Sepulang sekolah Tenggara tidak langsung pulang ke rumah. Seperti biasa, ia akan mampir ke markas Dangerouz terlebih dahulu sebelum makan malam. Tenggara merasa lebih nyaman berada di sana dibandingkan mansion mewah yang seperti cangkang kosong.Tenggara memelankan laju motornya saat melihat Skyla di jalan.
"Sendirian?"
Skyla terkejut melihat keberadaan Tenggara. Wajahnya seketika memerah melihat wajah tampan laki-laki itu.
"I-iya."
"Biasanya naik sepeda."
"B-bannya bocor."
Tenggara melirik kantung dua plastik besar yang di jinjing Skyla. "Naik, gue anter."
Skyla menggigit bibir. Menimang tawaran Tenggara seraya menatap jok kosong di belakang laki-laki itu. Skyla takut mengingat popularitas Tenggara di Cakrawala. Dia adalah ketua geng yang terkenal kejam, tapi melihat Tenggara yang akhir-akhir ini menunjukkan sifat hangat padanya, membuat Skyla bingung.
"Ayo naik!" Tenggara memberikan helm cadangan yang selalu ia bawa.
Skyla menerima helm tersebut dan memakainya. Menaiki motor besar Tenggara dengan hati-hati. Skyla takut jika tanpa sengaja menggores body motor dan membuat Tenggara marah.
Tidak ada percakapan apapun selama perjalanan. Skyla juga tidak berani memulai percakapan. Dia terlalu takut mengajak Tenggara bicara.
Motor Tenggara memasuki gang sempit yang hanya bisa dilewati satu motor. Bau selokan di sepanjang jalan sempit itu menyambut indra penciuman Tenggara. Tenggara memberhentikan motornya di depan kontrakan sederhana dengan dinding kayu yang mulai lapuk termakan usia.
Tenggara mengamati rumah sederhana yang jauh dari kata layak.
"Terima kasih udah anter aku pulang."
Tenggara beralih pada Skyla yang menyodorkan helm miliknya. Senyum simpul tercipta di bibir Tenggara yang kali ini bisa Skyla lihat di wajah pemimpin Dangerouz itu.
"Sama-sama."
Di sisi lain, Seira hanya diam memperhatikan interaksi Arhan yang terus melayangkan pujian pada Langit yang sebentar lagi akan mengikuti OSN.
Lania masih di sini, dan sekarang sudah ada Liam dan Langit yang baru saja pulang dan berkunjung ke rumah. Semuanya berkumpul menyambut kepulangan Lania dan Liam dari Amerika. Membicarakan liburan mereka dan kecerdasan Langit yang selalu menjuarai lomba. Dan sebentar lagi Langit kembali mengikuti OSN yang pastinya akan kembali membawa piala kemenangan.
"Ayah bangga sama kamu," ucap Arhan sembari merangkul pundak Langit. "Kamu mau hadiah apa dari Ayah?"
"Langit gak minta apa-apa kok, Yah." Langit selalu mengucapkan itu setiap kali Arhan menanyakan hadiah apa yang harus diberikannya pada Langit. Arhan semakin di buat bangga pada ponakannya itu.
"Kenapa gak minta saham aja, Lang?" saran Liam yang membuat Lania dan Arhan tertawa.
"Kalo Langit mau pasti gue kasih kok."
"Duh jangan deh mas!"
Liam tertawa. "Gapapa sayang. Arhan tuh emang sesayang itu sama Langit. Iya kan, Mbak?" ucapnya pada Seira.
Seira hanya tersenyum tipis, hatinya teriris.
"Tenggara kok belum pulang?"
"Iya, kamu gak bareng dia?" tanya Liam pada putranya. Langit menggeleng.
"Nah itu dia orangnya!" ucap Lania membuat semua orang menatap Tenggara yang baru saja memasuki mansion.
"Kamu dari mana aja, Gara? Kok baru pulang?" tanya Lania.
"Paling habis main bentar, biasalah namanya juga anak-anak," celetuk Arhan. Tanpa mereka tahu kalau laki-laki itu tengah menyindir Tenggara.
Tenggara segan menjawab. Laki-laki itu mendekat menyalimi tangan Lania, Liam, Seira dan Arhan. Tentu saja semua itu hanya pura-pura. Arhan, Seira dan Tenggara akan bersikap selayaknya keluarga harmonis di depan orang lain.
"Sini, Nak!" Seira menepuk sofa di sebelahnya.
Tenggara duduk di samping Seira yang langsung di sambut usapan lembut di kepala Tenggara.
"Kamu udah tau kan kalau Langit akan ikut OSN lagi?" Tenggara mengangguk.
"Aku yakin Langit akan menang lagi." Seira tersenyum mengusap kepala anaknya.
"Gimana sama basket kamu? Langit bilang kamu ikut lomba lagi?" tanya Liam.
"Iya, jadwalnya sebelum pengumuman OSN."
"Wah Papih gak sabar sama hasilnya. Pasti kamu juara lagi dan bawa nama baik Cakrawala!"
"Bener Mih, Tenggara persis seperti Arhan waktu sekolah dulu kan Mih?" Lania mengangguk menyetujui ucapan Liam.
Tenggara dibuat gugup. Ia sama sekali tidak tahu apapun tentang Arhan karena sang ayah selalu membangun tembok tinggi dengannya.
"Gara, kamu ganti baju dulu gih!" pinta Seira. Seolah mengerti perasaan putranya. Tenggara mengangguk, ia pun pamit menuju kamarnya. Sempat melirik Arhan yang sedikit pun tidak peduli dengannya dan sibuk membanggakan Langit.
"Jangan iri ya, Nak?"
Tenggara sedikit terkejut melihat Seira yang ternyata ikut di belakangnya.
"Gak kok, Bun."
Seira tersenyum. "Meskipun begitu Bunda sangat bangga sama kamu."
Tenggara ikut tersenyum. Keduanya bergantengan tangan memasuki lift menuju lantai tiga tempat kamar Tenggara berada.
Tenggara keluar dari kamar mandi dengan kaos hitam dan celana pendek. Seira masih di kamarnya, duduk di tepi kasur memegangi bingkai foto mereka berdua. Tenggara mengerti senyuman di wajah Seira. Senyum kesedihan yang tidak pernah Seira tunjukan padanya.
"Bunda."
Seira menoleh menatap putranya. Kali ini senyuman palsu itu berganti dengan senyum cerah yang biasa Seira sematkan di depannya.
Tenggara menatap foto di tangan Seira."Bunda kangen liburan bareng kamu lagi."
"Kalo udah libur sekolah kita pergi ke tempat yang Bunda suka."
"Tapi liburan kali ini kamu gak ambil kerja, kan?"
Tenggara menggeleng. "Gak Bun, tabunganku masih ada kok."
Seira tersenyum memeluk Tenggara. Ia sangat bangga pada putranya yang sejak dini sudah kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Seira tidak pernah memakai sepeserpun uang yang Arhan berikan. Seira menggunakan uang yang rutin papa Bima kirimkan setiap bulannya.
"Bunda sangat bangga sama kamu, Tenggara. Kamu permata Bunda."
"Aku juga bangga sama Bunda. Bunda cinta pertama aku."
Seira terharu. Tenggara tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Putranya tidak pernah merasakan perhatian pelukan bahkan cinta dari
Arhan yang tidak pernah menganggapnya ada. Tapi Tenggara tidak pernah sedikit pun membenci Arhan.
Seira melepas pelukannya membingkai wajah Tenggara. "Kamu sebentar lagi ikut lomba basket, kan? Jaga kesehatan ya, latihannya jangan terlalu diforsir, inget istirahat juga."
Tenggara mengangguk. "Iya, Bun. Aku janji akan bawa kemenangan ini buat Bunda."
"Menang atau gak, Bunda tetep bangga sama kamu, Nak."
"Makasih, Bunda." Seira kembali memeluk Tenggara. Air matanya menetes begitu saja dengan keteguhan hati putranya.
Andai saja Arhan mau membuka sedikit hatinya, dia akan melihat sisi Tenggara yang membanggakan ini.
Tenggara tersenyum tipis. Meski tinggal dalam satu atap, Arhan tidak pernah menganggap kehadirannya. Jangankan mengobrol, berbicara sepatah kata pun tidak pernah di lakukannya.
Hanya pada saat Tenggara duduk di bangku SMP, Arhan mengatakan kalau kelahirannya adalah sebuah kesalahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TENGGARA
Teen FictionTenggara Bumi Semesta. Ketua Dangerouz yang terkenal dingin dan di takuti se-Cakrawala. Sejatinya, Tenggara adalah anak laki-laki yang memiliki banyak luka. Kelahirannya tidak diinginkan. Menjadi anak orang kaya dan tinggal di mansion mewah tidak me...