Chapter 7: Pilihan

728 147 8
                                    

Kiran terbangun dalam pelukan Sean, bubunya tertidur bersamanya. Kiran mengecup pipi Sean berkali-kali membuatnya terganggu dan membuka mata.

"Loh kamu bangun?" Kiran mengangguk.

"Aku sayang banget sama bubu."

Gadis muda itu kembali mengeratkan pelukannya. Kiran tidak pernah membayangkan berapa banyak hal yang sudah Sean lalui, dan berapa banyak luka yang wanita itu simpan.

"Bu."

"Hm?"

"Aku denger semua obrolan bubu sama tante Willy tadi."

Sean menghela nafasnya. Tidak seharusnya Kiran melihatnya dalam kondisi seperti itu bukan? Sean tidak ingin Kiran tahu sisi terlemahnya. Sean ingin selalu terlihat hebat didepan putrinya.

"Bu." Sean memberikan atensi penuh pada Kiran yang masih dengan erat memeluknya.

Wanita itu mengusap lembut tangan Kiran. Dia tahu ada begitu banyak pertanyaan yang Kiran ingin tahu jawabannya.

Entah Sean siap atau tidak untuk Kiran tahu, dia tidak ingin putrinya mengetahui sisi buruk dirinya yang membuat hati Arina terluka. Tapi disatu sisi, Kiran berhak tahu, dia bukan lagi gadis kecil yang bisa dengan mudah ditarik tangannya sesuka hati untuk ikut kemana orang tuanya pergi.

"Aku boleh nanya?" Sean mengangguk.

"Kenapa bubu sama mama pisah? Selama ini cuma tahu mama marah ke bubu, dan itu juga yang bikin aku marah ke mama. Mamah usir bubu pergi dari rumah, mama larang aku ketemu bubu kalau aku gak nekat mungkin sampe sekarang aku gak bisa ketemu bubu." Gadis itu terdengar lirih dalam setiap katanya.

Sean sudah tahu hal itu akan ditanyakan oleh Kiran, entah padanya atau mungkin pada Arina.

Kiran memberi Sean waktu untuk berfikir, membiarkan wanita itu mengingat setiap potongan kejadian yang menjadi alasan dia kehilangan kasihnya. Menyankitkan jika teringat, namun Sean tidak bisa melupakan apapun tentang Arina bahkan kenangan buruk sekalipun. Semua tentang Arina adalah spesial bagi Sean.

"Kamu tahu bubu sangat mencintai mama, tidak pernah sedikitpun terlintas dalam benak bubu untuk meninggalkan mama. Bubu berjanji akan selalu ada disamping mama, menghabiskan sepanjang hidup kami bersama. Tapi hari itu, ternyata bubu tidak bisa menepati janji. Bubu ingkar dan menyakiti mama..." Kalimat Sean terjeda, suaranya terdengar bergetar.

Kiran mengusap lengan Sean menenangkan, entah seberapa perih luka itu. Membayangkan bagimana kita harus berpisah dengan orang yang kita cintai.

"... bubu terlalu sibuk dengan dunia bubu, kantor dan segala hal didalamnya membuat bubu lupa kalau bubu punya mama sama kamu. Bubu terlena dengan jabatan bubu. Kesibukan itu yang membuat mama mulai bertanya-tanya, apa artinya dia buat bubu? Apa bubu masih punya waktu buat mikirin dia? Sampai dimana mama meragukan perasaan bubu." Sean memejamkan matanya sejenak. Ingatan itu telintas.

"Kamu pulang malem lagi?" Tanya Arina.

Sean menghela nafasnya berat, entah kali keberapa pertanyaan itu menyapa telinganya akhir-akhir ini. Bukan hanya pertanyaan biasa,namun pertanyaan yang terdengar mengintimidasi dan menuduh.

Malam itu Arina terduduk disofa ruang tengah, dengan Kiran kecil dalam pangkuannya. Gadis itu tertidur lelap setelah seharian bermain, menunggu sang bubu yang menjanjikan hal tersebut.

"Kamu inget gak sih janji kamu? Kiran nunggu seharian buat main sama bubunya, tapi kamu malah lembur lagi?"

"Aku lembur bukan karena mau ku, Rin."

"Ya setidaknya kamu jangan janji sama anak kamu. Dia dari siang nanyain kapan kamu pulang, kenapa kamu belum pulang. Tahu gak anak kamu bilang apa? Dia bilang kamu udah gak sayang sama dia karena kamu udah gak pernah nemenin dia main."

Gradasi (seulrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang