Chapter 18: I Say...

637 144 2
                                    

"Hai!" Sapa Arina sesaat setelah dia masuk kedalam mobil.

"Daritadi? Maaf ya ada beberapa berkas perkara yang harus dianalisis, kasian kalau Vanka beresin sendiri." Jelasnya pada Sean yang sedaritadi hanya diam mendengarkan kasihnya dengan senyuman yang tak pernah terlepas.

"Oh iya, berkas perusahaan kamu yang soal perijinan itu udah beres, paling telat besok dikirim Vanka." Tambahnya, melanjutkan.

Sean hanya mengangguk, masih dengan memperhatikan Arina. Membiarkan wanita itu selesai dengan segala pekerjaannya. Bahkan sesaat setelah masuk kedalam mobil, ponsel wanita itu terus berdering, beberapa notifikasi dari klien bermunculan yang tentunya dia abaikan, atau tangannya yang sibuk dengan berkas-berkas yang hendak dimasukan kedalam tas, agar tak membuat mobil Sean berantakan.

"Udah?" Tanya Sean membuat Arina mengernyit.

"Apa?"

"Kerjaan kamu. Aku liat kamu masih sibuk, padahal udah diluar jam kerja." Arina membuang nafasnya menyesal. Lalu wanita itu menatap Sean dengan rasa bersalah.

"Maaf."

"Kenapa minta maaf?" Sean terkekeh.

"Karena buat kamu nuggu lama? Dan aku masih aja ngurusin kerjaan padahal lagi sama kamu." Katanya.

Tentu saja pernyataan itu sontak membuat Sean tertawa. Mata Arina memicing tajam kearahnya, sungguh menyebalkan melihat Sean tertawa disaat dirinya merasa bersalah pada wanita itu. Sean segera menyadari ekspresi kasihnya, tangannya bergerak untuk mengelus pipi Arina sebagai isyarat bahwa dia menyesal telah tertawa.

"It's okay sayang, aku ngerti kamu sibuk. Untuk berkas perusahaan aku nanti aku liat ya." Ujar Sean pada akhirnya.

Namun Arina tidak merespon apapun selain menatap kearahnya. Wanita itu terdiam begitu saja. 

"Kenapa?" Tanya Sean.

"Coba ulang."

Dahi Sean berkerut, "Apa?"

"What did you say before?"

"What did i say before... it's okay?"

"No, setelahnya."

Sean tampak berpikir, sementara Arina sudah dibuat kesal untuk sesaat olehnya.

"Ahhh.. itu." Arina tersenyum.

"Aku ngerti kamu sibuk, soal berkas nanti aku cek."

Satu pukulan - yang tak terlalu keras - berhasil mendarat dibahu Sean, membuat wanita itu meringis mendramatisir keadaan. Lalu setelahnya kembali tertawa saat melihat wajah Arina yang semakin kesal dan merengut. Wanita itu membuang muka, menghindari tatapan Sean dan memilih menatap keluar.

"Sayang. Is that what you wanna hear?"

"Gak tahu, males."

Sean menggeleng, wanita itu masih tertawa meski hanya kekehan kecil, sungguh menyenangkan melihat Arina merajuk seperti ini. Mengingatkan Sean pada masa-masa dimana mereka dimabuk cinta, dan untuk seklai lagi mungkin dia merasakannya? Jatuh cinta pada orang yang sama.

"Hei, maaf. Tapi serius aku gapapa nuggu, aku yang datangnya kecepetan padahal kita janjinya jam 8." Katanya, lalu Sean meraih tangan Arina untuk dia genggam, mengusapnya perlahan.

Arina pada akhirnya mengalah, dia tersenyum dan memeluk Sean erat. 

"Okay sayang." Bisiknya ditengah pelukan, yang lantas membuat Sean melepaskan pelukan mereka.

"Apa?"

"Apa?" Tanya Arina balik.

Sean mendengus, memang salah jika menjahili Arina, karena pada akhirnya dia akan merasakan sebaliknya.

Gradasi (seulrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang