Hujan tak henti-hentinya melanjutkan tarian gemerciknya di jalanan ibu kota yang basah. Ava merasakan hujan deras yang menghujani mobilnya, mengurangi kemampuan untuk melihat jalan dengan jelas. Ava yang sedang dalam perjalanan untuk menyerahkan manuskrip novel terbarunya ke penerbitnya, merasakan ketegangan yang tak kunjung reda. Setiap tetes hujan yang mengguyur kaca mobilnya seakan menjadi metafora bagi perasaan ketegangan dan kekhawatirannya.
Manuskrip yang menjadi buah kerja keras Ava selama berbulan-bulan terletak di kursi penumpang di sampingnya, sebuah benda yang menyimpan dunia imajinatif yang baru selesai diciptakannya.
Kendaraan Ava terus melaju melalui rintik hujan, kondisi cuaca yang buruk membuat perjalanan ke pertemuan dengan penerbitnya menjadi sangat berbahaya. Meskipun hujan terus turun tanpa henti, Ava berkomitmen untuk menyelesaikan perjalanan ini, menyerahkan karya terbarunya, dan dengan harapan bahwa novelnya akan menghadirkan kebahagiaan bagi para pembacanya, seperti hujan yang memberikan kesegaran bagi tanah yang dituju. Namun, meskipun Ava sudah berusaha berkendara dengan hati-hati, takdir tampaknya memiliki rencananya sendiri.
Kendali mobil tiba-tiba terasa lepas dari genggaman Ava. Dalam sekejap, mobilnya berputar dan menghantam sebuah truk muatan barang. Benturan itu membuat Ava terdorong ke depan dan membuat mobil nya terguling dan hancur. Kejadian itu terjadi begitu cepat, Ava merasakan nyeri di seluruh tubuhnya. Pemandangan hancur dan suara-suara gemuruh mobil menyadarkan Ava akan kecelakaan yang mengerikan.
"Sakit..."
Matanya perlahan-lahan menjadi kabur, ia merasa kehilangan kendali sepenuhnya. Dalam keheningan yang berat, Ava tersenyum miris meratapi takdirnya yang tragis. Dia merasakan nyeri di seluruh tubuhnya, darah mengalir perlahan dari luka-luka yang terbuka, dia merasa bahwa ini adalah akhir dari semuanya.
"Tuhan, tolong jangan biarkan semuanya berakhir seperti ini.."
Perlahan kegelapan mulai merayap menguasai kesadarannya.
---
Dalam pagi yang tenang itu, samar-samar suara gemercik hujan memasuki inderanya. Ketika Ava membuka mata, dia mendapati dirinya terbaring dalam sebuah ruangan yang asing. Langit-langit yang terlihat mewah, dan angin yang bertiup menyusup ke dalam jendela yang setengah terbuka. Ia mencoba mengingat kecelakaan yang baru saja dialaminya, semuanya terasa nyata, bahkan ia masih merasakan sedikit nyeri di sekujur tubuh nya.
"Ini dimana? Aku masih hidup?"
Melalui jendela setengah terbuka, cahaya pagi menyinari ruangan, Ava merasakan kelembutan angin yang menyentuh wajahnya. Dengan hati-hati, dia berdiri dan menyusuri ruangan mewah dan langit-langit elegan yang membingungkannya.
Perlahan Ava mendekati meja rias dengan langkah ragu. Di atas meja itu terdapat berbagai kotak perhiasan yang berkilau dan jejeran botol parfum yang terlihat mahal. Ketika matanya bertemu dengan pantulan dirinya dalam cermin, ia tidak bisa menahan keterkejutannya.
Di depan cermin, dia melihat wajah asing yang bukan miliknya. Matanya yang tadinya cokelat kini berubah menjadi biru, seindah lautan yang tenang. Rambutnya, yang dulu berwarna gelap, kini berkilau dengan sentuhan pirang yang tak pernah ada sebelumnya.
"Ini mustahil... apa yang terjadi padaku?"
Ava bergumam dalam kebingungan. Ia meraba wajahnya dengan gemetar, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
Ava merasa bingung dan terkejut dengan perubahan drastis pada dirinya. Wajah yang sekarang dia lihat dalam cermin benar-benar cantik. Kulit halus dan bibir merah alami dengan postur wajah yang sedikit tegas, terlihat sangat kontras dengan penampilan lamanya. Perubahan ini membuatnya keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living as an Antagonist Lady
Historical FictionAva, seorang penulis novel ternama, hidup di tengah hiruk-pikuk kota besar yang selalu penuh dengan kehidupan dan kontradiksi. Karya-karyanya, yang dikenal dengan kedalaman imajinasi dan keunikan, telah mencuri perhatian banyak pembaca. Baru saja me...