BATAVIA 1949
Deru suara mesin diesel mengiringi lamunan Antasena Aji Rajasa seorang pria keturunan Belanda - Jawa yang kerap di panggil Sena, wajahnya tampan dengan bibir tipis, rambut kecoklatan dengan style para meenir jaman Belanda. Terlihat gagah dalam balutan jas coklat tua dan topi lingkarannya.
"mau kemana den?" sapa seorang nenek dengan senyum ramahnya pada Sena, untuk beberapa saat wanita tua itu tertegun karena paras tampan Sena yang luar biasa rupawan.
Sena memalingkan pandangannya dari luar kereta lalu menatap wanita tua di hadapannya dengan lembut, "pulang ke desa, ke rumah nenek saya" suara bariton Sena menggetarkan telinga para wanita.
"wah.. Adek ini tampan sekali, kiranya sudah beristri" goda seorang wanita muda yang mungkin cucu dari wanita tua tadi, Sena hanya menanggapi dengan senyuman lantas menggeleng. "saya masih bujangan" mungkin jawaban Sena makin memancing antusiasme sang gadis untuk lanjut bertanya namun Sena lebih memilih menyudahi obrolan dan kembali menatap keluar kereta.
Sore pun menjelang, begitu dia tiba di stasiun Desa Tapak Siji hari sudah mendekati waktu magrib. Seorang pria paruh baya melambaikan tangannya ke arah Sena sembari berteriak "Sebelah sini mas..!" , tanpa banyak bicara Sena langsung menenteng koper kotak kecilnya mendekat. "loh Pakdhe Sujati toh yang jemput saya" sapa Sena akrab sembari memeluk pria paruhbaya di hadapannya, "Aduh Mas.. Makin ganteng aja, saya sampai pangling lihat mas. Mbok Darmi sudah menunggu sampeyan di rumah" Sujati bercerita dengan antusias, lalu membawakan barang milik Sena.
Sujati dengan sigap membukakan pintu mobil antik berwarna hitam dan putih itu untuk Sena, Cucu tunggal nyonya Darmi. Wanita terpandang di desa Tapak Siji. "Si Mbok berpesan pada saya, sampeyan di minta mampir ke makam bapak dan ibu dulu, tapi sudah jam segini mas, besok saja saya antar sampeyan engge.." mendengar itu Sena terdiam, iya, Sena yatim piatu. Ibunya, Kemuning , seorang wanita Jawa tulen yang dinikahi secara sah oleh pria dengan darah penjajah, Tuan Frederic. Ingatan pahit Sena tertarik kembali pada kejadian kelam yang menewaskan kedua orang tuanya, Sena menghela nafas berat. "sudah 7 tahun.. Sudah 7 tahun saya lari dari kenangan itu, Pakdhe" Tatapan mata Sujati yang tadinya fokus mengemudi beralih selama beberapa detik ke spion melihat sang Tuan Muda yang duduk di kursi belakang. "sampeyan kudu bisa Ikhlas mas.. Doa kan saja ibu dan bapak supaya tenang di alam sana, saya yakin sekali mereka bangga sama sampeyan.. Mas kan sudah berhasil jadi abdi negara, seperti cita cita bapak Frederic. Kalau saja Bapak dan Ibu masih hidup.. Mereka pasti bangga sekali mas, melihat perjaka mereka sudah dewasa".
Kata kata Sujati menenangkan pikiran Sena, mobil antik itu melewati jalanan aspal yang tak selalu rata, beberapa warga desa nampak hapal mobil itu lalu tersenyum ramah bahkan beberapa terdengar mengucap, "cucu mbok Darmi sudah datang!" dengan wajah sumringah, warung kopi penuh bapak bapak dan anak muda, jalanan desa dan lampu cempluk yang temaram, rumah rumah penduduk desa yang masih sederhana bahkan banyak yang terbuat dari anyaman bambu. "Desanya masih sama ya, Pakdhe" celetuk Sena sembari mengenang masa remajanya di desa kelahirannya yang asri. "Masih mas, cuma beda Kades saja.. Sekarang mas tebak, siapa Kades nya" Sujati mulai menggoda Sena, "sampeyan aneh aneh saja, saya mana tahu siapa Kades yang sekarang.." sena tertawa.
"Mas kenal dekat dengan Kadesnya, dulu waktu mas kecil seneng mandi di sungai bareng sama dia.. Coba mas tebak" baiklah, Sena mulai bernostalgia sampai sebuah nama tersebut , "Mahesa.." disusul dengan senyum tipis yang merekah di bibir Sena, "Nah itu mas tau.." beberapa saat kemudian mobil itu memasuki pelataran luas sebuah rumah dengan arsitektur bergaya Belanda, rumah paling elite di Tapak siji.
begitu suara mobil terdengar di pelataran, para jongos langsung berlarian dengan sukacita, "Mbok, Den Sena sudah datang.." teriak bahagia seorang pembantu wanita mengumumkan tibanya Sena. Sujati membuka pintu mobil, mempersilahkan sang tuan muda turun. Seorang wanita dengan pakaian kebaya tempo dulu berjalan setengah berlari tergopoh gopoh, "Antasena... Cucu ku!" iya, dia Mbok Darmi, Sena berlari ke neneknya dan memeluknya "Sena sudah pulang nek.. Sena kangen nenek" diciumnya seluruh wajah Sena dengan penuh kerinduan. "kamu sudah besar.. Sudah perjaka.. Dulu waktu kamu pergi, kamu masih segede ini Le..." ujar Darmi sambil mengusap siku Sena, "sekarang Saya sudah 24 tahun, bukan anak anak lagi.. Tapi nenek masih awet muda ya? Masih tetap cantik, seperti dulu" goda sena di jawab pukulan jaim sang nenek. "sudah sudah, Nani.. Bawakan Koper ndoro mu masuk ke kamarnya".Sena berjalan bersama sang nenek masuk ke ruang keluarga, ruangan yang dindingnya di penuhi foto keluarga, barang antik. "kok engga bawa anak gadis juga.. nenek sudah ngebet gendong cicit Le.." keluh Darmi pada Sena sembari membelai rambut cucunya itu, "Saya belum pernah berkencan, di Batavia banyak wanita cantik.. Tapi tidak ada yang seperti nenek" tak mau kalah, Sena balas menggoda. "bocah gemblung.. Besok mampir ke pasar beli kembang buat nyekar ke makam bapak ibu mu"
Sena menoleh ke Darmi, menunduk, lalu tersenyum, "sekiranya besok saya boleh mampir berkunjung kerumah teman lama, nek.. Saya kangen" dijawab anggukan oleh Darmi, "boleh saja.. Asal sesudah kamu nyapa buruh kita di kebun teh, kamu boleh main kemana saja. Si mbok tau kalau kamu masih suka kelayapan seperti dulu" Sena terkekeh mendengar penuturan neneknya lalu menatap sekeliling, "desa kok makin sepi ya.. Apa cuma perasaan Sena saja?" raut wajah Darmi berubah, dia mendadak khawatir.
"sudah 3 bulan banyak kasus orang hilang, si mbok pesen satu hal sama kamu.. Kalau sudah lepas isya jangan keluar kemana mana.. Si mbok cuma punya kamu Le" tutur Darmi sembari mengusap wajah tirus Sena, "hilang bagaimana?" pertanyaan polos itu terucap dari bibir sena membuat Darmi susah menjelaskannya. "sudah ada belasan orang hilang tanpa jejak sejak bulan Juni.. Tidak di temukan mayat atau kabarnya, sudah ada ronda, hansip juga sudah ditambah tapi masih saja kecolongan.." Darmi menghela nafas, mengingat para kenalannya yang juga hilang. "sudah le, jangan di bahas, sudah jam 9 malam loh ini.. Sana mandi, makan malam, terus tidur".
Dengan perasaan yang masih penasaran, terpaksa Sena mengakhiri topik itu, dia masuk ke bilik kamarnya, ranjang yang luas dengan kerangka besi dan tirai putih, dia melepas jasnya lalu merebahkan diri di sana, lelah.. Sangat lelah.. "Mahesa.. Seperti apa wajah mu sekarang? Masihkah kamu mengingat aku? Atau.. Sudah ada wanita... Di hatimu"
To be continue..
Sena :
~ Cucu tunggal orang terkaya di Tapak Siji~ 23 Tahun
~ kekasih Mahesa
KAMU SEDANG MEMBACA
STEAK [BL]
Mystery / Thriller[BOOK KEDUA AUTHOR] I LOVE YOUR BODY AS MY FOOD cerita ini mengambil latar Indonesia tempo dulu, cerita Boys Love plus serial killer. mengambil latar waktu 1949 di desa Tapak Siji yang mulai mencekam setiap harinya karena kasus orang hilang yang ta...