2. TENGGARA

18 3 0
                                    


Memasuki kelas, Tenggara meletakkan tasnya di atas meja. Ia duduk di kursi dengan kedua kaki yang di naikkan ke atas meja. Tenggara nampak cuek saat suasana kelas mendadak hening karena kedatangannya. Tenggara yang tidak peduli dengan apapun di sekitarnya mengeluarkan ponsel, memanfaatkan waktu kosongnya untuk bermain game sebelum bel masuk berbunyi.

Anak Dangerouz kemudian menyusul memasuki kelas. Suasana kembali berisik begitu mereka tiba. Haidar yang masih terbahak melihat cara jalan Cakra seperti habis di sunat usai mendapat ulti dari Naletha atas perbuatannya pada gadis itu.

Tenggara melirik Langit saat laki-laki itu mendudukkan diri di sebelahnya. Kedua kakinya ia turunkan tanpa mengalihkan fokusnya dari layar ponsel.

"Mabar yok, Ra!"

Tenggara tidak menjawab. Laki-laki itu justru keluar dari aplikasi usai memenangkan pertandingan. Cakra yang mendapat penolakan Tenggara mendengus.

"Gapapa gapapa, istirahat nanti kita mabar," ucap Haidar menepuk kepala Cakra, meski niatnya hanya membuat rambut laki-laki itu berantakan.

"Ternyata begini ya sakitnya di abaikan dan di tolak," ujar Cakra drama. Memukul dadanya dengan memasang mimik wajah ingin menangis.

"Lebay."

"Lang, tolong beri sepupu lo ini pencerahan bahwa tidak baik begitu pada sahabatnya sendiri."

Langit hanya terkekeh menyaksikan drama pagi Cakra. Laki-laki itu membuka ransel dan mengeluarkan buku paketnya.

"Ortu lo udah pulang?" tanya Tenggara pada Langit. Laki-laki itu mengangguk, ia tersenyum menatap Tenggara yang menanyakan kabar orang tuanya yang hari ini baru kembali dari Amerika.

"Lo pasti kangen mamih papih, iya kan?" tebak Langit. Tenggara hanya diam menatap buku paket Fisika Langit yang memiliki catatan kecil tulisan Langit yang begitu rapih. Langit memang sangat rajin belajar, jadi tidak heran jika dia selalu mendapat juara umum di sekolahnya.

Tenggara pernah merasa iri pada Langit. Sepupunya itu pintar, tulisannya rapih, penerus sah perusahaan dua keluarga dan yang terpenting di cintai semua orang.

"Gimana pedang lo?"

"Gimana apanya lo! Kenapa baru tanya sekarang, dari tadi kemana aja lo?" komentar Cakra. Dia sebal karena Sakti baru bertanya keadaan masa depannya sekarang.

Haidar menyahut. "Coba lo cek, takutnya bengkok."

"Lurus tegak kok, mau liat?"

"Gak, makasih!"

Sakti menggelengkan kepalanya. Sebelah sudut bibirnya lantas terangkat menunjukkan seringaian tipis.

"Cakra."

Cakra yang terpanggil pun membalikkan badannya menatap Sakti yang duduk di belakangnya. Keningnya mengkerut melihat Sakti memasang wajah serius, jantung Cakra berdegup kencang dengan tatapan bocah itu.

"Lo tau gak, kalo ekor depan kita kena tendangan bisa nyebabin mandul?"

Cakra melotot dengan tubuh menegang. "Y-yang bener lo?"

Sakti mengangguk, dan itu membuat reaksi Cakra menjadi berlebih. Wajahnya jadi pucat pasi.

"Emang iya, Ti? Kok gue baru tau ya?" tanya Haidar.

"Elo bodoh, kayak gini aja gak tau."

"Waduh gawat dong! Jadi sekarang Caca mandul dong?"

"Bisa jadi."

Haidar yang juga sama pucatnya kini menoleh menatap Cakra iba. Ia begitu kasihan pada Cakra yang masih muda justru malah tidak berkemungkinan untuk mendapat keturunan di masa mendatang.

"Terus ada cara nyembuhinnya gak?" tanya Cakra.

"Mungkin satu-satunya cara dengan nidurin cewek, Ca. Kalo misalkan lo berhasil hamilin salah satu dari mereka, berarti lo aman." Haidar memberi saran sesat.

"Iya juga, tapi masa gue perkosa cewek sih? Kalo mereka beneran hamil gimana?"

"Lo harus tanggung jawab," sahut Sakti.

"Kalo gue gak suka sama dia?"

"Lo harus cari cewek yang lo suka lah!"

"Gitu ya?" Sakti mengangguk, begitu juga Haidar yang ikut setuju dengan usulan Sakti.

Sakti mengatupkan mulutnya, menahan tawa setengah mati melihat ekspresi bodoh Cakra. Laki-laki itu termakan hasutan Sakti yang sebenarnya hanya ingin menakut-nakuti Cakra saja. Langgit yang mengetahui itu hanya geeng kepala. Sakit itu anggota termuda di Dangerouz dan penipu ulung. Sakti memiliki otak di atas rata-rata seperti Langit. Bedanya, Sakti tidak seperti Langit yang rajin belajar dan mengikuti lomba. Kalau Sakti serajin Langit, sudah pasti posisi Langit akan jatuh kepadanya.

Kepintaran Sakti ia gunakan untuk menyusun strategi dan menipu orang, contohnya seperti saat ini. Memanfaatkan kondisi Cakra untuk mengerjai laki-laki itu dengan teori yang dia buat. Bodohnya, Cakra percaya-percaya saja dengan ucapannya.

Tenggara mengalihkan pandangannya pada gadis cantik yang memasuki kelas. Nafasnya ngos-ngosan dengan peluh keringat bercucuran di sekitar wajahnya. Sepertinya dia berlari dengan jarak yang lumayan jauh karena takut terlambat.

"Tumben lo baru dateng?" ujar Naletha.

"Iya, ban sepeda aku kempes."

"Kasian ...." Aletha lalu menyodorkan minuman yang di bawanya pada gadis itu. "Minum dulu, haus kan?"

Gadis itu mengangguk. Ia segera meneguk minuman Naletha hingga habis.

Naletha terkekeh. "Kayaknya lo haus banget sampe habisin minum gue!" ujar Naletha yang di respon cengiran olehnya. Dan semua itu tidak luput dari pandangan Tenggara dan Langit yang sama-sama mengagumi gadis itu.

"Skyla!"

Merasa di panggil, gadis yang tengah mengobrol dengan Naletha pun menoleh. Di sana terlihat Selatan-sang ketua osis berdiri di ambang pintu bersama anggota osis lainnya.

Skyla berjalan menghampiri Selatan.

"Kenapa, Sel?"

"Bisa ikut kita ke ruang osis? Kita ada rapat dadakan jelang acara sekolah bulan depan."

Skyla nampak menimang. "Sekarang ya? Bentar lagi kan bel."

"Nanti gue bantu izinin lo ke guru."

Skyla mengangguk. Gadis itu kembali menghampiri Naletha untuk menitipkan izin karena ia akan ikut rapat osis. Skyla tidak bisa menolak karena posisinya sebagai wakil ketua osis.

"Thank's ya, minumannya."

"Santai aja, udah sana! Semangat ya, Sky!"

Skyla melambaikan tangannya pada Naletha hingga begitu ia berbalik pandangannya tak sengaja menatap Tenggara yang juga tengah menatapnya. Skyla langsung tertunduk dan segera berlari kecil meninggalkan kelas, menyusul Selatan dan anggota osis lainnya yang sudah lebih dulu pergi.

Tanpa sadar sudut bibir Tenggara tertarik, membentuk senyuman tipis. Sangat tipis sehingga siapapun bahkan Langit tidak bisa melihatnya.

"Lang, kapan lo ikut OSN lagi?"

"Gak tau, belum ada kabar."

"Gue yakin lo pasti menang, Lang!"

"Iyalah, temen gue kan pinter!" sahut Cakra bangga. "Pasti pulangnya bawa piala lagi. Rumah lo bisa penuh sama koleksi piala lo, Lang."

Sakti menyahut. "Langit gak sebodoh lo yang bisanya ngoleksi cewek."

Haidar tertawa mendengar ucapan Sakti. TIdak heran Sakti di juluki bocah setan karena dia selalu bicara menggunakan kata-kata pedasnya.

"Balik kelas masing-masing, udah mau bel!" titah Tenggara pada akhirnya. Bertepatan dengan bunyi bel masuk. Sakti dan Cakra langsung beranjak menuju kelas mereka.

TENGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang