BAB 1

5 0 0
                                    

100 TAHUN KEMUDIAN

"Hah, nilai matematika gue 74? Ga salah? Makasih Bu! Akhirnya diatas 56."

"Anjir, lo segitu? Gue 76, Ren. Kita cuma beda dua angka." Pierre tidak menyangka dia akan mendapat nilai yang lebih tinggi dari biasanya. Meskipun masih dibawah 80. Naren dan Pierre tidak berhenti membicarakan tentang nilai ujian matematika mereka. Tidak berselang lama, dua gadis menghampiri mereka sambil membawa kertas hasil ujian mereka.

"Woy, gimana nilai kalian? Ada peningkatan gak?" Seorang gadis dengan rambut sebahu menatap Naren dan Pierre yang asik mengobrol. Mereka langsung menyodorkan kertas yang berisi nilai itu padanya.

"Nih, ada peningkatan, kan? Lumayan lah, dari 56 ke 74. Yang penting lebih bagus, Ser," Naren menunjukan muka bangganya pada Serena. Dia tidak peduli jika itu masih dibawah yang lain, yang penting ada peningkatan. Serena memutar mata jengkel dan melihat hasil Pierre, lalu kembali menatap Naren.

"Pierre masih lebih besar nilainya dari lo, bocah."

"Beda dua doang, Ser. Dua. Nih, dua," Naren menunjukkan angka dua dari tangannya pada Serena, yang sudah pasti mengabaikan hal itu.

"Tapi lo masih dibawah yang lain, Ren."

Naren yang sudah jengkel mencibir Serena dan menatapnya kesal. Pierre dan Adhira sibuk menahan tawa mereka. Jika Serena sudah mengomel pada Naren, pasti mereka berdua menghindar dan menahan gelak tawa mereka. 

"Heh, daripada kalian berdua debat mulu, stres, mending kita healing-healing kek kemana gitu, jalan-jalan," Serena dan Naren langsung menoleh pada Adhira setelah mendengar usulannya.

"Kan bakal ada konser band di Bandung, gimana kalo kita kesana? Kayanya seru deh."

"Konser? Oh, konser Dewa 19, kan? Ya jelas mau lah, tiketnya ga mahal mahal banget juga," Serena, yang memang menyukai band ini jelas tidak akan menolak. Naren dan Pierre langsung mengangguk dan mengusulkan untuk patungan. Buat transportasi dan tiket konsernya. 

Kriiing!

Bel sekolah berbunyi, semua anak mengemas barangnya, dan langsung pergi dari kelas untuk pulang, atau mungkin nongkrong bersama temannya. Begitu juga dengan mereka, Naren dan Pierre memutuskan untuk nongkrong terlebih dulu, sedangkan Serena dan Adhira memutuskan untuk pulang. 

Naren dan Pierre sudah sampai ditempat mereka biasa nongkrong, di rumahnya Naren. Rumahnya tidak terlalu besar, hanya saja disana terdapat gazebo yang bersebelahan dengan kolam ikan koi milik Ayah-nya Naren, Yang membuat tempat itu menjadi sarang bagi mereka. Tak jarang Serena dan Adhira juga datang kesana, untuk sekedar berkumpul dan nongkrong. 

"Pierre, tiket konser Dewa 19 tuh berapaan sih?"

"Ada yang 50 ribu, ada juga yang 200 ribu. Eh, pokoknya diantara itu deh. Kalo gak salah Yang 200 ribu VVIP," Pierre menjelaskan semuanya setelah dia berbaring di gazebo itu, dengan tas sebagai penyangga kepala. Naren hanya mengangguk dan menatap Pierre, tanpa berkata apapun. 

"Kamu kenapa sih? Ngelamun gitu."  

Pierre bertanya sambil menoyor kepala Naren, yang membuatnya terkejut dan refleks membalas Pierre. 

"Ih, bikin kaget aja lo," Naren mengusap bagian kepalanya dan memutar mata. Pierre hanya mengangkat bahunya dan tertawa melihat ekspresi temannya itu.

"Kamu lagi mikirin apa sih, ngelamun aja."

"Pierre, gue heran. Kenapa ayah aku ga suka sama kucing. Padahal kucing tuh gak ngapa-ngapain," kalimat Naren membuat Pierre tertawa keras. Entah kenapa, Naren malah planga-plongo seperti kebingungan. Raut wajah Naren membuat Pierre semakin tergelak dan memegangi perutnya saking kerasnya dia tertawa. 

"Lo kenapa lagi, Ren? Gue dah cape ngetawain lo, buset."

"Lah, harusnya gue yang nanya lo, nyet. Kenapa lo jadi ketawa? Mana ngabrut," pandangan naren teralihkan setelah mendengar ponselnya berdering. Dia langsung mengambilnya dan terlihat notif pesan.

 Dia langsung mengambilnya dan terlihat notif pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Weh, Pierre

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Weh, Pierre. Kita jadi kan ke Bandung? Kira-kira kapan? Si Bawel nanyain," Pierre yang sibuk melihat ikan koi pun menoleh dan mengerutkan dahi.

"Mungkin setelah ujian aja gasih? Biar bebas gitu."

"Setelah ujian? Mau nunggu sampe liburan? Lama banget lah. Orang konsernya aja seminggu lagi. Sedangkan liburnya? Dua mingguan lagi."

Pierre mengangkat alis, seolah bertanya tentang jadwal konser. Dia tidak tahu bahwa jadwal konser semepet ini.

"Hah? Masa sih? Konsernya hari senin depan?" Naren yang mendengar itu mengangguk dan membuka ponselnya untuk menunjukkan jadwal konser.

"Hah? Masa sih? Konsernya hari senin depan?" Naren yang mendengar itu mengangguk dan membuka ponselnya untuk menunjukkan jadwal konser

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tanggal 18 kan minggu depan ya. Mau dibatalin?" Tanya Pierre

Naren terdiam. Dia masih memikirkan tentang konser ini. Dan waktu yang mepet menjadi masalah yang dia pikirkan keras. Disisi lain, Pierre juga memikirkan hal yang sama. Keheningan terpecah, saat Naren berkata,

"Gak, jangan dibatalin dulu. Adhira udah ngasih ide, sedangkan Serena udah pengen banget ke konser itu. Gue gamau mereka sakit hati gara-gara kita batalin ini tanpa pendapat dari mereka."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fighters From The PresentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang