terik dan menyegarkan.

Snowdrop || Park Jihoon✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang