12

73 7 1
                                    


Flashback.

Iva berjalan lunglai menuju depan kantor, disana sudah ada Deo menunggu dengan motor sportnya. Lelaki tampan itu mengerutkan keningnya begitu melihat ekspresi wajah Iva. Seperti belum bayar cicilan rumah selama berbulan-bulan.

"Jelek banget tuh muka? Diomelin Fidel apa gimana hm?" Tanya Deo setelah Iva berdiri dihadapannya.

"Brisik lo De. Gue lagi mikirin Fidel nih. Gila kerja banget, takutnya dia malah jatuh sakit." Ungkap Iva  menjawab keheranan Deo tadi.

"Yaelah lo kek nggak tau temen lo aja gimana. Udah biasa doi mah, kerja nggak ingat waktu." Ujar Deo merespon kecemasan Iva.

"Cuman satu yang nggak dia lupain, yaitu Key. Mana pernah lupa dia sama pacarnya." Lanjutnya cengengesan.

Iva mendelik tajam pada Deo. Dasar lelaki, selalu saja bisa bersikap santai menghadapi masalah. Tapi kalau sedang marah ataupun disaat tersinggung, bisa berubah sembilan puluh derajat menjadi setan.

"Udah, tenang aja. Fidel baik-baik aja, dia tahu porsi tubuhnya sendiri." Kembali Deo menenangkan Iva. Namun kali ini lelaki itu tersenyum, begitu manis sampai membuat Iva sesak nafas.

BUGH!

Iva memukul Deo untuk menghalau rasa salah tingkahnya. Iva tidak mau memperlihatkan dirinya kalau ia tengah terpesona dengan laki-laki dihadapannya ini. Mau ditaruh dimana mukanya bisa-bisa Deo besar kepala.

"Lo kenapa mukul gue sih? Dasar cewek." Gerutu Deo mengusap lengannya yang dipukul Iva.

"Lo sih ngapain ajak gue jalan hari ini? Kenapa nggak besok aja atau lusa gitu?" Kesal Iva malah menyalahkan Deo.

"Lahh lo bilang hari ini bisa. Gimana sih? Malah jadi nyalahin gue." Protes Deo tidak terima disalahkan.

"Lagian ini film kesukaan lo. Hari ini terakhir tayang di bioskop." Sambungan sambil memperlihatkan tiket film.

"Iya sih tapi kan.. Fidel..? Duh De gue nggak tega ninggalin Fidel sendirian dikantor. Pasti dia cape sama bosan." Ujar Iva tidak bisa menghalau kecemasannya atas Fidel.

"Eh beruk. Kenapa lo jadi lebay gini? Nggak biasanya. Lagian lo cuman ninggalin Fidel buat nonton bioskop doang nggak ditinggal mati." Cerocos Deo merasa jengkel dengan keanehan Iva.

"Bacot ya lo babi." Tidak terima ditanyain lebay, Iva menjambak rambut Deo. Membuat lelaki itu kesakitan.

"Lepasin Va, lepas. Lo mah kebiasaan."

"Bodomat. Gue kesel sama lo."

Disaat sepasang insan itu berdebat, sebuah mobil lewat dan berhenti tidak jauh dari keberadaan mereka. Terlihat Aditya turun dari mobil sambil membawa paper bag ditangannya. Aditya tersenyum begitu melihat lampu masih menyala di ruangan Fidel.

Kemudian lelaki sholeh ini berjalan lebih jauh memasuki kantor. Mengetahui berat dan susahnya menjadi seorang CEO diusia muda membuat Aditya kagum pada sosok Fidel. Kedatangannya kesini, berguna menemani Fidel dan membawa cemilan untuk mengganjal perut.

"Itu si Adit Adit itu bukan Va?" Mata Deo mengkap sosok Aditya yang berjalan memasuki kantor.

"Lahh iya pak Adit." Sontak Iva juga menoleh kesana dan melihat Aditya.

"Ngapain ya pak Adit dijam segini ke kantor?" Gumam Iva masih mampu didengar Deo.

"Dekat dia sama Fidel? Apa cuman sebatas rekan kerja aja." Tanya Deo ingin tahu.

"Setahu gue sih ya cuman sebatas teman kerja aja. Lagian pak Adit, cowok baik-baik tau batas. Dia juga ramah, pintar ngaji pula." Jawab Iva menilai sosok Aditya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ILYSBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang