Bab 2

1 1 0
                                    

Hujan berhenti sehingga Renza dapat kembali pulang menuju kediamannya. Ditambah kecepatannya dalam berkendara, agar segera tiba. Ia takut akan ada hujan susulan lagi.

Andai tadi Renza sabar menunggu mungkin ia bisa berkenalan dengan gadis itu. Karena Aluna dengan susah payah merayu gadis itu, sayangnya Renza telah pulang duluan tanpa bilang.

Kediamannya terlihat sepi, "kemana semua penghuni rumah" gumam Renza.

Sepertinya Renza masih belum menerima fakta, keluarganya sudah berpencar.

                           ●●●●●●

Renza mengira itu akan menjadi pertemuan terkahir antara dia dan gadis berhijab. Namun, tebakannya mleset. Ia kembali bertemu disebuah restoran. Tapi sangat disayangkan, gadis itu sedang bersama lelaki.

"Bukannya itu Dzaki ya," batin Renza, segera mendekat kearah meja tepat dimana Dzaki dan gadis berhijab itu memakan hidangannya.

"Hai bro!" sapa Renza

"Cewe lo ya?" tanya Renza, seraya melirik kearah gadis itu.

"Menurut lo?" tanya Dzaki

"Ya mana gue tau bro, lama gak kelihatan soalnya!"

Akhirnya mereka berdua keasikan bercerita,hingga gadis yang mengenakan hijab hitam itu merasa bosan.

"Yaudah aku duluan bro!" pamit Renza.

Renza seakan mengetahui jika gadis itu merasa bosan selama dia melangsungkan percakapan bersama Dzaki. Sangking terlalu fokus membahas bisnis, ia sampai lupa bertanya lebih lanjut tentang gadis itu.

Tidak apalah, pikirnya. Karena bisa saja dikemudian hari mereka dipertemuka kembali. Nanti bisa modus melalui Dzaki, itupun jika mereka tidak mempunyai hubungan yang spesial. Jika gadis itu memiliki hubungan yang spesial, Renza akan memilih mundur jika ternyata gadis itu kekasih Dzaki.

                           □□□□□□□□
Deva Moena nama gadis yang dikagumi oleh Renza. Kini ia duduk dibangku SMA, terlihat memang auranya sangat dewasa. Kemungkinan Renza akan kaget dengan fakta tentang gadis itu.

Bulan telah pergi meninggalkan bumi muncul matahari sebagai penggantinya. Deva kini tengah sarapan bersama Bunda dan Ayahnya. Ia pergi menuju sekolah dengan diantar oleh ayahnya sebelum berangkat kekantor, untungnya arah SMA dan kantornya satu jalur.

Hening, begitulah keadaan saat mereka sarapan dimeja makan. Adiknya yang kini berusia belum genap dua tahun masih terlelap biasanya akan bangun sekitar jam delapan.

"Bun, aku berangkatnya" pamit Deva, sambil mengecup punggung tangan Lastri.

Kemudian berganti ayahnya yang mendatangi bunda, "Bun, ayah berangkat ya!" ucap Roma seraya mengarahkan telapak tangannya.

"Hati- hati ya kalian!" ujar Lastri.

Deva baru saja turun dari mobil ayahnya langsung menuju kelas. Pagi ini adalah jadwal piket Deva, segera ia membersihkan ruangan kelas. Datang teman sekelasnya yang satu jadwal piket, lantas Deva segera memerintahkan mereka untuk membuang sampah ditempat pembuangan akhir sekolah.

**

Jam KMB telah usai, murid serta guru berbondong-bondong pulang. Lantunan ngaji dari arah masjid menemani mereka. Terkadang juga, ketika sudah ashar mereka masih melakukan kegiatan mengajar belajar, berdasarkan waktu salat didaerah ini.

Renza mendapat telfon dari tantenya, Lintang. Ia diperintahkan untuk menjemput Laura di SMA Pendiri Bangsa. Sebenarnya ia malas tapi bahaya jika kakaknya mengamuk.

Setibanya disana, ternyata Laura sedang menunggu dihalte bus bersama Deva. Renza tersenyum ia tidak mengira akan bertemu gadis itu disini.

"Apa aku tawarin dia buat pulang bersamaku?" batin Renza.

Tiba- tiba Laura berbicara membuat Renza terlonjak kaget, " Bang! ngapain ngelamun?" tanya Laura.

Renza hanya bisa diam tak membalas perkataan adik sepupunya itu. Ia malah bertanya, apa tidak sebaiknya teman Laura ikut bersama mereka.

"Ayahnya galak! gak usah ngadi- ngadi lu bang, bisa habis nanti kita" ucap Laura, tidak setuju dengan ucapan Renza.

"Moana duluan ya!" pamit Laura.

Didalam mobil Laura diintrogasi habis- habisan oleh Renza. Dimulai dari nama gadis itu, serta hal lain yang berhubungan.

"Kenapa abang nanyain? suka sama anak SMA nih ye? kaduin tante nanti lu bang!" ancam Laura.

"Hmm serah lu dah! siapa namanya tadi?" tanya Renza lagi.

"Ice cream dulu! baru jawab" ucap Laura.

Akhirnya mereka berhenti di Alfa-indo untuk membeli ice cream,keinginan Laura. Ternyata bukan hanya satu yang diambilnya melainkan langsung lima buah. Kabar baiknya, Renza sultan jadi dompetnya tak akan menipis. Barulah Laura mau mengatakan kembali nama gadis itu.

"Tapi seinget gue tadi lu manggil Moana? jauh banget Deva Moena lu panggil Moana," tanya Renza, heran dengan nama panggilan yang diberikan Laura.

"Waktu itu aku kesusahan buat ngucapin Moena terus aku bilang Moana aja ya! Eh dia mau,yaudah sih orang dianya aja gak masalah gue panggil gitu!" jelas Laura dengan suaranya yang cempreng.

"Oh iya iya. Udah mending sekarang lu diem aja dek! suara lu cempreng banget, mana pake teriak cuman jelasin gitu doang!" balas Renza, kemudian fokus menyetir mobil.

Dengan adanya penjelasan dan titik terang tentang gadis pada malam konser itu. Renza semakin yakin untuk mendekatinya, walau perbedaan usia yang sangat jauh. Menurutnya umur hanyalah angka bukan pemisah dirinya dengan orang yang dicintai dengan setulus hatinya.

Sejak saat itu Renza lebih sering menjemput adik sepupunya kesekolah tidak alasan lain, kecuali hal ini disebabkan oleh Deva. Laura sudah menceritakan pada sahabatnya mengenai abangnya yang menganguminya tapi perkataan itu hanya dianggap candaan oleh Deva.

Sore itu ternyata bukan Renza yang menjemput Laura. Ia tentunya bingung kenapa juga bukan kedua orang tuanya, malah sopir keluarga yang menjemputnya.

Laura Adiva tiba dikediaman ia melihat mobil asing sedang bertengger disana. Laura tidak diberitahu sebelumnya akan ada tamu yang datang. Diruang tamu tidak ada seseorang pun, dimana tamu itu berada membuat Laura bertanya-tanya.

"Apa didapur ya? yaudah deh ganti baju dulu!" batin Laura.

Seseorang tengah mengendap- ngendap memasuki kamar Laura. Ia melihat itu langsung saja membawa sebuah tongkat base ball yang berada disamping kamarnya, memang ruangan sebelah sebuah gudang tempat menyimpan segala alat olahraga.

"Heh ngapain bawa tongkat? mau main dikamar loe?" tanya Renza.

Reflek Laura membuang tongkat baseball itu dan mengelus dadanya, tentu saja Laura kesal.  Ternyata itu Renza bukan seperti isi yang dipikirkan.

"Mobil baru bang? cihuy tiap bulan mobil baru, tapi gak pernah tu bawa cewe jalan" ledek Laura.

"Bacot loe! sekarang gue kesini buat nanya alamat Deva,"ungkap Renza.

Laura pasrah dan memberikan saja alamat itu kepada abang sepupunya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

That Nigth, First!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang