06. Alam Yang Mendukung

67 41 1
                                        

Beberapa detik berlalu dalam keheningan yang terasa begitu panjang bagi Ryan. Ia hampir berpikir bahwa Risa tidak akan melanjutkan ucapannya, hingga akhirnya gadis itu kembali bersuara, suaranya pelan namun penuh keyakinan.

"Yan, gue juga ngerasain hal yang sama kayak Lo," Risa menatapnya, matanya menyiratkan kejujuran yang tak bisa disembunyikan. "Gue mau jadi pacar Lo."

Ryan terpaku sejenak, seolah otaknya butuh waktu untuk benar-benar memproses kata-kata itu. Tapi begitu kesadaran menghantamnya, sebuah senyum lebar terbit di wajahnya, menggantikan kegugupan yang sejak tadi ia rasakan. Jantungnya masih berdegup kencang, tapi kali ini bukan karena cemas, melainkan karena bahagia yang tak terbendung.

Secara tiba-tiba taman yang sebelumnya mendung dan sepi mendadak terasa lebih hidup. Seolah-olah alam ikut merayakan kisah baru yang sedang tumbuh di antara dua hati. Angin berembus lembut, membelai dedaunan yang berjatuhan perlahan, sementara langit yang tadinya kelabu mulai menampakkan semburat warna keemasan.

Ryan menatap Risa dengan senyum yang sulit ia tahan. “Ayo, gue anterin pulang,” ucapnya, suaranya terdengar lebih hangat dari biasanya.

Dengan lembut, ia menggandeng tangan Risa, membawa gadis itu menuju parkiran motor. Langkah mereka ringan, seolah dunia ikut mendukung kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini.

Di sepanjang perjalanan pulang, Ryan tak bisa menyembunyikan senyum yang terus menghiasi wajahnya. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Jika bukan karena gengsi, mungkin ia sudah bersorak kegirangan di tengah jalan.

Angin sore yang sejuk menerpa wajah mereka, membawa aroma hujan yang hampir turun. Namun, bagi Ryan, dinginnya angin tak ada artinya dibandingkan dengan kehangatan yang kini memenuhi hatinya.

Sesekali, ia melirik ke kaca spion, melihat Risa yang duduk tenang di belakangnya. Gadis itu menatap jalan dengan tatapan lembut, bibirnya sedikit melengkung dalam senyum kecil.

Saat itu, Ryan menyadari satu hal, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang ingin ia jaga, selamanya.

Begitu memasuki area perumahan, Ryan memperhatikan deretan rumah yang tertata rapi di sepanjang jalan. Setiap rumah memiliki ciri khas tersendiri, dengan desain unik yang terlihat estetik di matanya. Arsitektur modern yang berpadu dengan elemen alami menambah pesona kawasan itu, menciptakan suasana yang nyaman dan elegan.

Motor Ryan melambat ketika mereka mendekati sebuah rumah berwarna putih dengan pagar hitam tinggi dan kokoh. Rumah dua lantai itu berdiri anggun, memancarkan kesan megah namun tetap hangat. Ia menghentikan motornya tepat di depan rumah tersebut, tersenyum kecil sambil menyadari bahwa hari ini adalah awal dari sesuatu yang baru dalam hidupnya.

“Tadi kamu bilang rumah kamu nomor 07, yang ini, kan?” tanya Ryan dengan nada yakin.

Risa, yang masih duduk di belakangnya, sedikit terkejut mendengar Ryan tiba-tiba menggunakan kata "kamu." Tatapannya langsung tertuju pada Ryan, tetapi ia cepat-cepat mengalihkan pandangan.

“Iya, ini rumah aku,” jawabnya gugup, sambil meremas tali tasnya tanpa sadar.

Setelah memastikan Risa turun dengan aman, Ryan menoleh ke arahnya, tersenyum hangat.

"Aku langsung pulang aja ya, takut nanti diomelin bunda kalau telat," kata Ryan sambil menyalakan motor, suara mesin yang hidup menandakan bahwa dia siap untuk berangkat.

Risa hanya mengangguk, meskipun hatinya terasa campur aduk. "Iyaa, hati-hati," jawabnya dengan suara lembut, meskipun masih ada keraguan yang menggelayuti pikiran.

Half-LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang