STEAK [BAB 2]

65 5 0
                                    

Ayam jantan berkokok bersahutan, sinar matahari hangat menerobos tirai dan membelai kulit Sena yang masih setia dengan gulingnya. Tiga orang pembantu wanita masuk ke kamarnya, dua di antaranya membuka tirai sementara seorang lagi menata sarapan Sena di meja. "selamat pagi Ndoro, silahkan sarapannya sudah siap" ujar Nani, istri Sujati, jongos yang merawat rumah ini dan juga yang mengasuh sena sewaktu kecil. Nani membelai wajah sena dengan lembut lalu bergumam "kamu masih saja sama seperti dulu, susah di bangunkan.." Nani terkekeh, Sena membuka matanya. "budhe... Saya telat bangun ya? Hoam.." sena menguap dan merenggangkan tubuhnya.

"sarapan dulu Ndoro, nanti jam delapan sampeyan di antar suami saya ke Kebun Teh" Nani mengikat kelambu di ranjang besi Sena, menyiapkan sepasang sandal untuk Sena turun dari ranjangnya lalu memberinya segelas air hangat. "nasi goreng telur ceplok" mendengar ucapan Sena, tiga pelayan itu terkekeh. "wah mas sena masih hapal ya? Padahal sudah 7 tahun engga pulang" celetuk Tantri, putri tunggal Nani dan Sujati yang menyita perhatian Sena. "Tantri kan?" tebak Sena sambil menunjuk gadis muda di depannya, lantas Tantri mengangguk tanpa menatap mata Sena. "iya mas, syukurlah kalau mas Sena masih ingat saya" Tantri juga salah satu teman masa kecil Sena dulu, semasa SMP mereka terkenal nakal bersama Mahesa juga.

Sena turun dari ranjang, duduk di kursi kayu dan memakan sarapannya. Dua pelayan pergi meninggalkan Tantri yang masih menyiapkan pakaian untuk Sena kenakan hari ini, "sampeyan sudah ketemu mas Mahesa?" tanya Tantri tanpa menatap ataupun menoleh ke Sena. "belum, rencananya saya akan bertemu Mahesa setelah menyapa para buruh Kebun Teh nenek" mendengar jawaban Sena, Tantri hanya mengangguk lalu dia merogoh sakunya dan memberikan sepucuk surat pada Sena. "dari Mas Mahesa" Sena langsung meletakkan sendok yang dia pegang dan membuka surat itu terburu buru.

Senyum Sena merekah, hanya kalimat singkat dari Mahesa.

"aku dengar dari warga kalau kamu sudah kembali, aku pikir hanya kabar burung saja. Jika Ndoro Sena berkenan untuk bertemu, saya akan menunggu di tempat kita biasa bermain semasa remaja.. Sahabatmu, Mahesa"

Melihat senyuman Sena yang semakin melebar membuat jiwa jahil Tantri kambuh, dia lantas menggoda Sena dengan celetukannya "Mas Mahesa nulis apa toh kok Mas Sena senyum senyum begitu.. seperti surat cinta saja" kemudian terkikik dan keluar dari kamar Sena, meninggalkan Sena yang terpaku pada kalimat Tantri. "surat cinta.." gumam Sena lirih.

Tepat jam delapan pagi Sena berpamitan pada Mbok Darmi untuk menyapa para buruh pemetik teh, dia sangat tampan seperti biasanya, kali ini bukan dengan Mobil tapi andong. Sena ingin menikmati udara pedesaan dan pemandangannya, dia naik dibantu Sujati lalu mereka pergi. Di perjalanan ada banyak warga menyapa Sena, "Mas Sena, monggo mampir..." sapa beberapa ibu ibu menenteng bakul saat Andong Sena lewat. 15 menit kemudian mereka sampai di kebun teh yang sangat luas, para pekerja sibuk menimbang hasil yang mereka petik sejak pagi tadi, saat Sena turun dari andongnya, mereka langsung mendatanginya dan memberi salam.

"Gusti.. Mas Sena sudah perjaka saja, dulu masih suka main kejar kejaran di sini. Makin ganteng juga" seorang pria terkesima menatap Sena lalu menunduk, Sena hanya tersenyum dan menatap sekeliling. "46 orang.." gumam Sena, "kata Nenek ada 50 pekerja di si sebelah sini, empat orang lagi kemana?" Sena menoleh ke Sujati, mencari jawaban. "a-anu ndoro.." seorang gadis membuka suara, menyita perhatian Sena. "empat buruh lagi hilang, tidak ada kabar.. Polisi dari kota dan aparat desa sudah berusaha mencari tapi engga ketemu, ndoro" wanita itu nampak gelisah dan takut di saat yang bersamaan, Sena yang mengerti lantas mengusap pundak gadis itu dan berkata "saya akan berusaha membantu mencari orang yang hilang di desa ini sebisa saya" nampaknya ucapan Sena cukup melegakan bagi semua orang, mereka langsung tersenyum sumringah lalu berterimakasih pada Sena.

Sekali lagi Sena terhanyut dalam pikirannya, dia sudah menjadi polisi di kota, walau bukan berpangkat tinggi. Sena bisa di bilang seorang intel yang sedang vakum namun tanpa di sangka malah ada kasus di kampungnya, Sena melangkah ke arah kandang kuda di sebelah timur kebun teh yang luas, dekat padang rumput segar. "Mas Sena mau menunggang kuda?" pertanyaan Sujati membuyarkan lamunan Sena, Sena mengangguk. "saya ada janji dengan Pak Kades" jawab Sena dengan senyum tipis membuat Sujati penasaran, rupanya sang Tuan Muda masih saja merindukan sahabatnya. "sebentar mas, saya siapkan dulu pelana kudanya" Sujati langsung menyiapkan seekor kuda berwarna coklat dan memasang pelana di punggung kuda itu, setelah siap, pintu kandang di buka dan Sena menaiki kuda itu.

STEAK [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang