Takdir memang tidak dapat ditebak, dulu mereka selalu berada di kelas yang sama, SD, SMP, SMA, dan berpisah saat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, sepanjang pertemuan mereka, tidak lebih dari sebatas teman kelas yang tidak bicara jika tidak ada hal yang penting. Jika tak sengaja bertemu di jalan pun mereka akan saling mengabaikan.
Tapi kali ini bukan tentang kelas lagi, sekarang mereka berada di atas ranjang yang sama serta status yang terhubung. Ya, mereka sudah menikah. Walaupun demikian, tidak ada yang berubah–interaksi mereka masih sama seperti jaman sekolah.
“Jun, wanitamu tadi datang,” ucap wanita yang berstatus istri sambil bermain ponsel–bersandar di headboarb ranjang dengan gaya tidak peduli seperti biasanya.
Sang suami tidak mengacuhkan laporan sang istri, dia tetap berkutat dengan laptop yang ada di atas bantal dalam pangkuannya.
“Dia bilang dia hamil.”
Mendengar itu barulah dia menoleh cepat. Keningnya mengernyit, mata menyipit, dan kemudian menetralkan ekspresinya kembali. Suara ketikan di papan keyboard kembali terdengar, lebih cepat dari sebelumnya. Tanpa melihat pun dia tahu bahwa pria itu kembali memfokuskan diri pada pekerjaan.
Barulah setelah melewati sekian menit Jun bersuara, menoleh ke samping mengamati ekspresi tidak peduli sang istri. “Aluqa,” panggilnya.
Bukannya menyahut, Aluqa malah meletakkan ponsel di atas nakas lalu kemudian merebahkan diri bersama selimut yang mulai menelannya.
Ini mimpi buruk, baru empat bulan pernikahan mereka—Aluqa merasa tidak ada masa depan yang cerah dalam hubungan aneh ini.
‘Ini gila, ini gila, sampai kapan aku terjebak dengannya?’ Suara kecil dalam benak selalu ia tanyakan pada dirinya sendiri. Ah, ini salahnya, dia tidak akan ada di sini jika bukan karena kebodohannya sendiri.
Ya, dia sangat bodoh. Yang seharusnya menikah dengan Jun adalah adiknya, Bilea. Aluqa sejak dulu membenci Bilea, karena Bilea adalah anak angkat. Tetapi kenapa dia diperlakukan lebih baik dari pada Aluqa? Hal itulah yang menjadi pemantik api dalam hati Aluqa yang iri dengki.
Mengetahui Bilea akan menikah, Aluqa datang untuk mengacau.
“Berhenti!” teriak Aluqa saat itu. Dia membelah kerumunan manusia yang hadir sebagai tamu, dia menjadi pusat perhatian akan langkah tegas yang percaya diri.
Kedua orang tua Aluqa melotot akan kehadiran putri tukang buat masalah mereka. Padahal sudah dua tahun Aluqa kabur dari rumah dan menghilang, dia datang pasti akan menimbulkan masalah baru, pikir mereka.
Aluqa menyungging senyum, memancarkan aura percaya diri yang bersinar terang bersama eloknya rupa sosok Aluqa Mazivakra.
“Dia.” Telunjuk Aluqa lurus menunjuk mempelai wanita yang hanya diam saja di tempat. Ah, hati Aluqa bergemuruh tidak sabar menyaksikan drama yang ia buat sendiri untuk menyiksa adiknya. “Dia itu sudah tidak memiliki kehormatan sebagai wanita. Bilea, katakan pada mereka seberapa memalukannya dirimu.”
Bilea menghela napas panjang, maju satu langkah lalu dengan wajah sedih dia berkata, “Maafkan aku, sepertinya aku memang tidak layak sebagai pengantin Tuan Jun Cherestio. Maafkan aku.” Bilea membungkuk beberapa kali menunjukkan penyesalannya.
Ini di luar dugaan, kenapa Bilea dengan mudah mundur? Memangnya pernikahan ini berdasarkan apa? Aluqa kebingungan sendiri.
Sebuah tangan pun menepuk bahu Aluqa. Pria tua yang merupakan ayahnya berdiri di belakang Aluqa. “Sudah selesai? Sekarang lakukan tanggung-jawabmu.”
“Tanggung jawab apa?” Aluqa tidak mengerti, padahal dia baru datang setelah sekian lama menghilang. Apa dia ada meninggalkan tugas sebelum pergi?
“Ini pernikahan bisnis, Bilea sudah tidak bisa maju lagi sebab namanya sudah buruk di depan tamu undangan.”
“Apa?!”
Dan jadilah dirinya yang menjadi istri Jun Cherestio. Walaupun demikian, tidak ada yang menyadari jika wanita yang datang dengan heboh itu menjadi pengantin pengganti di balik renda putih yang menutupi wajahnya. Saat itu dia tidak bisa kabur lagi, terlebih Jun tidak keberatan akan kehadiran Aluqa. Pernikahan mereka hanya sebagai tali bisnis keluarga untuk saling menguntungkan, siapa pun itu tidak masalah bagi Jun.
“Sial, aku malah menyelamatkan Bilea dari masa depan yang suram,” gumam Aluqa setelah mengingat-ingat awal mulai dia bertemu kembali dengan manusia yang selalu berada di kelas yang sama semasa sekolah.
***
“Ampun, ampuni aku, tolong jangan pukul lagi.”
Pagi-pagi Aluqa sudah disambut dengan pemandangan yang tidak asing. Seorang wanita tengah meringkuk menerima siksaan dari tongkat tipis. Pria yang bernama Jun Cherestio itu memang berempati sempit, wanita hamil pun tidak segan ia kasari.
‘Mengerikan, aku harap aku tidak berada di posisi itu.’ Aluqa meneruskan langkahnya, berniat melewati mereka seolah dia tidak melihat apa-apa.
Namun belum lepas Aluqa dari lingkungan yang mengerikan itu, kakinya di tahan oleh wanita yang tersungkur di lantai. Wanita itu mendongak, wajahnya sudah bengkak dan basah akan air mata memelas meminta pertolongan.
“Lepas!” Aluqa menghempas-hempaskan kaki namun wanita itu tetap tidak melepaskan cengkeraman di pergelangan kaki Aluqa.
“Nyonya, tolong aku. Aku tidak hamil anak suami Anda, saya salah Nyonya.”
Desisan geli Aluqa lontarkan. Sementara Jun hanya diam memperhatikan bagaimana Aluqa si wanita tidak punya hati menanggapi sosok memohon di kakinya.
Tepat seperti dugaan Jun, istrinya itu tidak jauh beda darinya. Aluqa menendang kepala si wanita dengan kaki sebelahnya, setelah itu dia pergi tanpa menoleh ke belakang menuju akuarium besar yang berisi berbagai macam makhluk laut.
Apa yang di harapkan wanita itu dari Aluqa? Dia tidak peduli mau berapa banyak Jun membawa wanita atau menyiksa para wanita itu. Sejak masa sekolah Aluqa sudah dikenal sebagai gadis arogan yang tidak memiliki belas kasihan. Jun sering memperhatikan Aluqa secara diam-diam karena menurutnya Aluqa itu sangat menarik.
Setelah puas memandangi punggung istrinya yang sedang berdiri di depan akuarium raksasa di sana, Jun kembali menaruh atensi pada wanita yang sudah tidak berdaya di lantai.
“Pergilah, jangan pernah wajahmu muncul lagi di hadapanku.”
“Baik, saya permisi.”
Dua pelayan datang untuk memapah si wanita menuju keluar. Mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, sebab ini sering kali terjadi.
Sementara itu, Aluqa menatap kosong akuarium miliknya. Mulutnya terbuka menyaksikan satu ikan yang berenang ke sana ke mari secara brutal.
Selanjutnya suara melengking Aluqa menggema di ruangan hampa yang mengundang para pelayan berkumpul di satu tempat.
“Kenapa ada hiu di akuariumku!” bentaknya dengan jari telunjuk yang lurus ke akuarium.
Mereka semua tersentak, kepala mereka menunduk sebab mereka tahu siapa yang memasukkan hiu ke dalam sana.
“Jawab!”
“Aku.” Jun datang, berdiri di samping Aluqa dengan mata yang tertuju pada hiu yang lahap memakan pelihara Aluqa. Bibirnya terangkat tipis sebab menyadari tatapan tajam di sebelah.
Dengan kesal Aluqa meninggalkan ruangan favoritnya, dia tidak akan menang melawan Jun. Rumah ini adalah rumah Jun, dan akuarium itu juga. Jun tidak memperlakukan Aluqa seperti para wanitanya saja sudah seperti sebuah keajaiban, jangan sampai Aluqa membuat masalah dengan pria gila itu.
“Aluqa kau mau ke mana?” tanya Jun ketika Aluqa kembali lewat bersama topi jerami yang sudah berada di kepala Aluqa.
“....” Aluqa tidak menjawab, tanpa diberitahu pun seisi rumah pasti tahu kalau Aluqa pasti akan pergi ke laut untuk melakukan hobby-nya yaitu memancing.
Padahal Aluqa belum mandi bahkan belum cuci muka apalagi gosok gigi, wanita itu masih memakai piama tadi malam. Ya, pemandangan itu bukanlah hal baru.
“Wanita itu tidak pernah berubah,” gamam Jun sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Mawar
Romance[Terbit] Hanya segelintir orang yang mengenal Aluqa, istri Jun Cherestio. Rumornya dia adalah wanita yang buruk rupa dan cacat. Anggapan itu muncul karena sang suami memiliki banyak sekali wanita. Kalau tidak mengingat ancaman papanya, Aluqa sudah...