12 - Keributan

160 16 34
                                        

Aku memijat kepalaku yang sedikit berdenyut. Setelah keluar dari kelas XI-Agama tadi, kepalaku mendadak pusing. Mungkin karena aku terlalu kesal pada Harun yang terus mengoceh selama aku berbicara. Belum lagi teman-temannya yang bernyanyi sambil memukul meja. Sehingga suasana kelas menjadi gaduh seperti pasar. Sudah beberapa kali mereka diberi peringatan karena takut mengganggu kelas lain, nyatanya mereka tetap berisik.

"Kamu yakin gak mau beli makanan di kantin? Ini gorengan juga kamu anggurin," ucap Nadia yang sedari tadi memperhatikaku yang hanya diam saja.

"Kamu sakit, Ja?" tanya Indah.

"Aku gapapa,"

"Permisi!" Kami mengalihkan pandangan ketika seorang siswa masuk ke ruang BK. "Kak Senja, ada yang nyariin."

Aku mengerutkan dahi. "Siapa?"

"Aku gatau, Kak. Pokoknya dia nunggu di depan gerbang. Diajak masuk malah gak mau," ucap siswa tersebut.

"Oh, ya udah nanti aku samperin,"

Siswa tersebut pamit pergi. Aku meneguk air mineral sebelum aku berjalan keluar. Aku penasaran, siapa yang mencariku? Apa mungkin teman satu kampus? Tiba di depan gerbang, aku melihat seorang laki-laki yang sedang duduk di atas motor maticnya.

Dia? Ngapain sih ke sini lagi?

"Ehm!"

Laki-laki itu menoleh saat menyadari keberadaanku. Dia turun dari motor dan tanpa permisi, dia langsung menggenggam tanganku.

"Ja, tolonglah kita bisa bicarakan ini baik-baik. Kenapa kamu malah menghindar gini," katanya.

"Aku menghindar? Aku udah bilang kan, yang ngejauh duluan tuh ya kamu!"

Dia menyugar rambutnya dan menghela napas gusar. "Kamu tuh kenapa sih? Dari sebelum magang, kamu susah banget diajak ketemu. Alesannya capeklah, maleslah, gak punya uanglah. Kamu pikir aku gak akan bayarin kamu kalau kamu jajan?"

Aku menepis tangannya yang masih menggenggam tanganku. "Ck! Kamu emang bayarin jajanan aku. Tapi kamu juga minta aku buat isi bensin motor kamu. Kamu bilang supaya saling menguntungkan karena kamu juga keluar modal. Dan masalah aku yang susah diajak ketemu, itu semua karena kamu sendiri, Radit!"

Dia terdiam sesaat. Ekspresi wajahnya menyiratkan bahwa dia tak terima disalahkan olehku.

"Aku juga punya alasan kenapa aku gak mengiyakan pas kamu ngajak ketemu. Bensin motor aku abis dan aku gak punya uang buat belinya. Setidaknya kalau kamu mau ngajak keluar, minimal isi bensin motorku. Toh aku juga nanti bakal jajanin kamu,"

Aku mulai frustasi. Sebenarnya apa yang ada di pikiran cowok ini? Aku sama sekali tak pernah minta dia untuk menraktirku. Dia sendiri yang mau dengan imbalan aku harus membayar bensin motornya.

"Kamu perhitungan banget ya jadi cowok!"

"Kamu juga jadi cewek banyak maunya. Jadi gak salah dong kalau aku minta imbalan?" tutur Radit.

"Udah, udah, sekarang tujuan kamu ke sekolah lagi buat apa? Gak cukup tadi pagi udah bikin aku malu?" kataku ketus.

"Jadi kamu malu disamperin sama aku? Selama ini kamu deket sama aku juga malu gitu? Terus kenapa kamu masih ngerespon aku kalau nyatanya kamu aja malu deket sama aku?" Beberapa pertanyaan terlontar dari bibir Radit.

Aku sudah lelah dengan semua ini. Dulu ku kira dia adalah laki-laki yang baik. Setelah tau sifat aslinya ternyata begitu menguji kesabaran. Aku sampai kehabisan cara untuk menghadapinya. Jalan satu-satunya memang aku harus menjauh darinya. Tanpa menjauh duluan dia memang sudah menjauhiku. Namun ternyata dia malah muncul kembali.

Senja Bersamamu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang