19

457 51 1
                                    

Saat ini pukul 2 pagi, dan Wonwoo benar-benar terusik karena suara bel apartemennya yang dipencet berkali-kali, mengisyaratkan si tamu tidak sabar ingin dibukakan pintu. Wonwoo menggerutu sambil mendekati pintu, lalu membuka pintu nya dengan kesal. Siapa yang bertamu di pagi buta seperti ini.

Mata rubahnya membelalak terkejut ketika melihat si tamu yang berdiri didepan pintu dengan sempoyongan.

"Mingyu? Sedang apa kau disini, pulanglah!" usir Wonwoo, ia bisa mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari tubuh Mingyu.

"Aku sudah menunggumu lama, Wonwoo-ya," ujar Mingyu sambil tersenyum sayu.

Tangan Wonwoo bergerak hendak menutup pintu, namun belum sempat pintu ditutup, Mingyu sudah merangsek masuk dan ambruk diatas Wonwoo. Tubuhnya yang lebih besar menimpa Wonwoo hingga mereka berdua terjatuh. Wonwoo meringis kesakitan dan kepalanya terasa pening, pemuda manis lalu mendorong tubuh Mingyu agar menyingkir dari atasnya, kemudian duduk perlahan. Ia menatap Mingyu yang sudah tidak sadarkan diri di sampingnya dengan kebingungan sekaligus terkejut.

Mingyu mabuk. Ini pertama kalinya Wonwoo melihat Mingyu mabuk, bau alkohol yang menguar menandakan Mingyu telah meminum minuman keras dengan jumlah yang besar. Pikiran Wonwoo dipenuhi pertanyaan, sebanyak apa Mingyu minum?

Terdengar suara dering telepon dari saku jaket yang Mingyu kenakan, Wonwoo lalu merogoh sakunya, siapa tau itu adalah teman Mingyu, jadi Wonwoo bisa meminta orang itu membawa Mingyu pergi dari sini. Namun, saat layar ponsel menampilkan panggilan masuk dari Chaeyeon, Wonwoo terdiam sejenak. Ia lalu melirik Mingyu lagi yang masih belum sadarkan diri.

Ada setitik perasaan enggan dalam diri Wonwoo ketika membayangkan Chaeyeon yang akan mengurus Mingyu nanti. Ia akhirnya memutuskan untuk mematikan daya ponsel Mingyu agar Chaeyeon tidak bisa menelpon Mingyu lagi.

Selanjutnya, dengan usaha keras yang Wonwoo lakukan di tengah malam, ia berhasil memindahkan Mingyu dari depan pintu ke sofa panjang diruang tamunya. Sungguh, tubuh besar Mingyu bukanlah sebuah lelucon, tubuhnya benar-benar berat.

Kini Mingyu sudah berbaring dengan nyaman disana, Wonwoo bahkan memberikan bantalan untuk kepala Mingyu dan menyelimutinya. Wonwoo berdiri sambil menatap Mingyu yang sedang tertidur dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia lalu duduk dilantai, sejajar dengan wajah Mingyu.

Wajah Mingyu tampan, Wonwoo mengakui itu sejak pertama kali mereka bertemu. Bahkan saat tidak sadarkan diri, Mingyu masih bisa memancarkan daya tarik sebesar itu. Sifatnya juga, Mingyu sangat periang dan optimis, ia murah senyum dan mudah bergaul dengan semua orang. Siapapun pasti akan terpikat oleh ketampanan sosok Kim Mingyu. Kehangatan dan keramahannya berbanding terbalik dengan dingin dan cueknya Wonwoo.

Wonwoo heran mengapa Mingyu menyukai dirinya yang biasa-biasa saja ini.

"Kenapa kau begitu keras kepala," gumam Wonwoo sambil terus memperhatikan wajah terlelap Mingyu.

Mata Mingyu terbuka perlahan, membuat Wonwoo terkesiap. "Wonwoo-ya," ujar Mingyu lembut, ia juga tersenyum dengan mata yang sayu.

"Y-ya," respon Wonwoo.

"Jangan tinggalkan aku lagi." Suara Mingyu terdengar putus asa, matanya mulai memerah.

Permintaan Mingyu penuh ketulusan dan terdengar memilukan di telinga Wonwoo, membuat perasaan bersalah muncul dalam hati pemuda manis itu. Tetapi Wonwoo masih diam, membiarkan Mingyu melanjutkan kalimatnya.

"Beri aku kesempatan, mengapa sulit sekali menembus tembok itu!" Tiba-tiba Mingyu berseru keras, marah dan juga putus asa.

Mingyu tertawa pahit, lalu berbalik membelakangi Wonwoo yang masih terduduk diam. Entah karena mabuk atau bukan, tapi Mingyu sekarang benar-benar membuat sesuatu dalam hati Wonwoo bergejolak. Perlahan, tangan Wonwoo terangkat naik untuk mengelus kepala Mingyu.

"Maafkan aku," ucapnya pelan. "Ini benar-benar membingungkan, maafkan aku."

Wonwoo akhirnya jujur pada dirinya sendiri. "Aku takut.. masa lalu membuatku sangat takut, aku tidak mau hatiku sakit lagi."

Mingyu tetap diam berbaring disofa sambil membelakanginya. Entah mendengarkannya atau tidak, Wonwoo tidak peduli. Pemuda manis itu tetap mengeluarkan semua isi hatinya dihadapan Mingyu.

"Kau begitu baik, datang dan memberi rasa aman. Tapi aku tetap takut." Wonwoo berhenti mengelus rambut Mingyu. "Aku belum menyukaimu, setidaknya sampai saat ini. Tapi, Mingyu.. "

"Haruskah aku membuka hatiku?"

Malam terus bergulir, dan Wonwoo merasa terjebak dalam pertimbangan yang rumit. Hatinya terbagi antara rasa takut akan masa lalunya yang menyakitkan dan perasaan aneh yang mulai tumbuh terhadap Mingyu. Pemuda itu, yang sebelumnya hanya Wonwoo anggap sebagai seseorang yang sekedar lewat di hidupnya, kini perlahan mulai mencairkan tembok es besar dalam hati Wonwoo.

¤¤¤

Tubuh Mingyu menggeliat pelan di atas sofa, matanya mengerjap perlahan membiasakan cahaya yang masuk kedalam matanya. Setelah matanya terbuka sepenuhnya, ia melihat ke sekililing dan tidak mendapati Wonwoo di manapun. Mingyu beralih menatap langit-langit dengan pandangan kosong, pikirannya melayang pada kejadian semalam.

Mingyu ingat semua yang terjadi semalam, meskipun mabuk berat dan sempat tidak sadarkan diri, ia masih bisa mengingat semuanya samar-samar. Ia ingat bagaimana dirinya meminta Wonwoo untuk tidak meninggalkannya dan semua ucapan Wonwoo.

Pemuda tinggi itu menghela nafas panjang, Mingyu tidak terkejut bahwa Junhoe sangat senang mempermainkan hati orang lain. Tapi dalam hal ini, Wonwoo, orang yang Mingyu sukai, yang jadi korban. Dan si brengsek itu sudah membuat Wonwoo menjadi sangat trauma terhadap percintaan.

"Harusnya saat itu aku memukulnya lebih dari sekali," gumam Mingyu, matanya terpejam lalu satu tangannya terangkat menutupi wajahnya.

Ingatan Mingyu kembali melayang pada kejadian semalam lagi, dimana Wonwoo sepertinya mulai luluh padanya. Senyum kecil terukir diwajah Mingyu, selain kesal ia juga merasa senang karena Wonwoo kemungkinan akan mencoba membuka hati padanya. Dan jika memang benar, bukankah itu hal yang bagus?

"Kau masih mabuk atau bagaimana?" Ucap sebuah suara, membuat Mingyu yang awalnya sedang tertawa kecil membayangkan bagaimana kelanjutan kisah cintanya dengan Wonwoo menjadi buyar.

Mingyu kemudian bangkit dari tidurnya, salah tingkah karena malu. "Ah i-itu, aku sudah tidak mabuk," jawabnya sambil menggaruk tengkuk belakang. "Terimakasih sudah mengizinkan aku menginap disini, Wonwoo."

Wonwoo, pemuda manis yang tadi menegur Mingyu hanya berdehem pelan, lalu menaruh nampan yang berisi sarapan yang ia buat di meja ruang tengah. "Makanlah," ujar Wonwoo datar.

Wonwoo bersikap biasa, seolah-olah semua yang terjadi semalam itu hanya hal biasa. Pemuda manis itu tidak ingin merasa canggung, dan ia merasa saat itu Mingyu juga tidak mendengarkannya, jadi mengapa ia harus merasa canggung.

"Terimakasih."

Setelah menyantap sarapan, Mingyu duduk disofa dengan kebingungan. Haruskah ia langsung pulang, atau mengobrol sejenak dengan Wonwoo. Ia memperhatikan Wonwoo yang duduk didepannya sambil memainkan ponsel.

"Apa ada yang salah denganku?" ujar Wonwoo tanpa mengalihkan pandangannya pada ponsel, membuat Mingyu malu karena tertangkap basah memperhatikan Wonwoo.

"Ti-tidak! Aku tidak memperhatikannmu," elak Mingyu dengan gugup.

Wonwoo meletakkan ponselnya di meja dan mulai berbicara, "Pulanglah, aku harus kuliah."

Ada sedikit perasaan sedih saat Wonwoo mengusirnya, tapi pemuda manis itu benar. Mingyu harus pulang dan membersihkan diri, pakaiannya sangat bau alkohol. Mengapa semalam ia mau menerima ajakan teman-temannya untuk minum-minum.

"Baiklah.. aku akan pulang sekarang, terimakasih sekali lagi Wonwoo."

Dan setelahnya Mingyu benar-benar pergi dari apartemen Wonwoo, ia tidak tau apa yang yang akan terjadi selanjutnya. Tapi ia berharap hal baik akan datang padanya dan Wonwoo suatu saat nanti.

To be continued...

Boy Next Door [MEANIE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang