Chapter 03

960 125 18
                                    

Aku sampai di rumah keluargaku nyaris tengah malam. Butuh ketenangan hebat yang ku usahakan agar bisa melangkah melewati gerbang yang kini di jaga oleh seorang lelaki paruh baya. Aku tidak mengenal siapa, tapi tampaknya, lelaki paruh baya itu mengenalku, atau lebih tepatnya sudah diberi tahu akan kedatanganku.

"Mari Mbak Hassi." Sapa nya canggung, namun ramah. Aku mengangguk dan tersenyum tipis.

"Makasih Pak."

Aku tak tahu siapa namanya, juga tidak peduli siapa. Aku tidak akan menetap di sini, jadi aku memang tidak ingin mengenal atau sekedar beramah tamah dengan siapapun.

Bangunan ini masih sama, bahkan bunga di taman nya pun masih sama. Tapi suasana dan keadaan jelas berbeda. Tanganku meremas handle koper tanpa sadar. Rasanya masih sama, menyakitkan. Ketika pintu rumah ini kubuka, aku sama sekali tidak mengira kalau nyaris seluruh anggota keluarga masih terbangun dan sedang berkumpul di ruang tamu.

Aku sungguh tidak siap jika harus bertemu sekarang, tidak di saat aku kelelahan dan juga kurang persiapan. Tapi aku tidak bisa mundur, terlebih ketika Papa langsung bangun dan memelukku erat sekali. Aku tidak bisa melihat kalau Papa menangis, tapi aku bisa tahu dari bagaimana tubuh tua nya bergetar ketika memelukku.

"Anak Papa akhirnya pulang. Anak Papa pulang." Bisiknya sangat pelan. Aku yakin hanya aku lah yang bisa mendengar nya. Tapi entahlah. Tangis Papa seolah tak berarti apapun. Hatiku terasa membeku, hingga tangisan orang tuaku pun tak mampu menggetarkannya.

Menyadari kalau tangis Papa serta pelukan Papa tak berbalas, cinta pertamaku itu lantas melerai pelukan yang ia lakukan, menatapku yang berdiri dengan raut datar, tanpa ekspresi apapun. Tidak terenyuh, tidak rindu, pun tidak marah.

"Makasih kamu udah mau dateng, nak. Papa tau kamu masih menganggap Papa ini orang tua mu." Ucapnya begitu tulus.

Aku melirik Papa dan tersenyum dingin. "Aku kembali bukan karena apa, aku cuma nggak mau kalo sampe Papa nekat dan ngelakuin hal bodoh kaya gitu, nanti Mama bakal menuntutku jadi tersangka di balik aksi bunuh diri Papa." Sindirku sengaja ku buat keras, amat yakin jika Mama dan Harita serta Natha mendengar sindiran itu. Terbukti dari raut penuh keterkejutan dari wajah Mama dan Harita. Serta raut Natha yang tidak bisa kujelaskan artinya. Aku juga tidak peduli apa tanggapannya.

"Bisa-bisa nya kamu nuduh Mama begitu. Kamu baru kembali, bisa nggak kamu nggak usah bikin gaduh sampe nuduh Mama sebegitunya?" Bentak Mama tertahan, mungkin menyadari karena waktu sudah menunjukkan tengah malam, tidak mungkin Mama nekat mengamuk di tengah hening nya malam.

Aku terkekeh geli. "Nuduh? Kayanya kata-kata nuduh itu nggak tepat di jadiin perumpamaan buat kondisi Mama. Aku tau gimana pola pikir Mama. Nuduh itu udah jadi satu ke dalam darah Mama. Lebih-lebih kalo aku yang terlibat. Mama dengan senang hati buat nindas aku. Kalo perlu sampe nggak tersisa, seperti yang pernah terjadi."

Mama tampak berang, namun umpatan yang sudah di ujung lidah terpaksa tertahan ketika Papa melerai dan memperingati Mama dengan keras. "Sudah cukup!" Sela Papa tegas. "Ini udah malem. Hassi baru sampai, jangan kamu malah tekan dia kaya gini. Hassi butuh istirahat, bukannya di pojokkan."

Jika pembelaan Papa terjadi sebelum insiden itu terjadi, aku pasti akan sangat berterima kasih pada beliau. Tapi sayang, pembelaan itu tak ada artinya lagi buatku. Karena takut muntah di tempat, aku lantas segera mendorong koperku menuju ke kamar tamu, bukan kamarku. Aku tak ingin beresiko di cemooh ketika ternyata kamarku sudah di jadikan tempat lain karena menganggapku telah mati. Berurusan dengan Mama membuatku harus cepat mengantisipasi apapun. Mama adalah tipe orang yang impulsif. Ketika dia benci, seketika itu juga semua yang berhubungan dengan orang yang dia benci akan dihilangkan jejak nya. Karena dalam kasus ini aku juga berselisih dengan Mama yang membela Harita, aku yakin kalau jejak keberadaanku di rumah ini dulu sudah terbuang tepat ketika aku pergi angkat kaki dari rumah ini.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang