9

234 29 5
                                    

Laki-laki ini mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat Jungkook kelabakan, dia sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat. Perut Adek sakit, Mas. Tapi, sudah minum obat pereda nyeri, kok. Mas bisa menjemput Adek? Begitulah pesan yang dibacanya beberapa menit lalu. Berujung, dia bergegas menyambar kunci mobil di atas nakas, bergerak sigap saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.

Rasa waswas kian bertambah kala Jimin tak menjawab panggilan teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Jungkook dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh dengan kata-kata kasar akibat mobilnya tak bisa lebih cepat lagi, padahal sudah di angka maksimal. Perjalanan jauh menjebak Jungkook berada dalam sikap anomi. Tak lagi peduli akan hal lain, prioritas utama adalah keselamatan Jimin juga kehamilannya.

-----

Gelak tawa bersusulan mengudara di antara para wanita berikut pemuda-pemuda tampan yang kini menemani mereka. Atmosfer panas pun menguar ke seisi ruang vila berukuran luas tersebut. Masing-masing dari mereka duduk berpasangan, terkecuali Jimin. Perempuan itu memilih mengasingkan diri di kamar, duduk dengan perasaan khawatir yang sejak tadi menguasai dirinya.

"Di mana pasanganku? Kenapa cuma aku yang sendirian di sini?" Pemuda bernama Wooyoung itu menuturkan rasa kecewanya.

"Maafkan kami. Dia sedang tidak enak badan dan harus beristirahat. Jangan khawatir, kau bisa bergabung bersamaku," kata Jisoo menyahut. Ya, setidaknya dia berusaha meredam kegelisahan si pemuda.

"Tetap saja aku sendiri yang tidak bisa bersenang-senang." Wooyoung berdecak kesal, dengan malas mengamati satu persatu temannya.

"Kau tidak suka, Jisoo? Kemarilah, duduk di sampingku." Jennie menyambung enteng sembari membagi satu kedipan mata. Sementara, pemuda  di sebelahnya justru mengangkat bahu setelah sempat dalam beberapa detik menghunus sinis pada rekannya tadi. 

"Kalau tahu begini lebih baik aku tidak usah ikut. Aku melewatkan kencan dengan klien tetapku karena si bos bilang kalian membayar mahal untuk ini." Wooyoung mengambil duduk di antara Jennie dan Jisoo.

"Nikmati saja pestanya, daripada kau kehilangan kesempatanmu." Jisoo mendaratkan kecupan singkat di pipi pemuda itu, melayangkan pula senyum menggoda di wajahnya.

"Jangan coba-coba memancingku, Nona. Atau kau tidak akan sanggup menanggung akibatnya." Sebagai pekerja seks, Wooyoung dibekali segala kebolehan untuk menundukkan kliennya. Termasuk merespons rayuan si klien dengan sikap lebih berani dan sedikit kiasan mengandung makna kotor. "Aku jagonya meningkatkan gairah wanita. Kau ingin aku melakukan apa padamu, Madam?" Sungguh lihai gerakannya, tanpa bisa ditebak datang ke pantat Jisoo dan meremasnya main-main.

"Jung Wooyoung seperti binatang liar. Rata-rata klien tetapnya adalah mereka yang punya nafsu tinggi dan maniak seks." Mark Lee, si pemuda berambut perak di samping Jennie sekadar diam memandang siaran vulgar secara langsung di depan mata. Temannya, Wooyoung tengah beraksi menggunakan sepasang lengannya dengan sangat tepat memicu libido. Remas sana, remas sini, masuk ke lapisan kain dengan lancang dan dia menyeringai ketika Jisoo mengerang manja untuknya.

"Kita bisa mencobanya bila kau mau," Jennie pun siap pada permainannya, menggebu-gebu mencium Mark Lee dengan sangat lihai.

"Ingat batasanmu, Jung. Di mana sopan santunmu?!" Oh tidak. Pemuda yang sejak awal memilih Jisoo sebagai kliennya terlihat marah. Eric Sohn namanya. Pemuda ini bersikap angkuh, menunjukkan kusut di muka sebelum menarik Jisoo agar berpindah ke balkon.

"Kau bisa memanggilku jika ingin pelayanan tambahan, sayang." Wooyoung tertawa sinis usai bangkit dan mengayunkan flying kiss miliknya kepada Jisoo.

Pemuda berambut tebal dan cokelat itu mendengkus, bergeser tiga empat langkah ke kiri agar bisa menjatuhkan tubuhnya ke satu-satunya sofa yang kosong. Kedua bola matanya melirik ke sebelah di mana Jennie dan Mark Lee kini tengah asyik bercumbu mesra. Jari-jari si pemuda blasteran bergerak liar di punggung Jennie, sembari dia sibuk mengecupi dari wajah sampai ke leher perempuan itu. Begitu menerima sentuhan di titik-titik sensitifnya, Jennie melenguh ringan. Tersenyum nikmat dengan mata terpejam.

"Cepat juga kau, Mark. Dasar cabul!" cerca Wooyoung. Tak lama berselang dia menghela napas panjang sebelum fokusnya teralihkan oleh kedua manusia yang berada di seberang kirinya. Haruto Watanabe dan Lisa. Rekannya satu ini yang paling santai di antara lainnya, terbukti bahwa keduanya masih tampak asyik sekadar bercakap-cakap. "Tidak berubah, dia masih saja begitu, klasik. Kau terlalu lembut, Haruto. Membosankan!" cibir Wooyoung, lantas merentangkan kedua tangan di kepala sofa, bersandar seutuhnya bersamaan dia menutup kelopak mata.

Continue...

Dek Jiji & Mas JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang