4

868 98 10
                                    

My Nymph




.

.

.

.

.

.




Nunew menyusuri kota Tokyo dengan perasaan yang berkecamuk. Dia benar-benar belum siap bertemu dengan orang tua Zee. Bagaimana bila orangtua Zee memaksa Nunew untuk menikah saat ini juga? Bagaimana bila mereka menempatkan dia dan Zee di kamar yang sama? Nunew khawatir bila kali ini dia tidak akan sanggup menghindar dari godaan Zee bila itu benar-benar terjadi.

Jetlag yang dirasakannya cukup parah, terlebih saat mengetahui bahwa keluarga Zee tinggal di Fukuoka dan mereka harus mengalami perjalanan yang cukup jauh untuk sampai di sana.

Berangkat dari Bangkok dengan pesawat pagi dan sampai di Fukuoka pada sore hari tidak sesederhana kedengarannya. Nunew benar-benar lelah, ia merasa harus secepatnya mengistirahatkan diri.

Ketika sampai, Nunew disuguhi deretan rumah-rumah khas Jepang. Rumah keluarga Zee juga sama seperti rumah-rumah di sekelilingnya bertingkat dua dan memiliki halaman yang tidak begitu luas, namun memiliki arsitektur yang indah.

Begitu masuk ke rumah, Nunew disambut dengan hangat oleh Nyonya Panich, wanita paruh baya yang masih memiliki sisa-sisa kecantikan khas wanita Thailand. Meskipun sudah lama tinggal di Jepang, keluarga Zee selalu menggunakan bahasa Thailand sebagai percakapan sehari-hari, karena itulah Nunew merasa lega karena ia tidak perlu bersusah payah mengingat-ingat bahasa Jepang yang dulu sempat ia pelajari.

Sebelum duduk di ruang tamu, Nunew merasakan kedua tangan hangat Nyonya Panich menyentuh pipinya dengan penuh kasih.

"Setelah melihatmu aku jadi ingin segera bertemu dengan Ibumu." Nyonya Panich berbicara dengan logat khasnya sambil memandang Nunew. "Aku ingin berterimakasih padanya karena sudah melahirkanmu sebagai jodoh untuk Zee anakku."

Nunew tersenyum malu. Dia cukup senang mengetahui Nyonya Panich menyukainya. Tapi Nunew masih belum merasa lega karena ia belum bertemu dengan ayah Zee, pria itu masih berada di kantornya. Nunew sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi ayah Zee nanti saat bertemu dengannya.

"Ibu, bisakah aku beristirahat sekarang? Aku benar-benar sangat lelah." Zee mulai mengeluh.

"Astaga, maafkan ibu ya. Kalau begitu kau bawakan barang-barang Nunew dulu ke kamar."

Nunew terbelalak. Kamar? Kamar siapa yang akan ditempatinya? Kamar tamu? Semoga saja bukan kamar Zee karena jika itu terjadi Nunew pastikan dirinya akan mati bunuh diri besok pagi.

"Maaf, Bibi. Kalau boleh tahu kamar siapa yang akan ku tempati?"

"Kau akan menempati bekas kamar Punpun, Dia kakak perempuan Zee. Sekarang dia sudah menikah."

Nyonya Panich tiba-tiba memandang Nunew dengan ekspresi yang aneh, tubuhnya berguncang dan salah satu tangannya menutup mulutnya sendiri sambil terpekik kecil. Ia sedang teringat sesuatu dan sepertinya wanita itu merasa sudah melakukan kesalahan.

"Oh, Apa sebaiknya kau sekamar dengan Zee? Kenapa aku tidak ingat kalau kalian sudah bertunangan!"

Nunew shock. Ia sangat menyesal karena sudah bertanya dan sekarang ia harus melihat seringai Zee di ujung sofa.

"Tidak, Bibi. Jangan begitu." Nunew berusaha bersuara dengan lebih sopan. "Maksudku, jika aku tidur di kamar yang sama dengan Zee, itu bisa membuatku merasa tidak enak."

My Nymph  ( ZeeNunew )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang