3.0

6 1 0
                                    


16 Hari sebelum berita kematian Sasara Nurude.

...

Nyaring terbayang suara vas yang beradu pecah dengan cermin di sudut ruangan. Suara-suara pecah lain menyusul dari gelas-gelas, piring makan, ataupun botol anggur yang masih tersisa setengah. Darah menetes di sana, tatkala kulit tergores pecahan yang terbang memantul seketika saat botol anggur hancur menghempas dinding. Barang-barang yang terlempar, pernak pernik yang berserak, kursi terbalik bersama pecahan kaca. 

Ruangan yang hancur, dan Rosho tidak pernah melihat Sasara sehancur itu. Sahabatnya yang begitu hancur hingga mampu mengacak-acak seisi rumah dengan kemarahan.

"Oh Rosho, bukankah sudah kubilang tidak usah mampir?" Sasara menyapa santai dari balik sofa, menoleh menatap Rosho dengan ekspresi biasa. Ada luka gores di wajahnya, luka dengan darah yang sudah mengering.

"Apa-apaan ini?! Kau terluka!"

"Ah, jangan bergerak! Ada banyak pecahan kaca." Sasara memperingatkan, Rosho tidak peduli, masih terus bergerak maju menghampiri sahabatnya itu.

"Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja. Jangan pakai ekspresi seram begitu dong." Sasara tersenyum

"Apa yang terjadi?" Rosho mengulang kembali tanya, menatap serius kedua manik madu dari balik kacamatanya.

"Aku baik-baik saja. Hanya mabuk dan mengacau sedikit." Sasara masih fasih menjelaskan jawaban yang lebih memuaskan.

"Apa yang terjadi?" kali ketiga, Rosho bertanya.

"Oi, kan sudah aku jawab."

"Sasara, aku tidak butuh sandiwaramu." Jemari Rosho mengepal kuat, Sasara diam.

"Apa yang terjadi?"

"AKU BAIK-BAIK SAJA."

Kali keempat Rosho bertanya, Sasara menjawab dengan amarah. Amarah bercampur frustasi yang tidak ia sangka akan meledak keluar dari sosok tenang Sasara Nurude. Amarah yang menyulut pertengkaran mereka. Pertengkaran terakhirnya dengan Sasara Nurude, pertengkaran yang akan terus menggores sesal paling dalam di kehidupan Rosho Tsutsujimori.

.

.

.

Hari Kedua

Benang merah yang kita rajut.

Ketik suara jemari pada keyboard mengisi hening ruang kantor detektif Yamada bersaudara. Ada Saburo Yamada, si bungsu yang fokus menatap monitor layar komputer, jarinya dengan lincah mengetik, menyortir soft file dan beberapa artikel di internet guna membantu penyelidikan si kakak sulung; Ichiro. Jam di sisi tembok berdetik menunjukkan pukul 7 pagi, yang berarti Saburo sudah duduk menatap komputernya selama 7 jam. Jari telunjuk menekan tombol enter pada keyboard, membuat mesin printer seketika mulai beroperasi, Saburo mengangkat kedua tangan merenggangkan penat, Ichiro dari subuh sudah berangkat ke Osaka, meninggalkan banyak tugas dan data yang perlu Saburo analisa demi keperluan investigasi.

Sejak kemarin Ichiro mulai sibuk, menurut Saburo bisa jadi ini kasus yang rumit, mengingat orang-orang yang terlibat sudah cukup lama mereka kenal dengan baik. Berita televisi tiada hentinya menyorot dan mengenang sosok komedian Sasara Nurude. Publik masih mengira bahwa kematian tersebut bisa jadi adalah bunuh diri, alasan tidak terduga untuk seorang Sasara Nurude. Setelah menghilang selama 15 hari, tubuhnya ditemukan tidak bernyawa tenggelam di tepi laut pelabuhan kota Yokohama. Saburo mengambil beberapa lembar dokumen yang baru saja ia cetak. Membaca hasil forensik dan rekam TKP dengan teliti. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

10 Days After You DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang