19. Fani

19 9 0
                                        

Baru beberapa menit setelah Bu Ella keluar dari kelas, suasana yang tadinya sepi, kini mulai ramai dengan para siswa yang mulai mengobrol dan tertawa.

Ryan, yang baru hendak duduk di kursinya, terkejut saat Zaki dan Rafqi tiba-tiba menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari kelas tanpa penjelasan.

"Kalian ngapain anjir, narik-narik gue?" Ryan bingung, tapi juga merasa terpaksa mengikuti langkah teman-temannya.

"Udah diem, Lo ikut aja sama kita," Zaki menjawab dengan nada datar, wajahnya tak menunjukkan emosi.

Sejumlah pasang mata di kelas mengarah ke mereka. Beberapa teman terkejut melihat Ryan yang tampaknya terpaksa ditarik keluar oleh Zaki dan Rafqi. Sebagian lain hanya tertawa kecil, menyaksikan ekspresi bingung Ryan yang terlihat tak berdaya dalam situasi itu.

Setibanya di kantin, mereka langsung menuju meja yang sudah dipenuhi oleh empat orang. Zaki dan Rafqi melepaskan tangan mereka begitu sampai di sana.

Ryan dan Risa saling bertatap mata dalam keheningan yang aneh, seolah ada banyak yang tak terucapkan di antara keduanya. Risa akhirnya mengalihkan pandangannya ke meja lain, sedikit menghindari tatapan Ryan.

"Yan, Lo harus jelasin ke kita semua, kenapa Lo putusin Risa?" tanya Zaki, nada suaranya serius, memecah keheningan.

"Kalian kenapa sih? Lagian kita putusnya baik-baik kok. Iya kan, Ris?" Ryan mencoba menjelaskan dengan santai, meskipun ada keraguan di matanya.

"Iya," jawab Risa dengan senyum kecil yang tidak bisa disembunyikan. Senyum yang tampaknya menyimpan sejuta makna.

"Mana ada putus secara baik-baik, kalau baik-baik nggak mungkin putus," Nara menambahkan, meragukan penjelasan Ryan.

"Ada nih buktinya," Ryan menjawab cepat, berusaha menunjukkan bahwa meskipun mereka putus, semuanya tetap baik-baik saja.

"Terserah kalian deh, laper gue," Zaki akhirnya berkata sambil menyendok makanan, memotong percakapan yang mulai menghangat. Mereka pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu, mencoba meredakan ketegangan yang mulai menyelimuti.

Selama makan, suasana sedikit mencair, meskipun tetap ada rasa canggung yang menggantung.

Ryan, tiba-tiba dengan lembut, mengelap bibir Risa yang masih ada sisa makanan di ujungnya. Tanpa bisa menahan diri, dia menggoda.

"Kayak anak kecil," Ryan tersenyum nakal.

"Dih, kamu kali yang anak kecil," Risa membalas dengan tatapan lucu.

"Aku bukan anak kecil," Ryan bersikeras, meskipun matanya berbinar.

"Terus apa?" Risa bertanya, penasaran.

"Ultraman," jawab Ryan dengan percaya diri, meski nada itu terdengar konyol.

"Wah, berarti lawan raksasa dong," Risa tertawa geli, semakin terhibur.

"Iya, aku Ultraman yang cuma melawan satu raksasa," jawab Ryan, sambil melemparkan senyum penuh arti.

"Siapa?" tanya Risa, semakin ingin tahu.

"Kamu," jawab Ryan santai, matanya tak lepas dari Risa.

"Dih," Risa menatapnya dengan sinis, namun gelak tawa tak bisa ia tahan.

Half-LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang