260 40 13
                                    

Aku tidak menyangka, akhirnya kau mendapatkan peran itu, Jis."

"Semua berkat Lisa, Jen. Dia yang mengurus segalanya, bahkan dia juga yang menemaniku ke kantor agensi," jawab Jisoo seadanya dengan mata terpejam selagi menikmati pijat relaksasi pada kaki-kakinya.

"Selamat, ya. Kau telah berhasil meraih mimpimu," sambung Jennie lagi.

"Mimpi apa?" Jimin bergabung ke percakapan saat dia sendiri sedang mengagumi transformasi rambutnya. Wajah perempuan ini tampak berubah, berbinar-binar puas. Dia makin cantik setelah ujung-ujung rambutnya dibuat bergelombang.

Di samping Jimin, Jennie mendesah pelan sebelum berkata, "Kau ini bagaimana sih? Memangnya untuk apa dia pergi ke kantor agensi?"

"Apa?! Benar begitu, Jis? Sekarang kau artis?" Jimin bertanya santai, namun dengan nada terdengar antusias seakan dia memang tertarik.

"Sudahlah, aku malas membicarakan itu. Lebih baik kita bahas liburan besok. Kalian tidak berubah pikiran 'kan? Kalau jadi, besok pagi-pagi kita harus sudah berangkat. Daripada--"

"Aku tidak bisa kalau menginap." Jimin menyela, menampakkan kesungguhan di bola matanya. Kali ini dia enggan menuruti dengan mudah ajakan teman-temannya lagi jika hal itu justru bisa memicu kemarahan suaminya.

"Menginapnya dibatalkan, sore kita pulang. Aku juga tidak bisa, minggunya ada pertemuan dengan kepala agensi." Lipatan detik sekian, Jimin kontan mendesah lega. Satu suara berada di sisinya dan dia sangat senang mengetahui hal ini. Tidak harus membatalkan jalan-jalan, dia pun bisa berlibur dengan perasaan tenang.

"Kau serius tidak jadi menginap?" Ada yang gembira, tentu ada pula kecewa. Lisa salah satunya. Dia telanjur membayangkan kesenangan yang bakal dikenang dalam liburan itu. Entah apa rencana perempuan ini, "Kalian tidak asyik, padahal kupikir kita bisa seru-seruan sampai puas."

"Aku bahkan belum tahu harus bilang apa kepada suamiku. Dia tidak mungkin mengizinkanku pergi ke tempat jauh." Jimin mengungkap sedikit kegelisahannya, agak putus asa. "Kayaknya berat buat aku untuk pergi ke vila."

"Kau memang menyebalkan. Kau itu perlu bebas, aku cape mendengar alibimu yang terus-terusan sama, selalu saja sulit kalau diajak. Apa kau itu berlian? Atau batu safir? Sampai-sampai suamimu itu selalu mengurungmu. Tidak akan ada yang mau menculik ibu hamil, Jimin. Tidak usah berlebihan." Akhirnya, Jennie emosi. Dia cenderung bosan akibat sering mendapati sikap manja Jimin yang sangat kelihatan bergantung kepada suaminya.

"Bukan diculik, Jen. Suaminya takut terjadi apa-apa ke Jimin. Kalian tahu 'kan Jimin itu permaisurinya, tidak boleh tergores sedikit pun." Bergantian Jisoo yang mencibir.

"Kami tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semua keputusan ada di tanganmu. Kami juga tidak mau menjadi kambing hitam nantinya," tegas Lisa. Dia ingin memperjelas situasi bahwa keputusan Jimin tidak ada sangkut pautnya dengan mereka, benar-benar tak sudi.

Lantas, semua penuturan dari ketiga temannya tadi menyebabkan Jimin kian bimbang. "Akan kupikirkan ulang caranya. Ya semoga Mas Jungkook tidak memperumit posisiku kali ini."

"Terserah saja. Pokoknya kami tidak ikut campur." Jisoo mengedikkan bahu, tampak acuh tak acuh.

-----

Dinginnya malam membuat sejoli itu saling mendekap dengan posesif untuk berbagi kehangatan. Salah satu keadaan yang paling Jimin senangi ialah setiap ada kesempatan berdua dengan suaminya dan dia dapat leluasa menempel sesuka hati.

"Mas ..." Suara Jimin terdengar merengek seperti yang kerap menyapa telinga Jungkook, disambut gumam pelan dari lelaki itu. "Teman Adek mengadakan pesta di vila pribadinya, dia mengundang Adek tadi siang. Dengan sedikit paksaan, karena dia ini salah satu teman dekat Adek, teman nongkrong. Makanya, dia berharap banget Adek datang."

"Tidak bisa, sayang. Hari minggu Mas berangkat ke Kalimantan."

"Ehm... Adek pergi sendiri kok. Maksudnya, ini pesta khusus buat wanita. Mereka tidak mengajak pasangannya, Mas." Jimin putuskan bercerita terang-terangan, daripada mengelabui yang barangkali berdampak parah di belakang kelak.

"Dek, bisa 'kan kali ini Masnya yang didengar? Mas tidak mungkin membiarkan Adek luput dari pengawasan. Kalau cuma ke mal, duduk-duduk di kafe atau resto, Mas bisa pertimbangkan. Ini ke vila? Semisal di sana terjadi apa-apa? Dan kalian perempuan semua, siapa yang mampu membantu? Tolong pahami Mas, sayang. Demi kebaikan Adek, Mas dan si calon bayi. Buat kedamaian kita, bukan untuk orang lain."

"Tapi, Mas ... Mas benaran tidak mengizinkan Adek?"

"Sudah malam. Tidur, sayang." Jawaban mutlak seiring turun satu kecupan hangat di pelipis istrinya.

Continue ...

Wah, berkembang pesat, ya sidernya?! Memanglah kalian ini. Susah banget menyenangkan hati orang, sepele padahal.

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang