Semenjak ku tahu hubungan nya dengan wanita bernama Halisa, aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk menjauh darinya. Bukankah waktu itu dia masih punya hubungan dengan aku? Rasanya sakit sekali mendengar perkataan nya di depan aula pesantren, namun tak kudengarkan sama sekali, aku pura pura tak mendengar, aku tahu kalau mereka sedang membicarakan tentang hubunganku dan Ahsan. Siapa lagi kalau bukan Risma dan teman-teman nya, dari awal memang mereka tak menyukai ku, sejak aku memberikan hukuman untuk membersihkan kamar mandi. Mungkin mereka tidak terima, tapi mau bagaimana lagi, ini tugasku menjadi pengurus, aku begitu juga karena peraturan yang tak kubuat-buat sendiri. Melainkan dari lurah pondok dan bersumber dari Abah Yai. Misalkan ada santri lain yang tidak berjamaah pun hukuman nya sama, disini peraturan diberlakukan untuk semua santri, tak pandang anak siapa, atau berasal dari keluarga kaya maupun miskin. Siapapun yang melanggar aturan pasti akan mendapatkan hukuman. Salah satu sulit nya menjalankan tugas seorang pengurus ya seperti ini, terkadang tidak disukai Anak-anak, bahkan terkadang wali santri yang kurang terima. Padahal kami memberikan sanksi kepada anak-anak itu sudah melalui prosedur yang tepat.
Aku beranjak keluar dari Aula, karena mungkin teman-teman lain sudah menunggu ku ngaji di ndalem. Kali ini Ibu Nyai sudah kundur dari Kudus, ngaji sudah aktif lagi. Setoran ku sudah dua halaman dari kemarin belum disimak Bu Nyai karena libur. Aku kembali menikrornya agar tidak lupa dan lancar nanti unjuk disimak. Menjaga ayat yang sudah dihafalkan, itu juga berat. Apalagi kalau sampai lupa tidak di darus lagi, pasti nanti rasanya sulit seperti baru saja menghafal, tapi kalau sering di darus terus, pasti akan lanyah dengan sendirinya. Begitu pesan Ibu Nyai, Ibu nya Ning Alya. Namun yang terkadang saya sayang kan, Putri Bu Nyai tidak ada yang menjadi Khafidhoh, mereka justru memilih sekolah formal, milih kuliah aja tidak sambil menghafal Al Quran,, padahal sebenarnya kan lebih mudah untuk mereka menghafal, ada Ibu yang selalu siap membimbing , menyimak dan memantau setiap saat. Ya begitulah, prinsip Ning Alya dan Ning Rahma sama, tidak ingin menjadi Khafidhoh, alasannya, takut tidak sanggup menjaga katanya, Ning Alya kuliah di bidang sastra, Ning Rahma ambil jurusan kedokteran, dan sekarang beliau sudah menjadi dokter di RS umum Semarang . Tinggal di Semarang juga ikut suaminya.
Yah, begitu lah ilmu, tidak bisa diwariskan begitu saja, wajib cari sendiri. Kalau pun Ibu nya Khafidhoh, tidak bisa anaknya langsung menjadi Khafidhoh, tetap harus menghafal dan belajar sendiri , karena ilmu tidak seperti harta yang sewaktu-waktu bisa diwariskan begitu saja." Nad, ayo masuk. Pintu ndalem udah dibuka loh ".
Sapa Mbak Mut seraya menepuk pundak ku." Nggih mbak, sebentar lagi nyusul, masih dua ayat lagi selesai nih ", sahutku sambil membuka mushaf lagi.
" Loh.. Kamu kan udah lancar tadi malam sudah tak semakke to, " Balas Mbak mut yang sekarang menjadi lurah pondok.
" Takut nanti lupa mbak, " Jawabku sambil mesem.
" Ya udah aku duluan Nad, semangat ya "
Semangat Mbak Mut selalu bikin aku tambah Kuat, kuat untuk melupakan Ahsan juga.
Waktu aku melangkah kan kaki dari Aula, tak sengaja melihat Ahsan lewat di depan ndalem, menggendong Gus Azka, Putra Gus Ilman dan Ning Khusns. Masya Allah,, cobaan apa lagi ini mana dia keren banget, pakai kaos pondok di tutup dengan jaket hitam dan sarung coklat bertuliskan Al Istiqomah. Jalannya begitu santai sambil ngajak bicara Gus Azka. Mereka saling tertawa, memang Gus Azka sering ikut Kang Ahsan, mungkin karena dia penyayang anak-anak dan suka ngajak bercanda, jadi si kecil Azka nyaman dengannya.
Rasa hati ingin mundur aja kebelakang biar tidak berpapasan dengan makhluk itu, tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur disini. Nanti malah ketahuan aku menghindari dan dikirain salting lagi. Iihhhh, bodo amat, aku lanjut aja perjalanan, toh kita nggak sengaja ketemu. Sudah kutahan diri untuk tidak gerogi dan deg-degan. Tapi usahaku zonk, pas berada didepan nya, MasyaAllah,, perasaan apa ini campur aduk jadi satu, malu, deg-degan, tapi tak bisa dipungkiri kalau sebenarnya aku ingin memandang nya lebih lama. Astaghfirullah,, ingat Nad, dia bukan siapa-siapa kamu.
Aku berjalan menundukkan pandangan. Seolah tak bertemu siapa siapa, tapi usaha ku gagal lagi, Gus kecil ku melihat ku dan menyebut namaku,
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahta Dibalik Kalam Ilahi
ContoDibalik Kalam ilahi, tersimpan tangis yang begitu sakit, disetiap kalimat nya, ada makna kehidupan yang tersimpan. Tiada satupun yang dusta,karena sumber nya adalah dari sang Maha benar. Nadia ilmani, seorang gadis suci yang rela mengorbankan perasa...