Hari ini genap 7 hari setelah pertemuan itu, esok pagi adalah hari dimana Mahesa mengucap akad di depan penghulu untuk menghalalkan Tantri sebagai istrinya. Panggung Pewayangan sudah siap di pelataran rumah Mbok Darmi yang luas, sudah seratus persen tenda pernikahan lengkap dengan dua janur kuning di depan gerbang berdiri sebagai ucapan selamat datang pada tamu esok hari. Sena sudah tidak sanggup untuk menangis, dia diam diam mencuri kunci mobil dari Sujati, dia pun sudah menyogok centeng yang berjaga berniat kabur ke rumah Mahesa, rupanya rencana Sena berjalan mulus atau terbilang sangat mulus hingga mencurigakan.
Mobil antik hitam itu melaju di jalan tanah kampung Tapak Siji yang ramai, tak lama kemudian mobil itu berhenti di pelataran rumah sang kepala desa, Mahesa. Sena yang sudah memakai pakaian adat jawa lantas turun dan berlari masuk ke dalam rumah menerobos orang orang yang sedang sibuk mempersiapkan hajatan besar di hari itu.
"Mahesa! Di mana kau?" Seru Sena gelisah masuk paksa ke kamar Mahesa, di sana Mahesa berdiri di depan cermin dan sudah memakai pakaian pernikahannya lengkap dengan kalung melati dan memegang sebuah keris. Sena tertegun, bukankah dia janji akan lari dengan Sena apapun yang terjadi? Sejak jam dua belas malam Sena terjaga menunggu Mahesa siap membawanya kabur keluar Tapak Siji, tapi tidak..
"Ndoro.. maaf, saya tidak bisa menepati janji.." seolah seluruh dunia Sena mulai runtuh, Mahesa berusaha menggapai pundak Sena namun Sena menepis tangannya. "Kau ingkar.. Mahesa.." Sena menatap tajam, netranya gemetar, bibirnya tergigit, dan tangannya terkepal kuat. "Tapi saya lakukan ini semua untuk melindungi kamu, Ndoro. Saya mohon sampeyan harus mengerti.." mendengar itu Sena lantas menggeleng kuat, menolak mendengar alasan apapun yang keluar dari bibir Mahesa.
"Ku langgar segala batasan demi dirimu, ku lawan nenek ku demi kau.. dan ini yang ku dapat darimu"
"Tolong dengarkan saya, meski hanya satu kali... tolong mengerti.."
"Mengerti apa?! Apa yang harus ku mengerti?! Kau putuskan untuk mengingkari janji mu, kau biarkan aku menunggu mu menjemputku dengan mimpi yang semakin menggila di kepala ku dan saat ku tahu kau tak akan pernah datang.. kau hancurkan segalanya!"
"Sshh... Ndoro.. Ndoro lihat mata saya, tolong beri saya waktu, saya janji akan tetap setia padamu meski saya menikahinya" Mahesa menangkup wajah Sena dan kening mereka bertemu. "Saya janji cinta ini tak akan terbagi.. saya akan kembali pada Ndoro dan hanya untuk Ndoro, tolong mengerti.." Mahesa mengecup kening Sena, kecupan yang lumayan lama sebelum Sena memejamkan mata lalu mendorong mundur Mahesa.
"Jangan kau harap aku akan mempercayai janji manismu"
Sena langsung pergi tanpa memperdulikan teriakan Mahesa yang menyuruhnya berhenti, Sena menaiki mobilnya lagi dan kali ini dia berkendara ke rumah pohon tempat dia menghabiskan waktu masa kecilnya bersama Mahesa. Entah karena terlalu marah atau apa, Sena membakar tempat itu. Beruntung api tak menjalar ke perkebunan kopi milik keluarga Sena yang luasnya berhektar hektar itu.
Sena berdiri mematung, memandang api melahap habis semua bagian rumah pohon itu beserta kenangan indahnya bersama Mahesa. Di lain sisi, Mahesa dan iringan pengantin sudah tiba di rumah Mbok Darmi dan acara pernikahan dilaksanakan dengan adat Jawa kental, suara riuh megah pernikahan itu terdengar hingga tempat Sena berdiri memandangi segalanya hancur.
Sena membuka bagasi mobil dan menemukan beberapa botol arak di sana, dia minum minum sambil duduk di dalam mobil, menangisi segala kemalangan dalam hidupnya, sendirian hingga dia tertidur. Saat dia bangun hari sudah sangat gelap, dia melihat ke arah arloji perak di tangannya dan mengusap kelopak matanya. "Sudah larut... pasti di sana masih ada pewayangan.." Sena menghela nafas lalu bersandar di kursi penumpang, merenggangkan ototnya lalu menatap sekeliling, gelap gulita, hanya ada jalanan sepi dan beberapa lampu kecil yang redup. "Apa aku pulang saja ya?" Pikir Sena sembari membenarkan pakaiannya yang berantakan, lalu dia menggeleng. "Tidak, lebih baik aku tidur di mobil ini saja dari pada aku harus pulang dan melihat wajah mereka.." Sena mengangguk mantap memaksakan diri untuk menjadi pemberani meskipun dia takut jika ada memedi yang iseng padanya.
Karena malam semakin larut, udara pun semakin menusuk kulit, Sena menyalakan mesin mobil dan melaju lambat menyusuri jalanan gelap di tepi kebun. Dari kejauhan dia melihat mobil putih terparkir dengan mesin menyala, Sena penasaran, dia akhirnya memarkir mobilnya agak jauh dan tersembunyi, dia berjalan mengendap endap di semak dan mencuri lihat, sepasang muda mudi tengah bercumbu di gelapnya malam. Sena menghela nafas jijik dan mengambil langkah mundur namun kemudian dia mendengar si wanita berteriak, bukan desahan tapi teriakan kesakitan yang terpendam di susul suara keras.
BRAK!!
"T-tolong!! Ughh!! Lepaskan saya! Le-lepas!!!"
Bukannya berhenti, sang pria malah menjambak kasar rambut wanita berkebaya hijau itu dan menghempaskan wajahnya ke tanah dengan sangat keras hingga sang wanita pingsan.
"Sungguh merepotkan.." ucap sang pria dengan kemeja rapih berwana putih dan tuxedo berwarna coklat tua itu sambil menendang tubuh wanita yang terkapar lemas di tanah.
"Hey.. bangun.. kita belum selesai bersenang senang, kau bilang akan memuaskan ku kan?? Kenapa malah tidur.."
Si pria berjongkok, tangannya dengan jijik menyingkap rambut dari wajah wanita itu dan dia menyeringai. "Sayang sekali... wajah yang kau banggakan hancur karena sebuah batu.." terlihat darah menempel di ujung jarinya namun dia tak membersihkannya, dia malah menjilat dan memiringkan kepalanya puas. "Surti... kau wanita yang baik, tapi sayang sekali... kau malah berakhir terpikat dengan ku"
Sena mendekap mulutnya saat dia melihat sisi dari wajah sang pria berambut pirang itu, William...
Sena melihat sisi lain dari William, pria yang terkenal sangat baik di Desa ini, pria yang bahkan halus tutur kata dan tindakannya, pria yang selalu membantu semua orang... pria yang sama dengan orang di hadapannya.. William mengambil sebuah kapak yang dipakai memotong kayu dari bagasi mobilnya dan dengan tega memenggal kepala korbannya.
"Lebih baik segera ku olah, dia mudah sekali mati.. dagingnya jadi kurang segar" William menenteng kepala itu dan mengecup bibirnya. "Blehh! Rasanya pun sama.. gumpalan kosmetik.." dia memasukkan kepala itu ke kantung hitam dan melemparnya ke bagasi, lalu mulai mengurus bagian tubuh yang lain, William mulai menyayat, memotong, dan tanpa meninggalkan sedikitpun bagian di sana, dia memilah daging yang baik dan semua dia lakukan dalam waktu cukup singkat. Sena mual melihat semua itu, dia harus menahan diri.. bahkan suara nafasnya pun bisa William dengar jika suara jangkrik tak menutupi.
"Baiklah... selesai~" ucap William sambil melepas sarung tangan plastik yang dia pakai dan melihat pakaiannya. "Padahal aku baru beli... ah sial.." William melepaskan kemeja dan tuxedonya lalu membakar semua itu beserta pakaian yang di gunakan Surti, kemudian dia berbalik mengambil kapak dan mengguyurnya dengan sebotol air, Sena mengambil langkah mundur namun sial dia menginjak ranting kering.
KRAK!!!
"Wah wah wah... rupanya ada tikus kecil yang mencuri lihat di sini..." William tidak berbalik, dia masih mengusap kapaknya, Sena panik, hanya satu kata di pikirannya.
LARI
tapi kakinya terlalu lemas, dia memaksakan diri untuk bangkit, masih dengan sisa pengar dari arak, dia berlari.
Ayo lari Sena, lari demi hidupmu!
"Kemana kau... tikus kecil!!! HAHAHAHAHHAHA..."
Drap, Drap, Drap
Sena berlari
Apapun yang terjadi jangan toleh ke belakang!
Jangan...
Toleh...
Ke - be..la..kang...
Di sana William mengejar, dengan Kapak yang dia seret di tanah, Sena berlari tak karuan, dia berusaha membuka pintu mobilnya namun jari jemarinya gemetaran, William semakin dekat dan akhirnya Sena berlari ke arah perkebunan, hujan deras tiba tiba mengguyur tanah Tapak Siji, anyir darah terbawa menusuk hidung Sena dan nafasnya semakin menggila.
Aku tak ingin mati!!
Teriak Sena dalam hati sambil terus berlari, Tiba tiba dia tak mendengar suara sepatu lain di belakangnya, dia melihat dengan ekor matanya, William tak ada, dia berhenti, menghela nafas lega dan..
SRAK!!
Kapak itu berada di depan mata Sena saat dia menoleh ke depan, William tersenyum lebar...
"KEJUTAN...."
KAMU SEDANG MEMBACA
STEAK [BL]
Mystery / Thriller[BOOK KEDUA AUTHOR] I LOVE YOUR BODY AS MY FOOD cerita ini mengambil latar Indonesia tempo dulu, cerita Boys Love plus serial killer. mengambil latar waktu 1949 di desa Tapak Siji yang mulai mencekam setiap harinya karena kasus orang hilang yang ta...