STEAK [BAB 3]

48 4 0
                                    

Hari itu Restoran lumayan ramai, kebanyakan pelanggan di sana adalah keturunan Eropa, harga yang di patok dari setiap menu pun tak terlalu mahal. Sena duduk nyaman di kursi kayu sambil menatap interior restoran itu, Mahesa senang Sena menikmati ini dengan baik. "kamu suka tempat ini?" Mahesa menatap Sena dengan lembut penuh kasih sayang, dijawab anggukan oleh Sena. tak lama pesanan mereka tiba, William sendiri yang mengantarkan pesanan mereka dan dia ikut duduk di antara Sena dan Mahesa. "selamat menikmati" ucap William sambil menuang anggur merah di gelas, "terimakasih.. Nampaknya desa sudah mulai berubah ya" Sena mulai menikmati sepotong steak daging itu, steak yang terasa lebih lembut dan berserat, berbeda dengan steak yang sering dia makan saat di Batavia.

"terbuat dari daging apakah Steak ini? Mengapa sangat nikmat dan lembut.." Sena dengan antusias memakan sepotong demi sepotong Steak itu, Mahesa senang melihat kekasihnya menikmati hidangan dengan bahagia. "lah iya, dari daging apa toh steak nya? apa kamu engga rugi kalau setiap hari beli daging sapi dari kota untuk di jual di desa dengan harga lebih murah?" Mahesa mulai menikmati steak miliknya tak lupa dengan anggur merah juga, "mengapa saya takut rugi.. Saya senang melihat orang orang di Tapak Siji begitu menggemari Steak buatan saya" ucap William dengan sopan dan lembut, "itu terbuat dari daging istimewa yang segar, tentu daging yang halal untuk kalian makan" nampaknya meenir satu itu sudah cukup baik berbaur dengan semua orang di Tapak Siji.

saat mereka sedang asik berbincang, Sujati berlarian dengan panik menghampiri Sena lantas berbisik pada telinga kanan Tuannya itu dengan nafas terengah engah. "ampun ndoro, Si Mbok ingin Ndoro cepat pulang.." Sena lantas segela berdiri dan menatap Mahesa, "saya pamit pulang dulu, Mas Mahesa, nanti sampeyan di jemput Pakdhe Sujati di sini. Permisi", Mahesa meraih tangan Sena "ada apa?" mata Mahesa bergerak gelisah menatap netra Sena, Sena memberi senyum lembut lalu pergi tanpa mengatakan apapun bersama Sujati meninggalkan uang di atas meja.

William menepuk pundak Mahesa yang terdiam menatap kepergian Sena, "mungkin ada masalah keluarga, jangan khawatir.." mendengar itu Mahesa harap harap cemas, "bagaimana aku tidak khawatir.. Mbok Darmi orangnya keras dan tegas.. Kalau kalau Sena di pukul bagaimana?" William malah terkekeh melihat wajah khawatir Mahesa, "kamu ada ada saja, Sena sudah tumbuh dewasa, dia bisa menjaga dirinya sendiri.. Sudah jangan berpikir terlalu jauh, ayo temani aku minum" .

Di rumah, Mbok Darmi duduk di kursi goyangnya, Nani sudah di sana memijit kaki Mbok Darmi. "sabar mbok.. jangan marah terus, nanti tekanan darah sampeyan nambah tinggi.." Nani berusaha menenangkan emosi Darmi yang tak karuan itu, Sena masuk setengah berlari, langkah nya terhenti saat melihat Darmi meremas sebuah kertas dengan kasar. "Sujati, Nani, Tantri.. Tinggalkan Sena di sini bersama ku" lantas mereka pergi dari ruangan itu, Sena dengan ragu mendekati neneknya dan duduk di lantai memijat kaki sang Nenek. "Sena" Sena mendongak merespon panggilan neneknya, tangan Darmi membelai rambut Sena lalu setetes air mata mengalir di pipinya, melihat itu Sena langsung menghapus air mata neneknya dengan lembut. "hubungan seperti itu salah Le... Sampeyan dan Mahesa itu sama sama laki laki" kini Sena lemas saat Neneknya sudah mengetahui semua rahasia itu, Sena bersimpuh memeluk neneknya "maafkan saya Nek, saya sudah sangat mencintai Mas Mahesa.. Sejak saya remaja.. Saya tidak bisa melupakan cinta saya, bahkan cinta itu semakin besar setiap harinya. Apa yang harus saya lakukan nek.." tangis Sena pecah di pangkuan neneknya, airmatanya membasahi kain batik itu.

jemari keriput Darmi membelai rambut Sena, "si mbok tau perasaan kalian, tapi Le, dunia punya norma dan kalian punya agama.. Hubungan kalian tetap salah.. Lepaskan Le.. Sebelum kamu dan Mahesa saling hancur karena masyarakat, sing legowo ngge.. Sing ikhlas.." sesuatu telah di rampas paksa, hancur berkeping keping, Sena menggeleng kuat. "saya tidak bisa.." Darmi mengelus pundak Sena dan menepuknya beberapa kali, "Si Mbok tidak ingin kamu hancur, maafkan Si Mbok kalau langkah yang Mbok ambil akan menghancurkan hati kamu, Le.." Darmi menghapus air matanya lalu mendongak, "Nduk Tantri.." dengan suara bergetar Darmi memanggil Tantri masuk, Tantri segera memasuki ruangan dengan kepala menunduk. "ngge Mbok.." dia bersimpuh di lantai, lalu Darmi memberikan kertas itu pada Tantri.

STEAK [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang