"Moya, Mas Jungkook di mana?" Pagi-pagi Jimin sudah dibuat bingung sebab tak mendapati keberadaan suaminya di kamar.
"Baru saja pergi, Nyonya. Tuan bilang sedang terburu-buru, sarapan pun tidak sempat."
"Kenapa dia tidak memberitahuku?" Jimin mendesah kecewa, dalam hati audah menebak apa yang membuat suaminya seakan senagaja menghindar darinya. "Ya sudah, nanti biar aku yang telepon dan menanyakan langsung padanya," tanggap Jimin sebelum memutuskan untuk kembali ke kamar.
Tanpa terasa, waktu begitu cepat berlalu. Pukul dua siang saat ini dan Jimin menghabiskan hari-harinya sebagaimana biasa. Berbincang dengan teman-temannya melalu telepon atau sosial media. Terkadang ia juga menonton acara langsung dari beberapa akun online shop penjual barang-barang mewah.
Di atas meja tersedia stoples biskuit dan stoples keripik kentang. Seraya bersantai, ia menikmati camilan tersebut. Ada pula teko kaca berisi jus jeruk dingin sebagai penawar dahaga. Semua kegiatan tersebut pada akhirnya membuai Jimin untuk lagi-lagi melupakan keberadaan Jungkook. Sejak pagi ia sudah berencana untuk menelepon suaminya, namun hingga kini belum juga ia lakukan.
Jungkook sangat mencintai Jimin, sedari dulu hingga sekarang dan mungkin selamanya. Perasaan itu tidak pernah berubah walau tak jarang Jimin melakukan kesalahan dan kerap mematahkan keinginannya.
Ia sadar, sikap lembut yang ia tunjukkan selama ini memicu perlawanan dari istrinya sendiri. Jimin berubah menjadi keras kepala, pembangkang dan suka semaunya sahaja. Seolah-olah perempuan itu mulai melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Tapi apakah salah bila cintanya terhadap sang istri terlampau besar?
Cinta adalah bentuk alami, emosional yang tak dapat dihindari. Meski bersusah payah menghindar, seseorang akan tertarik dan kembali ke tempat di mana rasa itu berasal.
Sayangnya, sewaktu-waktu cinta itu akan berbuat semena-mena. Bahkan bila ia sudah termiliki, tak pula menjamin ia selalu dapat menciptakan kepuasan bahagia.
Jungkook pun mengakui, rasa sayangnya kepada Jimin cukup berlebihan hingga dia nyaris selalu menuruti permintaan istrinya itu. Cinta telah menguasai akal dan pikiran. Mestinya ia memberi batas kuasa yang didukung sedikit ketegasan halus. Siapa tahu istrinya bisa kembali menyadari posisinya. Malang, Jungkook dibuat tak berdaya oleh sisi sensitif yang ada padanya. Kesedihan Jimin adalah perihal paling dia benci.
Menjelang malam saat ini dan Jungkook belum juga berniat pulang. Tidak seperti biasa di mana ia akan segera berkemas begitu jam kerja di kantor telah usai. Sementara di sisi lain, Jimin yang dilanda kecemasan seketika mengambil ponsel untuk menghubungi suaminya.
Sudah yang ketiga kalinya Jimin mencoba, tetapi tetap tidak ada jawaban. Perempuan itu mendengkus, melirik waktu sekilas di dinding sebelum mengulang hal tadi. Lipatan menit berikutnya, ia berencana mengirim pesan seraya berharap bahwa Jungkook akan membaca dan langsung membalasnya.
Dengan kening mengerut tajam, Jimin menimbang-nimbang pertanyaan yang tiba-tiba melintas di benaknya dan jelas-jelas dia tidak menyukai dugaan semacam , "Aneh sekali, tidak biasanya Mas Jungkook begini, seharian ini dia belum mengabari aku. Kenapa, ya?"
Continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jiji & Mas Jungkook
RomanceJimin yang manja selalu merasa bahwa suaminya tidak akan pernah menolak segala permintaan dia. Lagi pula, Jungkook punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa bisa berbuat kasar sekalipun sekadar penegasan. Lalu, Jimin yan...