Badai berhenti di waktu dini hari, Aluqa bernapas lega merasa aman. Dia sedikit menoleh ke belakang, Jun tampak nyenyak tidak bergerak.
Sungguh sial! Aluqa menikah dengan pria yang sempit empati. Tahu Aluqa ketakutan pun tidak membuat Jun bertindak untuk menenangkan.
‘Aku membencinya,’ gumam Aluqa, mulai memejamkan mata, memaksakan diri untuk terlelap.
Setelah 15 menit kemudian, Jun membuka mata, menatap lekat punggung yang sudah tidak gemetaran lagi. Sejak tadi dia sedetikpun tidak tidur—menunggu Aluqa setidaknya sampai wanita itu tenang.
Pagi, pukul 07.09, pintu kamar mandi terbuka lebar, Aluqa yang menunggu giliran untuk mandi melangkah maju sebelum akhirnya tangan Aluqa dicegat oleh Jun.
“Apa?" ketus Aluqa, berbalik berhadapan dengan Jun dengan raut datar.
“Apa yang Bibi Kim katakan padamu?”
“Maksudnya?”
“Pasti itu alasanmu datang ke kantorku semalam.”
Bibir Aluqa terangkat miring, tatapannya semakin sinis bagai seseorang yang memandang sungai penuh sampah.
Aluqa menepis tangan Jun dari lengannya. “Semalam aku mau bicarakan itu, tapi sikapmu selalu membuatku jengkel. Lupakan saja.”
“Sebaiknya kau jangan terlalu dekat dengan Bibi Kim dan Idris.”
“Aku mau dekat dengan siapa terserah aku, kau juga sama, 'kan?”
Selanjutnya Aluqa hilang di balik pintu kamar mandi. Jun mengepalkan tangannya erat, dia masih ragu apa Aluqa sadar akan niat Bibi Kim dan Idris?
Jun duduk di birai ranjang, memejamkan mata sejenak akan lelahnya otak yang terus bekerja. Bagi Jun harta peninggalan orang tuanya ini adalah beban, namun secara bersamaan Jun juga membutuhkan kuasa.
Seandainya, Jun bisa mendapat yang ia inginkan tanpa harta, maka Jun akan membiarkan pamannya yang duduk di atas singgasana yang dibangun oleh orang tuanya.
Jun benci kerja keras, dia tidak suka dirinya ditargetkan banyak orang. Tapi dia nekat mengambil langkah yang tidak ia sukai demi menggenggam dan menginjak mawar yang menusuk tangannya.
Apa kalian mengerti? Apa yang sebenarnya Jun inginkan?
***
Di waktu sarapan ini, Aluqa seperti sedang mendekati Kimberly. Dia memperlakukan wanita itu dengan sangat baik di hadapan Jun.
‘Dia sengaja.’
Jun paham betul, ini bentuk pemberontakan Aluqa yang tidak ingin patuh dengannya. Sejak kapan Aluqa begitu peduli dengan emosi Jun? Biasanya Aluqa selalu membuat jarak hingga berkomunikasi dengan wanita itu bisa dihitung berapa kali dalam sebulan.
Apa melihat wanita yang dibawa untuk disiksa di rumah ini tidak cukup untuk menakuti Aluqa?
“Bibi Kim, nanti aku traktir belanjan di Mall. Bibi mau, 'kan?”
Kimberly hanya mengangguk saja, terserah Aluqa mau apa, yang jelas untuk saat ini dia ikuti saja alurnya.
Aluqa melirik Jun, seperti biasa wajah pria itu tampak datar. Lalu tiba-tiba Aluqa sadar, seketika matanya membulat lebar. ‘Mampus! Apa yang aku lakukan?’ Aluqa menelan ludahnya kasar. Jun membenci wanita yang membangkang, bagaimana jika setelah ini nasib Aluqa akan sama dengan para wanita simpanan?
“A-aku lupa, hari ini aku mau jemput teman di bandara. Bibi pergi sendiri saja,” elak Aluqa. Dia melirik kembali Jun yang makan dengan tenang, sayangnya Aluqa tidak bisa membaca ekspresi pria itu.
Jun beranjak, kaki panjangnya melangkah meninggalkan semua orang tampa berkata apa pun. Aluqa yang takut segera menyusul Jun di pintu utama mansion.
“Jun,” panggil Aluqa.
Jun berhenti, membiarkan Aluqa menyusul langkahnya.
Tiba di depan Jun, Aluqa langsung berkata, “Aku tidak peduli dengan masalah keluargamu, dan aku juga tidak mau dekat dengan Bibi Kim.”
Oh ternyata dia takut juga.
Jun kemudian mengangguk, dan kembali melanjutkan langkah menuju mobil yang sudah terparkir di depan.
Sementara Aluqa mengelus dadanya lega, ia harap Jun tidak menindasnya setelah tadi Aluqa seakan mengibarkan bendera perang.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Mawar
Romansa[Terbit] Hanya segelintir orang yang mengenal Aluqa, istri Jun Cherestio. Rumornya dia adalah wanita yang buruk rupa dan cacat. Anggapan itu muncul karena sang suami memiliki banyak sekali wanita. Kalau tidak mengingat ancaman papanya, Aluqa sudah...