•• ༻❁༺ ••
Abimana memutuskan pulang lebih awal begitu tau di kawasan Kuningan sedang berlangsung Street Food Festival. Inginnya dia mengajak Ajeng sejak pagi tadi, andai pekerjaan di kantor tak menuntut dia untuk duduk bergelung lebih lama dengan berkas laporan.
"Istri saya suka jelajah kuliner. Hobinya jajan dan makan enak."
"Bukannya Bapak juga? Malah lebih parah kayaknya." Dimas menanggapi sambil pria ini merapikan lembar demi lembaran kertas yang akan dia klip nanti. Ada laporan bulanan yang telah ditandatangani Abimana dari setiap kelompok divisi perusahaan.
"Sepertinya itu yang bikin saya dan Ajeng berjodoh."
"Bukan sepertinya, Pak. Tapi, memang semestinya." Baik Abimana maupun Dimas sekadar menggulir senyuman seiring pergerakan tetap fokus pada aktivitas masing-masing. Abimana mulai mengemasi barang-barang di meja kerjanya.
"Kamu enggak pergi ke Kuningan, Dim?!"
"Belum tahu, Pak. Kurang asyik kalau pergi sendirian."
"Makanya cari pasangan. Betah banget kamu single lama-lama. Cari pacar kek atau calon istri."
"Cari di mana? Bapak pikir cari pasangan itu semudah menyeduh kopi enak?"
"Saya cuma heran. Biasanya yang spek kamu ini udah sibuk kencan sana sini, minimal sama anak sekolah atau mahasiswi baru. Di kantor kita juga banyak yang kelihatan tertarik sama kamu."
"Sekantor enggak dululah, Pak. Takut umur saya pendek. Cobaan berat melulu yang ada."
"Jalur aplikasi jodoh lagi hits itu, Dim. Mana tau kamu penasaran. Saya dengar ada yang berhasil sampai ke pernikahan."
"Sayanya yang belum berpikir ke sana, Pak. Mau fokus kerja aja. Perempuan gampang dicari kalau brankas udah terisi."
"Wah, bagus itu. Semangat terus, Dimas. Saya doakan kamu ketemu jodoh yang baik dan tulus."
"Aamiin. Makasih, Pak. Role model saya Bapak sebenarnya. Saya perhatiin Bapak ini orangnya lembut ke istri. Biarpun di kantor ruwet, Bapak enggak pernah lupa sama istri."
"Saya juga kadang-kadang bingung, Dim. Istri saya tuh ngangenin."
"Wajar Bapak sampe terbayang-bayang di kantor. Istri Bapak cantik banget, Pak. Masya Allah ... eh, Astaghfirullah. Maaf, Pak. Saya enggak bermaksud apa-apa. Suer!" Gelagat Dimas ini justru mengundang tawa Abimana. Pria itu tergelak rendah di situ.
"Istri saya limited stock, Dim! No repeat available." Spontan juga Dimas senyum-senyum segan sambil dia menunduk.
"Nuwun, Pak." Dimas mengganti topik pembicaraan mereka. "Kira-kira Bu Diana kapan ya masuk kerja lagi?"
"Kenapa, Dim? Cape ya, kamu?"
"Bukan, Pak. Bukan itu, kok. Saya enggak enak karena kerjaan saya jadi dibebankan ke yang lain."
"Ah iya, saya enggak kepikiran divisi kamu—" Abimana hela napasnya perlahan-lahan dan bersandar ke punggung kursi. Agaknya dia sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Sebenarnya Diana sempat bilang mau cuti panjang."
"Cuti panjang, Pak?"
"Iya, Dim. Dia minta dua bulan untuk dilenggangkan. Ada masalah genting di keluarga dia. Saya enggak tau jelasnya apa, cuma saya belum bisa Acc surat permohonannya. Harus ada cadangan pengganti 'kan?"
"Aduh, gimana ya, Pak. Saya jadi ovt ini. Mustahil saya mampu mengcover tugas-tugas Bu Diana selama itu. Ilmu saya enggak nyampe, Pak."
"Kamu jangan cemas dulu. Saya enggak mungkin tinggal diam. Saya akan pikirkan solusinya segera. Tapi, untuk sementara kamu tetap bantu saya, ya. Atau besok, rekan sedivisi kamu tolong suruh ke ruangan saya. Kita briefing buat cari jalan keluarnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Ajeng & Mas Abim
RomanceAjeng yang manja berpikir suaminya selalu memenuhi segala permintaan dia. Abimana punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa tega menolak. Telanjur terlena justru menjerumuskan Ajeng ke dalam masalah besar dan genting. Di...