Sean menatap langit dengan tatapan yang ’sendu’. Wajahnya tampak tak bersemangat, bahkan bintang yang sedang bersinar terlihat seperti tidak berarti apa-apa baginya.
Sebuah derap langkah terdengar, Sean memalingkan pandangannya, melihat temannya yang membawa beberapa kertas ditangan.
“Lagian Lo ngapain sih minggat dari panti, ngerepotin Gue aja”
“Lo gak mau nampung Gue nih?” Sean mensiniskan matanya.
Sudah seminggu Sean tinggal di Kosan temannya. Mengingat dirinya sudah berusia tujuh belas tahun, itu sudah umur yang matang untuk menjalani hidup sendiri. Lagi pula, Sean dari kecil memang terbiasa hidup mandiri.
Saat ini Sean baru saja menjadi mahasiswa baru di sebuah universitas bergengsi melalui beasiswa. Otak laki-laki ini memang sangat pintar, terlebih lagi Sean adalah seseorang yang ambisius dalam segala hal, tak heran ia menjadi murid paling pintar di SMAnya dulu.
“Ini yang Lo minta” kata temannya sambil memberikan kertas yang dibawa kepada Sean.
Sean mengambilnya dan melihat lembaran brosur bertuliskan lowongan pekerjaan satu persatu.
Sean bukanlah remaja yang tidak tahu diri, menumpang tanpa melakukan apapun. Niatnya pergi dari panti asuhan untuk hidup mandiri, Ia hanya menumpang disini sampai mendapatkan gaji pertama.
“Ah kecil-kecil banget gajinya” Sean kecewa dengan semua kertas tersebut. “Gak cukup buat ditabung”
“Cuma modal ijazah SMA mau dapat gaji yang berapa? Mentok-mentok juga 4 juta” sahut temannya.
“Gue mau gaji yang ratusan juta sebulan”
Plak!
“Jadi bandar sabu aja sana!” seru temannya sembari menjitak kepala Sean. Sangat tidak masuk akal, pekerja PNS saja belum tentu mendapatkan gaji sebesar itu.
“Emang Lo ada kenalan?”
Pertanyaan itu langsung mendapatkan delikan dari mata temannya. “Udah gila” cercanya kepada Sean yang menganggap serius.
“Gue rela kalo jadi bandar supaya Gue bisa kaya raya”
Temannya menatap Sean lekat.
“Di dunia ini, semua orang pengen kaya. Tapi gak harus kaya gitu juga, Sean Arshaka yang paling ambisius”
“Lo yang paling tau kenapa Gue pengen kaya raya dalam waktu singkat” kata Sean, mata itu menatap temannya yang terlihat sangat kesal padanya.
“Karena Lo benci jadi orang miskin? Karena nyokap Lo meninggal gara-gara Lo gak punya duit? Karena bokap Lo yang ninggalin Lo cuma karena gak mau hidup miskin?”
Temannya menghelakan nafas berat. Sejujurnya ia juga sangat prihatin kepada hidup laki-laki yang berada di depannya, bahkan sangat prihatin. Hanya karena sang ibu yang meninggal, laki-laki itu menjadi pendendam.
“Gue tau dengan kejadian yang menimpa Lo beberapa tahun yang lalu, itu Lo jadikan motivasi biar Lo jadi orang sukses dikemudian hari. Tapi masalahnya adalah, tujuan Lo itu menyimpang”
“Gue tanya, kalo Lo udah sukses dan punya banyak uang. Mau Lo apakan semua uang Lo itu?”
Sean tampak berfikir sejenak, “Bangun panti asuhan,” gumamnya tidak yakin.
“Itu nomor dua. Gue yakin ada tujuan nomor satu yang Lo enggan buat kasih tau Gue”
“Jadi ini intinya Lo ada temen gak? Yang berhubungan sama sabu? Jangan ngajak Gue buat ngomongin yang penting deh” kesabaran Sean perlahan terkikis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEAN ARSHAKA
Teen FictionDi dalam dunia yang penuh cerita tersembunyi, Nasib dan takdir menari di garis tangan yang tercipta. Kematian yang mengintai, nasib dan takdir yang tak pasti, atau mimpi yang tak kunjung nyata. dalam alur kehidupan, kita semua punya bagian dari ceri...