Happy reading, semoga suka.
Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.
Luv,
Carmen
___________________________________________________________________________
Makan malam dimulai jam enam, jadi Cassidy mandi sebelum jam lima. Setelah college, ia memang memutuskan untuk tinggal sendiri, karena bukan saja jaraknya lebih dekat, ia juga ingin memiliki privasi, memiliki ruang untuknya sendiri yang lebih tenang di mana ia bisa fokus belajar.
Tinggal sendiri juga membebaskan Cassidy untuk berjalan-jalan hanya dengan balutan bra dan celana dalam sementara ia menata rambutnya menjadi ikal-ikal besar. Berdiri di depan cermin setinggi badan, Cassidy melihat bayangannya sendiri. Ia mendapati bahwa ia kembali berkhayal, bertanya-tanya apakah pria tu akan meyukai pinggangnya yang ramping, pinggulnya yang berlekuk indah atau dia tipe penyuka tubuh yang langsing dan kurus? Atau mungkin menyukai wanita yang lebih tinggi? Cassidy kembali merutuki dirinya sendiri. Apa pentingnya mengkhayalkan semua itu. Bukannya seolah-olah sesuatu akan terjadi pada mereka berdua, bukan?
Cassidy akhirnya memutuskan untuk mengenakan sweater putih tapi mengganti celana jinsnya dengan rok merah muda favoritnya. Tiga puluh menit sebelum jam enam, Cassidy memesan taksi lewat Uber dan berangkat ke rumah profesor yang dikaguminya itu.
Rumah Profesor Chandler adalah sebuah bangunan cantik luas bergaya Victoria. Cassidy sampai harus mengecek alamat yang diberikan pria itu pada mereka sebanyak dua kali, takut kalau-kalau ia salah mencatat. Tapi memang di sini tempatnya. Sesaat Cassidy tergoda untuk kembali saja, ia tidak benar-benar ingin melakukan apapun malam ini. Tapi makan malam ini akan dihitung sebagai salah satu pertemuan dan Cassidy tidak ingin kehilangan poin partisipasi. Menarik napasnya dalam, ia lalu keluar dari taksi tersebut.
"Thanks for the ride," ujar Cassidy sebelum taksi itu berlalu.
Ia lalu berjalan memasuki halaman rumah itu menuju pintu. Ini adalah pertama kalinya Profesor Chandler membuat pertemuan di luar kelas dan mendatangi rumah pria itu... entah kenapa, Cassidy tidak bisa berhenti berdebar. Ia berdiri bimbang sejenak di depan pintu, sesuatu yang lembut menggesek kakinya dan saat ia menunduk, ia melihat seekor kusing Persian yang sangat cantik.
"Halo, kucing cantik," sapa Cassidy sambil menjulurkan tangan untuk membelai kepala berbulu lembut itu. "Kau tinggal bersama Profesor Chandler?"
Pintu depan terayun membuka sebelum Cassidy sempat mengetuk dan ia mendapati dirinya berhadap-hadapan dengan pria itu.
"Kulihat kau sudah bertemu Auden." Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan pria itu sementara Cassidy sudah melupakan keberadaan kucing tersebut. Bahkan ia lupa di mana ia berada.
"Uh, halo... Profesor," sapa Cassidy dengan agak tergagap.
Sudut mulut pria itu terangkat naik dan matanya bergerak menjelajah Cassidy.
"Hai, Cassidy. Aku senang kau ada di sini. Masuklah."
Pria itu menepi dan Cassidy melewatinya, merasakan bagaimana bahunya menyapu halus dada pria itu saat ia berjalan memasuki foyer. Bahkan sentuhan sehalus itu bisa membuat dada Cassidy berdebar hebat.
Mereka berjalan menuju ruang makan dan Cassidy sadar kalau ia adalah yang terakhir tiba. Itu artinya satu-satunya kursi kosong yang masih tersedia berada di sebelah pria itu. Cassidy lalu duduk bersama pria itu dan topik diskusi yang tadi sempat terhenti kembali bergulir. Cassidy berpura-pura tertarik dengan topik yang dibahas tapi satu-satunya hal yang memenuhi benaknya adalah pria yang sedang duduk di sebelahnya ini.
Selama makan malam berlangsung, Jennifer, murid terpintar di kelas mereka, mendominasi percakapan seperti halnya dia selalu mendomanasi percakapan di kelas. Dia bukan saja pintar, tapi Jennifer juga selalu penuh semangat dan humoris dan selalu berhasil membuat semua orang tertawa – termasuk Profesor Chandler. Lebih dari itu, Jennifer juga sangat cantik.
Sementara pria itu tertawa karena salah satu gurauan yang dilemparkan oleh Jennifer, Cassidy bertanya-tanya apa kira-kira yang dipikirkan oleh pria itu tentang temannya itu. Dan Cassidy terkejut ketika menyadari dadanya bergemuruh panas. Ia lalu berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil menarik napas dalam-dalam. Tidak ada gunanya cemburu. Cassidy bahkan tidak berhak. Profesor Chandler bukanlah siapa-siapanya Cassidy, ia tidak memiliki pria itu.
Seperti juga di dalam kelas, sampai makan malam berakhir, Cassidy tidak banyak berbicara, ia hanya mengemukakan satu atau dua pendapat, itupun karena Profesor Chandler menanyakan pendapatnya dan sisanya, ia lebih banyak diam dan mendengarkan. Tapi dalam satu atau dua pendapat yang Cassidy kemukan, Profesor Chandler tersenyum dan menganguk setuju dan bahkan mengembangkan pendapat Cassidy dan meminta yang lain untuk menambahkan. Tindakan pria itu membesarkan hatinya dan Cassidy nyaris merasa bahwa Profesor Chandler peduli padanya.