gambar karater saat ini : Julian
Julian POV
Pukul 12 siang, Stuphin mengundangku ke Matador Room. Beruntunglah dia sudah membayar biaya masuk tahun ini, sehingga aku bisa memasuki tempat tersebut menggunakan kartu pribadinya. Kami sering menyewa kamar di sini untuk pertemuan nonformal dengan klien, dan di atasnya terdapat loft berukuran sedang untuk beristirahat. Stuphin sudah menungguku di sana, namun sikapnya terlalu tegang untuk pertemuan yang santai di siang hari. Tatapannya tampak pasrah.
"Bagaimana perjalananmu di Jepang? Selamat sudah menjadi direktur pemasaran di Hotel Nauru 1!" ucapku sambil memeluknya. Stuphin tersenyum lebar dan membalas pelukanku dengan ciuman di kening yang turun ke bibir.
"Ayahku terlihat kesal dengan keputusanku saat ini. Dia menginginkanku menjadi pemimpin di perusahaannya," ujarnya. Aku menganggukkan kepala dengan penuh pengertian. Hubungan kami terasa agak sulit sejak orang tua Stuphin mengetahui bahwa aku adalah pacar anaknya. Bukan karena kami adalah pasangan gay, tetapi karena ayah Stuphin selalu mengira bahwa aku mengendalikan Stuphin. Aku pun tidak tahu bahwa dia akan menjadi direktur pemasaran di hotel ini hingga menit terakhir. Aku bisa melihat perubahan di wajahnya. Kami telah berpacaran selama 3 tahun, dan ini adalah pertama kalinya ia terlihat gelisah. Mata tidak bisa berbohong, dan ia terlihat putus asa.
"Mengapa kamu tidak menerima posisi yang ditawarkan ayahmu?" tanyaku, melihat ketidakpastian dalam wajahnya. Aku tidak tega melihatnya seperti ini, terutama karena kakakku begitu keras kepadanya dan selalu membawa cerita 15 tahun yang lalu tentang bagaimana mereka memulai dari awal, di mana mereka tidak memiliki apa-apa. Aku tidak tahu bahwa dia akan sekhawatir ini.
"Sayang, telepon ayahmu dan katakan bahwa kamu menerima posisi tersebut," saranku sambil memberikan ponselku yang sudah terhubung dengan nomor ayah Stuphin. Namun, dia menggelengkan kepala dan mematikan ponselku. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari biasanya karena usahanya yang besar di hotel ini. Aku tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi.
"Stuphin, dengarkan aku. Sekarang kamu harus pergi ke Ember Ridge dan selesaikan masalahmu. Ini tidak akan selesai jika ini berhubungan dengan ayahmu," kataku.
"Aku tidak bisa. Aku sudah banyak mengorbankan di sini!" ucap Stuphin dengan suara gemetar. Airmatanya meleleh, menunjukkan ketakutannya. Aku memeluk Stuphin, mencoba menenangkannya yang terlihat panik. Tangannya bergetar, dan air matanya tidak bisa ditahan lagi.
"Pulanglah dan selesaikan masalahmu dengan orang tuamu," ucapku. Saat itu juga, air mata Stuphin tidak bisa terbendung lagi. Stuphin sudah menahan stres ini begitu lama, dan seharusnya aku tahu perasaannya selama ini. Sebagai orang terdekat, aku bisa memberikan saran, tetapi bukan untuk keputusan yang dia ambil. Aku tahu apa yang dia pilih, dan aku akan selalu membantunya.
Aku keluar dari loft tersebut dan melihat Stuphin masih mengusap air matanya yang menetes. Aku membantu merapikan dasinya. Di lorong, aku tetap memperhatikan penampilannya. Aku tidak ingin orang yang aku pedulikan menjadi seperti ini. Aku menyisir rambutnya dengan rapi. Mengapa dia harus seperti ini? Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah dia lupa cara berpenampilan yang benar? Aku memeluknya erat, sangat erat, seakan takut akan kehilangan dia.
Mobil Stuphin semakin menjauh dari pandanganku. Aku bersiap-siap untuk menelepon Daniel tentang masalah ini. Aku tahu ini akan terberat baginya, dan aku ingin meminta saran dari sahabat terbaikku. Aku mencari nomor teleponnya dan menekan tombol panggilan.
"Halo, Daniel, ini aku. Aku butuh bicara denganmu tentang sesuatu yang penting," ucapku dengan suara terbata-bata. Daniel, yang selalu sigap, langsung memahami bahwa ada sesuatu yang serius terjadi.
"Tentu saja, apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir.
Aku menceritakan situasi yang terjadi dengan Stuphin, keputusannya untuk menolak posisi yang ditawarkan ayahnya, dan ketidakpastian serta kecemasan yang dia tunjukkan. Daniel mendengarkan dengan penuh perhatian, dan kemudian memberikan tanggapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fabian Sang GIGOLO
RomanceJulian Casablanca menyadari dia menyukai sahabat kakak nya sejak remaja, Fabian Jordan Montana dan hanya butuh satu ciuman dari Julian lah yang bisa mengubah takdir Fabian, karena ciuman Julian yang membuat Fabian mengambil keputusan yang salah dan...