17

444 51 15
                                    

"Katakan padanya, aku tidak ada," ucap Wonwoo dengan suara tenang namun tegas, berharap agar Soonyoung mengikuti perintahnya.

Soonyoung mengangguk patuh dan membuka pintu apartemen dengan hati-hati. Ia hanya membuka pintu sedikit, yang hanya memberikan ruang untuk wajahnya agar bisa mengintip ke luar.

Disana ada Mingyu yang sedang berdiri diambang pintu, tatapannya tertuju pada pintu yang terbuka sedikit, mencoba melihat apa yang ada di dalam.

"Apa Wonwoo ada?" tanya Mingyu dengan suara yang penuh keraguan, mencoba untuk tetap tenang.

Soonyoung berpura-pura memikirkan jawaban, lalu menjawab dengan nada rendah, "Tidak, Wonwoo bilang dia tidak ada di sini."

Mingyu menatap Soonyoung dengan bingung, mencoba untuk berpikir apakah ini benar atau hanya alasan semata.

Wonwoo yang ada diruang tengah mendesah pasrah saat mendengar kata-kata Soonyoung. Wonwoo lupa jika Soonyoung itu bodoh, membuatnya sulit diajak bekerja sama.

Pemuda bermata rubah itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Soonyoung yang masih berdiri sambil mengintip di depan pintu. Ia menarik paksa kerah baju Soonyoung hingga pemuda sipit itu mundur beberapa langkah. Kemudian, tanpa kata-kata, Wonwoo membuka pintu lebih lebar, menatap Mingyu dengan ekspresi datar.

"Ada apa?" tanya Wonwoo dengan suara berat dan tenang.

Sejak kejadian hari itu di toko es krim, Mingyu menyesal karena tidak mengejar Wonwoo dan menjelaskan semuanya saat itu juga. Sebutlah ia terlalu lemah, Mingyu tidak akan menyangkalnya karena itu memang benar. Dan sekarang Mingyu merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk menjelaskan semuanya, untuk membuka hati Wonwoo, dan untuk menyelesaikan apa yang belum terselesaikan.

"Aku ingin bicara padamu," ucap Mingyu dengan suara yang penuh harap.

Wonwoo mengangguk singkat. "Oke, silahkan."

Mata Mingyu melirik ke arah Soonyoung yang masih berdiri di sisi pintu dengan pandangan bertanya-tanya. Mingyu ingin menjelaskan semuanya, namun, ia merasa bahwa percakapan ini harus menjadi sesuatu yang pribadi antara dirinya dan Wonwoo.

"Soonyoung, bisakah beri kami sedikit waktu untuk berbicara berdua?" pinta Mingyu dengan sopan.

"Tidak." Wonwoo menolak tegas, bahkan sebelum Soonyoung sempat menjawab. "Soonyoung akan tetap disini."

"Lalu apa boleh aku masuk? Kita bicara di dalam."

"Tidak." Wonwoo masih bersikeras.

"Kalau begitu ayo kita keluar sebentar, hanya kita berdua." Suara Mingyu terdengar semakin memelas.

"Katakan disini atau tidak sama sekali."

"Baiklah." Mingyu akhirnya menyerah. "Aku hanya ingin menjelaskan yang terjadi saat itu," ujar Mingyu dengan nada pasrah.

"Saat itu? Yang mana?" Wonwoo pura-pura lupa, tetapi ia tahu persis apa yang dimaksud Mingyu.

"Saat itu, di kedai es krim, tentang semua yang dikatakan Chaeyeon itu-"

"Dia benar." Ucapan Wonwoo memutuskan kalimat Mingyu, membuat pemuda tinggi itu terdiam.

"Jangan bahas hal seperti ini lagi, Mingyu," ucap Wonwoo dengan suara yang lelah. "Aku tidak perlu dikasihani. Jangan bicara denganku lagi, pembicaraan kita selesai."

Dengan nada dingin, Wonwoo hendak menutup pintu yang memisahkan mereka. Namun, Mingyu dengan cepat menahan pintu itu, mengejar satu kesempatan terakhir untuk menjelaskan semuanya.

"Tunggu!" cegah Mingyu dengan nada yang hampir putus asa.

"Apa lagi? Semuanya sudah jelas." Wonwoo berkata dengan suara yang datar, meskipun ia merasa sedikit sakit hati karena pertemuan ini.

Boy Next Door [MEANIE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang