Karin langung buru-buru berganti pakaian dengan memakai hoodie kebesaran warna abu nya dan celana panjang yang ia ambil asal dari dalam lemari. Tidak mungkin ia menghampiri Harsen di lobby dengan gaun tidurnya yang sangat seksi.
Gadis itu langsung keluar begitu saja setelah berganti pakaian tanpa berpikir lagi seperti apa kondisi wajahnya saat ini. Ia sudah mandi, bersih-bersih, setelah seharian di luar dan rencananya ia akan langsung tidur setelah makan malam, tapi pria yang belakangan ini menghantui hari-harinya, tiba - tiba ingin bicara dan lebih terkejut nya pria itu sudah berada di lobby apartemennya.
"Hey, sorry gue ganggu waktu istirahat lo. Ah iya, gue bawa ini buat lo," ucap Harsen begitu mereka akhirnya bertemu di lobby sembari memberikan sebuah paper bag besar dan sebuah bouquet bunga mawar kuning berukuran sedang.
Ini pertama kalinya mereka berdua bertemu dalam keadaan sama-sama sepenuhnya sadar. Setelah pertemuan pertama mereka kemarin dengan keadaan Karin mabuk berat.
"Makasih, sen. Tapi lo ngga perlu repot-repot begini segala," ucap Karin mencoba berbasa-basi pada Harsen. Walaupun tidak sepenuhnya basa-basi, gadis itu memang tidak pernah menginginkan semua ini, apalagi kalau membuat repot orang lain.
"Gue sama sekali ngga repot kok, lo tenang aja. Sekalian gue emang niat liat keadaan lo setelah kejadian kemaren," balas Harsen.
Karin tersenyum. Dalam diam dilihatnya sosok pria dewasa di depannya ini. Sosok gagah dan tampan dengan rambut pendek dan beberapa helai ikalnya, memakai kemeja putih lengan pendek beserta dalaman putihnya, dan celana kain berwarna cokelat muda.
Karin sudah sering melihat pria di hadapannya ini baik di tayangan televisi, berita online, majalah, koran, di semua sosial media yang ia punya, tapi baru ini pertama kali gadis itu melihatnya secara langsung.
Harsen yang sekarang ada di depan matanya sungguh berbeda dengan sosok yang ia lihat selama ini. Karin kira pria itu sangat kaku, melihat bagaimana pekerjaannya, penampilannya yang selalu berjas dan berkemeja rapi dimanapun ia tampil.
Tapi yang sedang Karin lihat saat ini adalah pria muda yang tampan dan gagah, dan jangan lupa dengan kenyataan banyak tato yang dimiliki pria itu, baik di dada maupun lengan kirinya yang sepertinya sudah penuh juga dengan tato.
"Gue baik, gue gapapa, Harsen. Terima kasih lo udah khawatir sama gue," ucap Karin masih sembari memeluk bunga di tangan kanannya.
"Btw, katanya ada yang mau diomongin sama gue. Ngomongin soal apa sen?""Ah, ya, gue mau ngomongin soal kita," jawab pria itu sembari bergerak sedikit gelisah di posisi duduknya. Sementara Karin hanya menunggunya sambil menatapnya terus.
Pria itu terlihat berusaha untuk mengontrol dirinya sebelum kembali bicara, "Gue mau berniat lebih serius sama lo, Karin,"
Karin menatapnya bingung tapi juga sebenarnya tidak bingung. Gadis itu tahu apa yang dimaksud Harsen, ia hanya terkejut. Mereka masih terbilang baru mengenal satu sama lain.
"Gu-gue sadar ini terlalu cepet buat lo, rin. Gapapa kalo lo masih mau ngeliat semua ini sambil jalan, karena gue juga mau nya gitu. Maksud gue ngomong gini ke lo, bukan mau maksa atau bikin lo tertekan. Gue ngomong gini semata-mata gue cuma pengen lo tau kalo gue berniat serius sama lo, ngga main-main," jelas Harsen.
Hening kemudian melanda mereka berdua selama beberapa saat. Dalam pikiran Harsen sudah takut dan bingung dengan apa yang ada di pikiran gadis itu yang juga nampaknya masih berusaha mencerna apa yang baru saja di dengar.
"Oke, sen. Gue ngerti maksud lo tapi tetep, gue masih mau ngeliat semua ini sambil jalan. Gue kasih lo kesempatan, tapi gue harap lo beneran serius sama niat lo. Gue capek main-main atau pun dimainin, gue pengen punya satu yang tepat untuk selamanya. Gue capek sakit hati, harus move on, terus ngulang dari awal sama yang baru, tapi ternyata salah orang lagi dan gitu terus siklusnya. Lo ngerti lah maksud gue," terang Karin.
Dalam hati gadis itu berharap keputusannya kali ini tidak salah. Karin berharap dengan ia memberikan kesempatan pada Harsen yang belakangan ini sudah bersikap baik dengannya tidak salah.
Harsen mengangguk dengan senyum antusiasnya yang menampilkan dua lesung pipinya.
"Gue ngerti perasaan lo, rin. Gue mau berusaha, gue mau buktiin kalo gue bener-bener serius sama lo, rin. Gue ga akan bikin lo kecewa dan sakit hati lagi. Gue udah tertarik sama lo lama," ucap Harsen.
Karin mengernyit, "Kok bisa lo udah tertarik lama sama gue? Kita bahkan baru kenalan sen."
"Gue tau mungkin buat lo bakal terdengar omong kosong, tapi semuanya terjadi gitu aja. Kita udah pernah ketemu sebelumnya btw, waktu itu lo masih jadi pacarnya Zain. Lo dateng kan di pesta ulang tahunnya dia, bikin surprise buat dia? Kayanya gue udah tertarik sejak itu, tapi gue gamau ambil pusing saat itu. Sampe kita ketemu lagi di resepsi pernikahannya Luke sama Erlina. Si Zain sama Luke juga sering ngomporin gue sama lo kalo lagi nongkrong. Gatau ya mungkin juga gara-gara itu," jelas Harsen yang membuat Karin terperangah.
Gadis itu tidak tahu akan berkata apalagi dengan semua pengakuan Harsen.
"Wow, gue gatau mau ngomong apa. Gue cuma bisa berterima kasih lo udah merhatiin gue selama ini," jawab Karin lalu terkekeh.
Mereka berdua lalu membicarakan banyak hal, walaupun banyaknya mereka membicarakan teman-teman satu geng mereka yang ternyata selama ini sebenarnya saling berhubungan satu sama lain.
"Udah malem rin, lo harus banyak istirahat. Pasti kerjaan lo banyak besok, nama lo lagi bener-bener disebut dimana-mana."
Karin terkekeh, "apasih lo, lebay deh. Ngga lah, gue ngga seterkenal yang lo bayangin. Selama masih ada yang butuh gue, gue udah bersyukur. Lo tuh yang keren, tiap ada kasus gede, nama lo pasti ada dengan hasil menang telak."
Harsen terkekeh, "Udah ah, saling muji gini ga kelar-kelar ntar sampe taun depan. Jangan lupa yang gue kasih dihabisin. Kalo kurang bilang aja, ntar gue kirimin lagi."
Karin tertawa, "Hahaha, siap deh terserah lo nya aja."
Setelahnya suasana kembali sunyi diantara mereka berdua. Harsen yang katanya mau pulang masih terus berdiri di hadapan Karin. Gadis itu juga masih setia disana, tidak berniat untuk beranjak atau mengusir Harsen.
"Bo-boleh gue pegang tangan lo?"
Karin mengangguk yang membuat Harsen bisa lebih bergerak lebih dekat ke tubuh Karin. Pria itu menggenggam tangan kiri Karin, mengelusnya sejenak lalu dibawanya telapak tangan Karin untuk diciumnya. Harsen mencium punggung tangan Karin dengan tatapan cinta dan memujanya pada Karin.
Diam-diam Karin melayang dibuat Harsen dengan perlakuan manisnya. Ada suatu gejolak dalam dirinya yang merasa nyaman, merasa didambakan, merasa dicintai, dan bahkan setelah Harsen melepaskan tangannya, Karin berharap sentuhan itu tidak akan pernah lepas dan bahwa Harsen akan menyentuhnya lebih daripada sentuhan dan ciuman di tangannya.
Tapi tentu saja logika dan gengsi masih diatas segala-galanya bagi Karin. Ia tidak ingin bermain mudah untuk Harsen mendapatkan hati dan dirinya. Gadis itu masih mau lihat sejauh mana Harsen memperjuangkannya.
"Jaga diri baik-baik Karin, Selamat Malam."
Dengan itu Harsen menghilang meninggalkan Karin dengan perasaan dan pikiran tidak menentu.
****
Don't forget to vote and comment please 🥺All the love, eccendentiast_62
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Fame
Fiksi Penggemar@harsenbagaskara liked your photo @harsenbagaskara commenting on your photos @harsenbagaskara started following you "Harsendra Bagaskara? Profile instagramnya kosong, tidak banyak foto, siapa pria ini? " -Karina Adhitya Cerita asmara dari model terk...