Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sekarang aku sudah muak, dari awal sampai tahap pemasangan poster kenapa hanya aku yang bekerja?
Padahal aku memiliki kelompok yang tidak hanya terdiri dar 2 atau 3 orang, tapi tetap saja rasanya seperti aku bekerja sendiri.
Kehadiran mereka nyata, namun terasa fana.
Jangan tanyakan Zena, dia masih tetap diam sampai sekarang, aku tidak tahu apa yang dia mau.
Giliran kelompok ku maju untuk membaca pidato singkat, aku sangat senang walaupun tentu saja akan gugup.
“assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh...”
“wa'alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh”
Kemudian aku melanjutkan pidato.
Kecewa, satu hal yang dapat mendeskripsikan perasaanku saat ini, aku sangat antusias dan mereka? Malah mengobrol sendiri.
Padahal dari tadi aku terus menyimak dan memberi reaksi yang baik ketika yang lainnya tampil, tapi kenapa saat giliranku tampil malah tidak satupun yang memperhatikan?
Beberapa orang pernah mengatakan “hargailah orang lain jika ingin di hargai”
Sepertinya kata-kata itu tidak berlaku untukku yang tidak lebih penting dari coretan-coretan di dinding.
Sekarang giliran Zena maju.
Benar saja, semua mendengar dan menyimak apa yang dikatakan Zena dengan baik, selalu begitu.
Asal kalian tahu, itu menyakitkan.
Aku sudah tidak heran, tapi tetap saja rasanya sangat mengganjal di pikiranku, apakah ada yang salah denganku hingga mereka tidak mau menghargaiku?
Zena menyelesaikan pidatonya, ditutup dengan tepuk tangan meriah dari siswa lain. Jujur saja aku iri, tapi apa boleh buat.
Lebih baik aku memainkan game di ponselku daripada terus menerus berpikir negatif.
Yaa awalnya memang niatku bermain game, tapi pesan dari Nina membuatku mengesampingkan niat tadi.
