"Nah, ini dia," katanya sambil mengedipkan mata dengan licik. "Sekarang, apakah kamu siap untuk melihat kejutan mu, Sora-chan?"
Aku mengangguk penuh semangat, merasakan rasa antisipasi yang muncul dalam diriku. "Ya, aku siap," kataku, mataku dipenuhi kegembiraan.
Seringai Chuuya semakin lebar. "Kalau begitu sebaiknya kamu pejamkan matamu lagi sejenak."
Penasaran dan bersemangat, aku pun memejamkan mataku dan menunggu kejutan itu terungkap.
Di tengah kegelapan, aku mendengar suara gemericik samar. Rasa penasaran menguasai diriku, membuatku ingin membuka mata, namun aku menahan keinginan untuk mengintip.
Akhirnya, setelah sekian lama, aku mendengar suara Chuuya lagi. "Oke, kamu bisa buka matamu sekarang."
Aku membuka mataku dan terkejut. Di hadapanku, berdiri dengan segala kemegahannya, ada lusinan pohon sakura yang mekar penuh, bunga-bunga merah jambunya yang halus menutupi seluruh padang rumput dalam selimut kelopak bunga yang lembut dan harum.
Mataku terbelalak takjub melihat pemandangan di hadapanku. "Chuuya, apa ini?" tanyaku, suaraku dipenuhi keheranan dan ketidakpercayaan.
Wajah Chuuya bersinar saat dia melihat reaksiku terhadap kejadian tak terduga itu. "Apakah kamu menyukainya?" dia bertanya, ada sedikit rasa bangga pada suaranya.
"Itu... indah," gumamku, terpesona oleh kehebatan semua itu. Udara dipenuhi aroma bunga sakura, membuatnya terasa seperti mimpi ajaib.
Chuuya mengulurkan tangannya kepadaku. "Ayo, kita berjalan melewatinya."
"Ya, ayo" jawabku antusias.
"Jadi... apa kamu suka, Sora-chan?" Tanya Chuuya dengan mata yang berbinar-binar.
"Ya! Aku suka, ini sangat indah, Chuuya, kau tahu kita seperti berada di dalam negeri dongeng! Terima kasih Chuuya!" Ucapku seraya memeluk tubuhnya sejenak,"ini sangat indah sekali, andai saja Zidan ada disini bersama kita, pasti malam ini akan menjadi malam yang tidak terlupakan."
"Tck, memang apa hebatnya orang sedingin es itu? Apa denganku saja tidak cukup sampai-sampai kau ingin dia ada disini" ucapnya tidak suka.
"Ya? Bukankah itu karena dia teman masa kecil kita? Jadi bukankah itu hal yang wajar kalau aku ingin menikmati pemandangan yang indah ini bersama kalian berdua?" Tanyaku sambil memiringkan kepalaku menatap manik hijau cerah milik Chuuya yang terkena sinar bulan purnama.
"Ah! Apa mungkin kau masih kesal karena kejadian pagi tadi?" Tanyaku sekali lagi, dan kini diwajah tampan Chuuya terlihat sebuah semburat merah yang menghiasi kedua pipinya itu. Kini wajah Chuuya terlihat seperti seseorang yang sedang tersipu malu, "huh! Pemikiran bodoh macam apa itu?!" Ucapnya sambil memalingkan wajahnya.
"Benarkah? Apa tebakan ku benar? Hahahaha tidak ku sangka kau akan kesal karena hal itu, Chuuya." Ucapku dan tanpa kusadari aku mulai tertawa lepas dan terkejut disaat yang bersamaan.
"Cih! Sudahlah, ayo kita pulang." Ucapnya marah dan pergi meninggalkanku sendirian di padang rumput yang indah itu, "sial! Chuuya!!! Lihat saja nanti akan ku pukul kau habis-habisan!!!" Pintaku kesal dan tanpa berpikir panjang aku pun mulai berlari menyusul dirinya yang sudah mendahuluiku.
"Ya, ya, ya, terserah kau mau melakukan apa.... Ngomong-ngomong, apa yang baru saja terjadi tadi, Sora-chan?" Tanyanya tiba-tiba.
"Ah? Itu... Ya, seperti yang kau tahu Chuuya, keluargaku sangat terobsesi pada nilai-nilai kami terutama tanteku. Kau tau? Aku bahkan kesulitan untuk mengatakan yang sebenarnya pada mereka saat tanteku menginterogasi kami tadi, bahkan adikku saja sampai membeku karena nya," jawabku spontan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bittersweet: From The Acasia Flower.
Teen FictionBerawal dari saat dia yang mengantar ku dengan mobilnya ke sekolahku, dari situlah semua masalah datang silih berganti menghampiriku. "Cinta yang pernah ku ungkapkan padamu bukanlah perkataan tidak berarti. Walaupun kau menyembunyikan banyak hal dar...