IX. Yang Terbaik? [ZeeSha]

914 74 1
                                    

Terhitung satu minggu telah berlalu, dan Marsha masih dengan keterpurukannya. Tepat di hari ini, tujuh hari yang lalu, pacarnya, ralat, mantan pacarnya, sang senior dari generasi tujuh yang sedari awal berhasil mencuri perhatiannya, memutuskan hubungan mereka secara sepihak.

Hubungan yang telah terjalin kurang lebih dua tahun lamanya itu kandas secara tiba-tiba, keputusan Azizi pun mutlak dan dirinya tak punya kuasa untuk menahan sang seniornya tersebut.

"I love you, but i don't deserve you, Sha, i'm a bad girlfriend long away, aku dengan kesibukanku yang selalu gapunya waktu untuk kamu, aku dengan keegoisanku yang suka ngelarang kamu ini itu, kamu berhak dapat yang terbaik untuk bahagia, dan aku bukan yang terbaik untuk kamu"

Kalimat panjang yang Marsha terima, bahkan Azizi mengakhiri hubungan mereka hanya lewat sebatas pesan singkat yang dikirimnya lewat social media, setelahnya Azizi memblock semua social media Marsha,

Tak hanya itu, sang senior pun selalu menghindar jika sekadar bertemu di theater atau kegiatan lainnya, bahkan Marsha sudah berusaha untuk menemui Azizi ke rumahnya, namun nihil, Azizi selalu memiliki cara untuk tidak bertemu dengannya.

Azizi mengambil keputusan tersebut bukan karena tanpa alasan, sudah sebulan lamanya dirinya tidak dapat menemui gadisnya, jadwal pekerjaan yang kian padat mengharuskan dirinya untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain, hingga tak memiliki waktu luang untuk Marsha,

Dirinya kerap mendapati Marsha yang bersedih akibat menahan rindu kepada dirinya, lalu ia juga melihat kedekatan Marsha dan Adel yang ia rasa dapat menggantikan posisinya sebagai pacar yang baik.

Setelah segala cara Marsha lakukan, ia pun sekarang hanya memasrahkan takdirnya, ia percaya jika memang Azizi ditakdirkan untuk dirinya, pasti jalannya akan bersinggungan.

Dan sesuai dengan prinsipnya tersebut, saat ini, entah jika karena memang keduanya jodoh atau hanya sebuah kebetulan,

Setelah latihan untuk show teater sabtu besok, Marsha yang hendak untuk pulang, lift yang tadi sudah hendak tertutup, kembali terbuka dan menampilkan sosok sang mantan seorang diri,

Azizi pun tampak sama berantakannya dengan Marsha, putus hubungan dengan Marsha adalah suatu hal yang juga sangat memberatkan dirinya, belum ada satu hari yang ia bisa lewati tanpa tangis.

Azizi pun terjebak, dia tak menemukan cara untuk menghindari Marsha, pasalnya saat ingin melangkah keluar lift dan membiarkan Marsha yang menaiki lift itu, jalannya dihalangi oleh juniornya itu,

Keduanya hanya diam, berdiri bersebelahan, setelah latihan, keduanya saat ini sama-sama dalam keadaan kelelahan, Marsha pun sedari tadi menimang, namun pikirnya kapan lagi kesempatan ini akan datang?

"We need to talk, Kak", ucap Marsha memandang wajah samping sang mantan yang sangat ia rindukan itu,

"There's nothing to talk", jawab Azizi dingin,

Ting

Pintu lift lalu terbuka, keduanya sudah sampai di basement, walau sebenarnya Marsha hendak untuk turun di lobby, tapi ia membiarkan lift membawanya untuk mengikuti Azizi,

Azizi melangkah keluar lift, Marsha dengan cepat mengikuti Azizi, lalu mengambil tangan sang senior, menahan langkahnya,

"Ini gak adil, Kak", ucap Marsha dengan nada tegasnya,

Keduanya berdiri berhadapan, Marsha masih menggenggam tangan Azizi, menahannya, takut kalau-kalau seniornya itu kembali melangkah meninggalkannya,

"Yang kamu lakuin ke aku," Marsha terhenti mengambil napas sekaligus mengumpulkan keberanian serta menahan tangisnya,

"Mutusin aku secara sepihak,"

"Itu ga adil, Kak" lanjutnya,

Azizi hanya diam, sedikit terkejut, dirinya membiarkan Marsha meluapkan segalanya, ia pikir mungkin setelah ini Marsha akan merasa puas dan bisa melepas dirinya,

"Kalau kamu mutusin aku karena udah gak sayang sama aku, it's fine, it's break my heart a little, but it's fine"

"Tapi kalau kamu mutusin aku, karena menurutmu kamu tau yang terbaik untuk aku?"

"No, Kak Zee, itu ngerendahin aku, aku bisa nentuin sendiri apa yang terbaik untuk aku", selesai Marsha,

Marsha kemudian membawa tangannya untuk membelai surai Azizi, mata yang sembab, kantung mata menghitam, ia usap ibu jarinya pada pipi Azizi yang juga ikut mengecil,

Azizi lalu memejamkan matanya, air mata yang ia tahan sedari tadi berhasil lolos, menikmati kasih sayang yang Marsha salurkan melalui sentuhan pada wajahnya itu,

Azizi membuka matanya, menatap dalam gadisnya,

"Maafin aku", ucap Azizi yang lalu menggigit bibir bawahnya berusaha menahan tangisnya,

Marsha langsung membawa seniornya tersebut kedalam pelukannya, kedua berhambur dalam kerinduan, diam dalam tangis masing-masing, saling mendekap erat.

Setelah merasa bisa menguasai dirinya, Azizi kemudian menarik dirinya dari pelukan Marsha, tetap membiarkan Marsha berada dalam jangkauannya lalu menatap wajah sang penyebab kehancuran dirinya satu minggu ini,

Dirinya lalu merapihkan rambut yang menutupi wajah juniornya itu,

"Maafin aku, Sha", ucapnya kembali,

"Just", Marsha memotong ucapan Azizi,

"Come back to me,"

"Please", lanjutnya dengan suara pelan, dirinya sudah tak peduli jika dianggap mengemis cinta sang senior,

Azizi lalu mengangguk pelan, dirinya lalu memberikan senyum hangat untuk gadisnya itu,

"Marsha, i'm the worst",

"Tapi aku akan berusaha, dan one day, pasti aku akan jadi yang terbaik itu", kata Azizi penuh penyesalan atas keputusannya yang lalu,

Marsha menggeleng mendengar Azizi, "Terbaik atau bukan, aku akan tetep maunya kamu Kak"

Oceans [One Shot Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang